“Keputusan bahwa pegawai BUMN usia 45 th ke bawah akan mulai bekerja pada tanggal 25 Mei 2020 bisa dinilai tidak peka terhadap rasa keagamaan publik,” ungkapnya di Jakarta, Senin (18/5).
Menurut keputusan pemerintah sendiri, kata Imdad, tanggal 24-25 Mei adalah Hari Raya Idul Fitri 1441 H, sementara merayakan hari besar keagamaan adalah bagian penting hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan warga negara yang harus dihormati dan dijamin pelaksanaannya.
“Maka sudah benar jika hari tersebut diliburkan. Maka keputusan masuk kerja tangga 25 Mei jelas merupakan pelanggaran hak asasi atas kebebasan beragama,” tegasnya. “Memulai kerja di kantor H +1 Hari Raya Iedul Fitri juga mencerminkan dangkalnya pertimbangan akan rasa keadilan kaum beragama, terutama terhadap umat Islam,” katanya.
Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah ini melanjutkan, demi mensukseskan pencegahan Covid 19 hampir 3 bulan, kaum beragama menutup rumah-rumah ibadahnya dan beribadah di rumah termasuk rangkaian ibadah bulan Ramadlan terpaksa dilakukan di rumah masing-masing. Bahkan tak jarang penutupan rumah-rumah ibadah ini melibatkan aparat pemaksa yakni aparat penegak hukum.
“Maka ketika ada keputusan kerja kantor sejak tanggal 25 Mei di BUMN, muncul kesan pemerintah meremehkan umat Islam,” tegasnya.
Karena itu, menurut M. Imdadun Rahmat, SAS Institute mengimbau Menteri BUMN untuk merevisi keputusan tersebut dengan mengundurkan tanggal masuk kantor, beberapa hari setelah Iedul Fitri.
Kedua, mengimbau pihak-pihak tertentu agar hal ini tidak dimanipulasi untuk membentuk opini publik bahwa pemerintah Jokowi-Makruf Amin anti Islam atau narasi-narasi adu domba yang akan merusak upaya bersama seluruh bangsa mengatasi krisis akibat pandemi Covid 19.
Ketiga, di tengah pandemi Covid19, segenap warga negara Indonesia apapun latar belakang ras, etnis, agama dan kepercayaannya harus terus bahu membahu untuk mengatasi situasi krisis ini.
“SAS Institute berpendapat bahwa pemerintah menunjukan tekad kuat dan bersungguh-sungguh mengatasi pandemi Covid 19 dan segala dampaknya. Maka pemerintah perlu terus diberikan dukungan positif. Baik dukungan secara moril, materiil maupun dukungan berupa pandangan ilmiah yang berbasis keumatan,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, bulan Ramadan adalah sebuah kesempatan besar bagi umat Muslim untuk memperbanyak ibadah. Namun demikian, demi kepentingan bersama segera mengatasi persebaran virus ini, kita dituntut bersabar untuk konsisten melakukan ibadah di rumah masing-masing.
“Dalam rangka menjalankan perintah Syariat untuk menghindari wabah, ibadah di rumah di bulan Ramadan kali ini tidak mengurangi esensi serta pahala ibadah,” pungkasnya.
Editor: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua