Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengikhbarkan 1 Safar 1444 H jatuh pada Senin Pahing (mulai malam Senin) 29 Agustus 2022 Miladiyah.
Hal ini didasarkan atas posisi hilal sebagaimana dalam perhitungan delapan metode ilmi falak secara qath'iy, pada Sabtu, 29 Muharram 1444 H atau bertepatan dengan 27 Agustus 2022 M yang masih berada di bawah ufuk di seluruh Indonesia.
“Berdasarkan minimal lima metode ilmu falak qath’iy, maka pada Sabtu Kliwon 29 Muharram 1444 H / 27 Agustus 2022 M hilal tidak ada di atas ufuk pada saat ghurub di seluruh Indonesia,” kata Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa, Sabtu (27/8/2022), melalui Surat Pengumuman Nomor 027/LF–PBNU/VIII/2022.
“Awal bulan Shafar 1444 H bertepatan dengan Senin Pahing 29 Agustus 2022 M (mulai malam Senin) atas dasar istikmal,” lanjut bunyi pengumuman itu.
Baca Juga
Rebo Wekasan, Hari “Sial” Akhir Safar?
LF PBNU meminta LF di Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Indonesia untuk menyebarkan informasi ini.
“Jajaran Lembaga Falakiyah PWNU dan PCNU se–Indonesia diharapkan bertindak aktif untuk menyebarluaskan pengumuman awal bulan Shafar 1444 H ini kepada warga Nahdlatul Ulama khususnya jajaran pengurus di wilayah/cabangnya masing-masing,” lanjutnya.
Kedudukan hilal terkecil terjadi di Kota Merauke, Provinsi Papua, dengan tinggi negatif 3º 00’ dan elongasi 1º 58’, sedangkan kedudukan hilal tertinggi terjadi di kota Lhoknga Provinsi Aceh dengan tinggi negatif 0º 32’ dan elongasi 1º 31’.
Sementara di markaz Gedung PBNU Jakarta, kedudukan hilal berada pada tinggi negatif 1º 35’ 56” dengan ijtima’ haqiqy (konjungsi Bulan-Matahari secara geosentrik) baru akan terjadi pada pukul 18:31:10 WIB.
Adapun letak matahari terbenam pada 21º 51’ 58” utara titik barat, sedangkan letak hilal sendiri berada pada 22º 22’ 14” utara titik barat.
Rukyatul Hilal wajib
Muktamar ke-34 NU di Lampung pada akhir 2021 memutuskan bahwa rukyatul hilal tidak lagi bersifat fardhu kifayah atau sunnah, jika paling tidak hasil lima metode falak qath’iy ternyata hilal berada di bawah ufuk. Sebab, tujuan rukyatul hilal adalah untuk memastikan terlihatnya hilal, sedangkan hilal menurut metode falak qath’iy tidak mungkin terlihat.
Baca Juga
Doa Bulan Safar
“Karena tidak mungkin terlihat, maka berlaku kaidah bulan Hijriyyah yang sedang berjalan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal). Sehingga 1 Dzulqa’dah 1443 H adalah jatuh pada lusanya, yakni pada Rabu Pon (mulai malam Rabu) 1 Juni 2022 Miladiyah,” jelas Kiai Sirril.
Terkait keputusan ini, Kiai Sirril meminta jajaran Lembaga Falakiyah di tingkat provinsi (PWNU) dan kabupaten/kota (PCNU) se–Indonesia agar bertindak aktif menyebarluaskan pengumuman awal bulan Dzulqa’dah 1443 H ini kepada warga Nahdlatul Ulama terutama di wilayah dan cabang masing-masing.
Sebagai informasi, data hisab hilal 29 Muharram 1444 H masih berada di bawah ufuk, yakni tepatnya –1 derajat 04 menit 10 detik dengan markaz Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, koordinat 6º 11’ 25” LS dan 106º 50’ 50” BT. Sementara konjungsi atau ijtimak bulan terjadi pada Sabtu Kliwon, 27 Agustus 2022 pukul 15:18:34 WIB.
Data hisab ini ini dihitung dengan metode perhitungan ilmu falak terhadap hilal akhir Muharram 1444 H dengan menggunakan sistem hisab jama’i (tahqiqy tadqiky ashri kontemporer) khas Nahdlatul Ulama.
Sementara itu, letak matahari terbenam berada pada posisi 9 derajat 57 menit 59 detik utara titik barat, sedangkan letak hilal 14 derajat 11 menit 12 detik utara titik barat.
Berdasarkan hisab yang sama maka diketahui parameter hilal terkecil terjadi di Kota Merauke Provinsi Papua dengan tinggi hilal –1 derajat 56 menit. Sementara parameter hilal terbesar terjadi di Kota Lhoknga Provinsi Aceh dengan tinggi hilal -0 derajat 04 menit.
Dari data tersebut, dapat diketahui, bahwa hilal awal bulan Safar 1444 H ini belum memenuhi kriteria Imkanurrukyah (kemungkinan hilal dapat terlihat) yang ditetapkan Menteri-menteri Agama Brunai Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS), yakni tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Sementara waktu konjungsi atau ijtimak juga kurang dari 15 jam dari waktu terbenam matahari. Dua hal itu, belum terpenuhinya Imkanurrukyah dan konjungsi kurang dari 15 jam dari matahari terbenam, berarti hilal tidak mungkin dapat terlihat.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua