Masyarakat! Bantu Tenaga Kesehatan Kendalikan Pandemi Covid-19
Sabtu, 5 September 2020 | 08:05 WIB
Patoni
Penulis
Jakarta, NU Online
Tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, dan lain-lain mengharapkan kerja sama semua pihak untuk mengendalikan pandemi Covid-19 yang semakin hari semakin merebak. Hal itu terlihat dari angka kasus harian Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda terkendali.
Tenaga kesehatan atau nakes merasa kerja kerasnya sedari awal menangani para pasien Covid-19 seakan sia-sia karena tidak sedikit masyarakat yang abai terhadap penyebaran pandemi Covid-19 dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Ungkapan hati para nakes semakin menyedihkan ketika melihat kenyataan bahwa lebih dari 100 orang dokter gugur karena Covid-19. Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, banyaknya dokter meninggal dunia disebabkan kelelahan dan stres menangani pasien Covid-19.
Salah seorang dokter relawan Covid-19 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Debryna Dewi Lumanauw mengungkapkan bahwa tenaga kesehatan sejak Maret 2020 telah bekerja keras secara terus-menerus tanpa ada istilah berhenti dan beristirahat.
“Saya akan bilang bahwa saya ini juga manusia. Yang kita lihat sekarang ini, kami sudah bekerja terus-terusan tanpa pernah di-charge (isi daya, istirahat) dari bulan Maret sampai sekarang. Dan sekarang, kita yang sudah bekerja setengah mati ini, tapi angka kasusnya makin naik dan kami makin merasa sendiri. Dalam artian, makin banyak teman-teman yang seakan sudah tidak peduli dengan pandemi ini,” ungkap dokter Debryna dikutip NU Online, Sabtu (5/9) dari Narasi TV lewat Instagram Najwa Shihab.
Kegusaran tenaga kesehatan seperti yang dikatakan Debryna itu bukan tanpa alasan sebab kerja keras mereka seakan tidak membuahkan hasil. Pasalnya angka kasus konfirmasi positif Covid-19 terus melonjak, terutama di Ibu Kota Jakarta, serta daerah-daerah lain.
Akibatnya, sesuai keterangan Satgas Penanganan Covid-19, di Jakarta ruang isolasi dan keterisian ICU untuk menampung pasien Covid-19 sudah melebihi batas ideal yang ditetapkan WHO yaitu 60 persen.
“Kalau kita lihat kondisi di Jakarta saat ini, angka keterpakaian tempat tidur di ruang isolasi adalah 69 persen. Sedangkan angka keterpakaian tempat tidur di ICU yaitu 77 persen. Kondisi ini memang kondisi yang tidak ideal,” ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito lewat YouTube BNPB.
Tak pelak kondisi tersebut berdampak pada psikologis para tenaga kesehatan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) merilis hasil riset yang menyatakan bahwa sebanyak 83 persen responden yang bekerja sebagai tenaga kesehatan mengalami burnout.
Melansir Help Guide, burnout adalah kelelahan emosional, fisik, dan mental karena stres berlebihan dan berkepanjangan.
Tingkat prevalensi burnout pada tenaga kesehatan di masa pandemi Covid-19, 82 persen responden nakes (tenaga kesehatan) mengalami burnout moderate atau sedang dan 1 persen tingkat berat," kata Ketua Tim Peneliti Dewi Sumarko dalam konferensi persnya, Jumat (4/9) seperti dilansir kompas.com.
Selain itu, juga terlihat ada nakes yang mengalami gejala burnout dengan keletihan emosi rendah 58,9 persen, 19,0 persen sedang dan 22,1 persen berat.
Gejala kehilangan empati rendah 78,0 persen, kemudian 10,9 persen sedang dan 11,2 persen berat. Sedangkan, gejala rasa percaya diri burnout dengan tingkatan rendah 47,8 persen, sedang 22,8 persen, berat 29,4 persen.
Burnout tingkat sedang paling banyak dialami petugas laboratorium, perawat, apoteker, bidan, dokter gigi, dokter spesialis. Riset tersebut dilakukan pada 1.461 responden diseluruh provinsi dengan rentan usia 18-63 tahun.
Sementara itu, menanggapi persoalan banyaknya dokter yang gugur karena Covid-19 dan angka kasus kematian serta kasus positif Covid-19 yang terus meningkat, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, terus bertambahnya dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19 adalah kerugian besar bagi Indonesia.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data Bank Dunia, jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara, yaitu sebesar 0,4 dokter per 1.000 penduduk.
"Artinya, Indonesia hanya memiliki 4 dokter yang melayani 10.000 penduduknya. Sehingga, kehilangan 100 dokter sama dengan 250.000 penduduk tidak punya dokter," kata Dicky dilansir kompas.com.
Selain itu, katanya, kehilangan banyaknya tenaga kesehatan juga merugikan Indonesia dalam hal investasi sumber daya manusia (SDM) di bidang kesehatan.
"Padahal kita sedang berperang maraton melawan Covid-19. Kehilangan tenaga medis adalah salah satu sinyal serius, betapa masih lemahnya pemerintah Indonesia dalam program pengendalian pandemi," ungkap Dicky.
Senada, Tokoh Agama KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) juga mendorong masyarakat agar lebih disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran dan penularan Covid-19.
Pesan tersebut disampaikan Gus Mus dalam kesempatan pertemuan daring yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rabu (2/9) untuk mendoakan 100 dokter yang meninggal karena terpapar Covid-19.
“Dalam kesempatan ini saya ingin mengingatkan dan menegaskan kepada saudara-saudara saya di mana pun berada. Marilah kita tepati protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, dan rajin-rajin mencuci tangan (pakai sabun dengan air mengalir),” kata Gus Mus dikutip NU Online dari Gus Mus Channel, Rabu lalu.
Dengan disiplin mematuhi protokol kesehatan, imbuh Gus Mus, kita membantu virus ini tidak terus menjalar ke sana ke mari. “Di sini diobati dan ditangani, kemudian merebak ke sana karena di sana tidak mematuhi protokol dan disiplin medis,” jelas Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
Gus Mus menyatakan kesedihan dan keprihatinan mendalamnya atas dokter dan tenaga medis yang gugur dalam menangani Covid-19. Ia menegaskan bahwa pandemi Covid-19 merupakan persoalan kemanusiaan yang membutuhkan kerja sama seluruh kalangan untuk melawan dan membasminya.
“Kesedihan mendalam terhadap para pejuang pandemi ini, lebih mengingatkan kepada kita bahwa melawan pandemi ini adalah persoalan kemanusiaan, artinya persoalan kita bersama. Bukan hanya persoalannya para dokter, bukan hanya persoalan tenaga medis, tetapi persoalan kita semua. Karena virus ini menimpa kita semua,” ungkap Gus Mus.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua