Jakarta, NU Online
Setiap 24 September masyarakat Indonesia memperingati Hari Tani Nasional. Hari Tani merujuk pada disahkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) oleh Presiden Soekarno.
Sebagai negara yang memiliki lahan pertanian yang luas dan ditopang kesuburan tanahnya, Indonesia terus mendapatkan dorongan untuk terus mengembangkan swasembada pangan. Terutama kesejahteraan petani yang dinilai masih menjadi persoalan sejak kemerdekaan.
Wakil Sekretaris Pengurus Pusat Lembaga Pengembangan Pertanian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPP PBNU), Miftahuddin mengatakan, pertanian bagian dari sektor penting di negara maritim seperti Indonesia. Selain tumbuh beragam tanaman pangan, pertanian berhubungan dengan pemenuhan hajat orang banyak.
"Pengembangan sektor pertanian oleh berbagai pihak terus dilakukan, misalnya oleh pemerintah yang terus berupaya memberikan para petani alat pertanian dan pelatihan kapasitas para petani," kata Miftahuddin di Jakarta, Selasa (24/9).
Kegiatan itu, lanjut Mifta, tentu untuk meningkatkan pengetahuan sistem pengairan, cocok tanam, penyimpanan hasil panen, alat pertanian dan ilmu bertani lainnya. Jika dilihat dari kondisi sekarang, Miftah melihat harusnya pengelolaan pertanian di Indonesia dapat meningkatkan hasil pertanian sebab penduduk Indonesia mayoritas petani dan buruh tani.
“Hari Tani harus menjadi rambu-rambu bagi kita semua untuk terus melakukan peningkatan SDM petani, mereka harus dibina dan ditingkatkan ilmu taninya supaya menghasilkan ilmu sains dan teknologi yang menjurus pada meningkatnya pertanian di Indonesia,” ujar Miftahuddin.
Selanjutnya, para petani di Indonesia perlu meningkatkan inovasi dalam mengatur perairan lahan. Hal itu agar tidak mengandalkan irigasi yang ada sebab seiring dengan perkembangan zaman irigasi tidak lagi memenuhi pengairan pertanian.
“Kenapa begitu, karena irigasi yang diwarisi oleh Belanda kebanyakan sudah tidak berfungsi,” katanya.
Setelah mengetahui pola teknik bertani dengan baik, SDM petani harus diarahkan untuk menggali ilmu manajemen pangan. Pengelolaan pangan dinilai sangat penting untuk menjaga keseimbangan pangan di Indonesia. Misalnya, hasil pangan yang berlebihan tidak akan terdistribusi dengan baik jika tidak diatur dengan sistem yang tepat. Sehingga, pangan di daerah tertentu langka dan menyebabkan melambungnya harga pangan.
“Padahal bukan langka, tapi pengelolaannya yang salah,” ucapnya.
Ia menerangkan, atas berbagai pertimbangan di atas LPP PBNU mengimbau kepada warga Nahdliyin untuk dapat mencontoh Nabi Yusuf. Nabi Yusuf, kata Miftah, terbukti pandai mengelola pangan dengan baik.
“Pada kasus yang terjadi pada zaman Nabi Yusuf, terlihat bagaimana manajemen pangan yang begitu baik. Pada saat itu, di Mesir mengalami 7 tahun masa panen produktif pangan yang gemilang, lalu mengalami masa paceklik yang paling buruk. Dan Nabi Yusuf dijadikan penasihat Raja Mesir dan segera melakukan langkah strategis dan bijak bagaimana mengelola pangan untuk pendistribusian hasil panen secara baik,” tuturnya.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdhori
Editor: Zunus Muhammad