Turunnya Kesadaran Warga Jadi Tantangan Penanganan Covid-19
Kamis, 3 September 2020 | 09:00 WIB
Muhammad Faizin
Kontributor
Jakarta, NU Online
Tepat enam bulan terhitung sejak diumumkannya pasien pertama terinfeksi virus corona pada 2 Maret 2020, saat ini sudah tercatat 180.646 kasus Covid-19 di Indonesia. Pada Rabu (2/9) pukul 12.00 WIB, terdapat penambahan 3.075 kasus baru Covid-19. Kasus positif berdasarkan data pemerintah juga menunjukkan penambahan setiap harinya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Achmad Yurianto, menyebut bahwa di antara tantangan yang dihadapi dalam penanganan Covid-19 adalah menurunnya kesadaran warga untuk melaksanakan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari.
“Di dalam menghadapi pandemi ini dibutuhkan kedisiplinan kembali untuk patuh pada SOP tentang pengendalian penyakit infeksi,” ia mengingatkan.
Timbulnya ketakutan, penolakan, dan stigma masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dini ke fasilitas pelayanan kesehatan bila mengalami gejala, juga menjadi kendala. Ditambah juga sampai dengan saat ini vaksin Covid-19 masih dalam tahap pengembangan.
Yurianto juga menyebut bahwa pelaksanaan penyelidikan epidemiologi kasus dan contact tracing belum maksimal. Sebenarnya, kondisi ini bisa menjadi kesempatan baik untuk mengevaluasi sistem kesehatan nasional yang dimiliki Indonesia selama ini. Dengan ujian pandemi ini muncul banyak ruang untuk memperbaikinya secara objektif.
Kapasitas laboratorium dan rumah sakit juga belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Begitu juga dengan kapasitas Rumah Sakit Rujukan Penanganan Covid-19 yang belum merata baik sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, dan logistik penunjang tatalaksana pasien Covid-19.
“Beberapa daerah mampu membeli mesin PCR. Tetapi tidak mampu menciptakan SDM nya. Sehingga pun tidak berjalan dengan maksimal,” ungkapnya saat berbicara pada diskusi ‘6 Bulan Covid-19 di Indonesia, Kapan Berakhirnya?’, Kamis (3/9).
Sementara, Kasus penambahan pasien dan gugurnya para tenaga kesehatan saat melaksanakan tugas menjadi kesedihan dan keprihatinan tersendiri. Ini merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia. Sehingga, lanjut dia, penyakit ini harus direspons pada sisi hulu oleh siapapun.
Bahkan, tenaga kesehatan pun juga harus memiliki kewajiban untuk mencegah agar dirinya tidak sakit. Yurianto pun mengingatkan, dalam situasi bencana seperti ini tidak ada lagi yang menjadi pengamat.
“Semuanya terlibat karena semua menjadi korban ataupun berpotensi menjadi korban. Jadi, tidak mungkin di tengah-tengah banjir, ada orang yang sudah kebanjiran sampai leher, hanya mengatakan aku pengamat,” katanya.
“Kekurangan iya, jelas banyak. Tetapi kemudian bukan pada sisi membicarakan ketidakmampuan. Tapi, berupaya untuk membicarakan tentang kekurangan adalah kekurangan, bukan ketidakmampuan,” tambah mantan Jubir Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 ini.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua