Jakarta, NU Online
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia, Prof Hamdi Muluk mengatakan bahwa sikap terbuka merupakan kunci sukses di era digital yang tak bersekat atau borderless. Akan tetapi, sikap terbuka saat ini sedang diuji dengan eksklusivitas dalam berpolitik atau kerap disebut dengan politik identitas.
"Karena dunia sudah mengglobal, atau istilahnya sekarang borderless, masa Anda anak muda masih ngomongnya terkotak-kotak. Anda harus sering bergaul dengan banyak orang," kata Hamdi Muluk dalam sebuah kesempatan di Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya, kalagan anak muda dapat melewati batas teritori dengan memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang.
Hamdi Muluk melanjutkan, pada dasarnya sikap keterbukaan dan penerimaan pada kelompok lain merupakan watak asli bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku-bangsa. Semangat gotong royong ini pula yang menyatukan suku-bangsa yang berbeda dan berhasil mengantarkan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan serta menyatukannya dalam naungan Pancasila.
"Awal kesepakatan kita berbangsa bernegara ini kan jelas, yaitu Pancasila. Itu modal sosial kita yang terbesar. Secara historis, bangsa ini sudah luar biasa pluralnya. Bangsa kita terdiri dari berbagai macam suku dan budaya. Dengan begitu, artinya tugas Pancasila itu menjaga semua kemungkinan-kemungkinan dari SARA yang disebut identitas primordial itu. Karena hal itu merupakan ancaman semua untuk kesatuan republik Indonesia," terangnya.
Ia menyayangkan derasnya penggunaan identitas kesukuan dan keagamaan dalam momen politik seperti Pilpres dan Pilkada beberapa waktu lalu. Penggunaan secara berlebihan bisa menghantarkan pada kemudlaratan yang lebih luas.
"Seharusnya kita kelola segala perbedaan itu untuk menguatkan persatuan. Jangan malah itu dijadikan alat untuk berpolitik, bisa konflik nantinya bangsa ini. Politik harus terbebas dari isu SARA, harus diarahkan ke toleransi yang dapat menerima budaya yang berbeda-beda," lanjutnya.
Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mengembalikan keharmonisan antarakelompok dalam masyarakat adalah dengan mengingatkan proses terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperjuangkan oleh semua anggota masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
"Masyarakat harus diingatkan lagi dengan sejarah pembentukan republik ini, bahwa kemerdekaan kita adalah gotong royong semua agama dan suku bahu-membahu, nggak ada yang lebih tinggi dari yang lain," pungkasnya.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Kendi Setiawan