Ilsutrasi: Allah berfirman bahwa orang-orang yang benar-benar perang melawan hawa nafsu maka akan ditunjukkan jalan menuju Allah sehingga bisa mendekatkan diri kepada-Nya.
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta KH Akhmad Sodiq memberikan cara atau tips agar umat Islam mampu mendekatkan diri kepada Allah, bahkan menjadi kekasih Allah. Di antaranya harus melakukan mujahadah (perang melawan hawa nafsu) dan riyadhah (upaya spiritual).
“Mendekatkan diri kepada Allah mutlak harus ditempuh melalui perang melawan hawa nafsu. Perang melawan nafsu ini bahasa lainnya adalah mujahadah. Mujahadah itu muharabatunnafsi dan riyadhah tentu,” tutur Kiai Sodiq dalam Pesantren Digital Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), Senin (21/6).
Terkait mujahadah itu telah ditegaskan sendiri oleh Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 69. Difirmankan bahwa orang-orang yang benar-benar perang melawan hawa nafsu maka akan ditunjukkan jalan menuju Allah sehingga bisa mendekatkan diri kepada-Nya.
“Syekh Abdul Qadir mengingatkan bahwa ayat itu menyebutkan tentang syarat dan jawab syarat. Kalau Allah memberikan syarat untuk mendapatkan jalan-Nya, mendekat diri kepada-Nya maka tiada lain kecuali memerangi nafsu,” terang Kiai Sodiq.
Sebab orang yang enggan memerangi hawa nafsu maka tidak akan pernah bertemu jalan menuju Allah. Menurut Syekh Abdul Qodir Al-Jailani, dikuti Kiai Sodiq, orang yang tidak memerangi hawa nafsu maka selamanya tidak akan bertemu dengan kesenangan batin.
“Hatinya tidak akan pernah merasakan keindahan. Tidak akan bertemu dengan khusyuk, kenikmatan beribadah, dan halawatul iman (manisnya keimanan). Itu hanya bisa ditemukan apabila orang mau bermujahadah,” lanjutnya.
Dijelaskan Kiai Sodiq, terdapat tiga macam aturan yang menjadi dasar-dasar mujahadah. Hal ini mesti dilakukan jika seseorang berkeinginan mendekatkan diri kepada Allah. Pertama, alaa ta’kula illa indal faaqah atau jangan makan kecuali lapar.
Suatu ketika, Allah memberi tahu Nabi Dawud untuk mengabarkan kepada umat agar jangan sampai rakus atau makan dengan syahwatnya. Sebab, orang yang memperturutkan syahwatnya maka akan terhijab dari Allah.
“Ini penting dilakukan untuk berusaha agar tidak selalu dalam keadaan kenyang. Karena kalau kenyang itu, pikiran kita susah untuk diajak ajeg dalam persoalan-persoalan batiniah,” jelas Kiai Sodiq.
Kedua, alaa tanama illa indal ghalabah atau hendaklah jangan tidur kecuali mengantuk. Artinya, orang Islam tidak boleh malas. Akan tetapi harus produktif, semangat, dan selalu giat melakukan hal-hal baik. Salah satunya jika di malam hari agar diisi dengan qiyamullail.
“Sampai-sampai Rasulullah berpesan, shalatlah kamu pada malam hari meskipun secepat orang memerah susu. Karena itu, kunci untuk mendekati Allah adalah harus kuat qiyamullail. Kalau tidak kuat, kapan mau mendekatkan diri kepada Allah? Karena di sepertiga malam terakhir, Allah mendekatkan diri sedekat-dekatnya,” ujar Kiai Sodiq.
Diungkapkan, malam adalah pesta ruhaniah bagi para kekasih Allah. Sebab semua kekasih Allah pasti mendekatkan diri kepada Allah pada waktu malam. Malam dibuat berhenti dari kehidupan, semata-mata agar para kekasih Allah bisa bercengkerama dan melakukan selebrasi spiritual kepada Allah.
“Karena itu para ulama biasanya, kalau sampai tidak bisa bangun malam, dia akan menangis dan menganggap diri berlumuran kotoran sehingga merasa tidak pantas diundang untuk hadir di pesta ruhaniah malam ini. Sampai begitu orang-orang yang dekat dengan Allah,” tutur Kiai Sodiq.
Ketiga, alaa tatakallama illa inda dharurah atau jangan bicara kecuali sangat penting. Kiai Sodiq lantas menganggap aneh fenomena media sosial yang terjadi saat ini. Sebab, orang-orang tidak bicara melalui mulutnya tetapi jari-jari terus bekerja di media sosial.
“Itu sama saja. Jangan terlalu rajin bermedsos tetapi tasbihnya nggak muter, dzikir dan ibadahnya nggak jalan. Saya kira tentu tidak tepat kalau seperti itu. Jadi, kita harus bisa membagi waktu,” kata Kiai Sodiq.
Ia menegaskan, umat Islam harus bisa memahami kehidupan seperti sekarang ini yang segala hal ditumpahkan melalui media sosial. Ia menganjurkan agar tidak perlu banyak mengomentari berbagai hal yang tidak terlalu penting.
“Tapi kalau persoalan agama, misalnya, kalau itu memang menyangkut persoalan keimanan, kita (harus) bicara. Tapi kalau misalnya ada salah-salah dikit dan tidak berkaitan dengan hal yang substantif (dalam agama), biarkan saja. Tidak usah terlalu dikomentari semuanya,” pungkas Kiai Sodiq.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua