Nasional

Untuk Berdakwah di Zaman Now, Santri Harus Menguasai Kemajuan Teknologi

Rabu, 24 Oktober 2018 | 10:30 WIB

Jakarta, NU Online
Tantangan Santri di era digital saat ini lebih kompleks dibandingkan era sebelumnya. Saat ini, seorang santri tidak cukup sekedar dibekali dengan pengetahuan agama semata tanpa mempedulikan ilmu sosial dan teknologi. 

Oleh karena itu, seorang santri harus harus dibekali pendidikan yang ggak hanya bertujuan menguatkan aqidah, ibadah dan ahklak namun juga bekal ilmu pengetahuan umum dan wawasan kebangsaan. Melalaui proses tersebut, diharapkan menghasilkan santri yang tak hanya ahli dalam ilmu agama, namun juga menguasai teknologi untuk terlibat untuk menjaga persatuan. 

“Di sinilah kematangan yang harus bisa dicapai oleh para santri, mulai dari kematangan spiritual, sosial, intelektual dan peguasaan teknologi untuk menciptakan NKRI yang lebih kokoh,” ujar Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Ahmad Satori Ismail, di Jakarta, Rabu (24/10).
 
Momentum hari santri adalah momentum yang tepat untuk mengingatkan pentingnya pendidikan yang menyiapkan santri untuk menghadapi tantangan tersebut. Di mana pada dasarnya, semangat ini tak lain merupakan kelanjutan perjuangan jihad santri di masa lalu yang diwarisi dari semangat para ulama.

“Dari sinilah diharapkan para para santri itu bisa menghayati perjuangan para pendahulunya dan dapat menjadi penerus perjuangan mereka untuk menjaga NKRI ini dari berbagai macam rong-rongan seperti radikalisme, terorisme ataupun rong-rongan separatisme dan sebagainya,” ujarnya.
 
Di sisi yang lain, berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat merupakan kesempatan bagi para santri dalam menyiarkan wawasan Islam yang moderat. Tanpa menguasainya, niscaya para santri akan tertinggal jauh dari perkembangan tersebut. 
 
“Nah di sinilah tuntutan kepada para pengelola pesantren atau orang-orang yang menjadi tenaga pendidik di pesantren untuk bisa menyiapkan agar para santri saat ini untuk lebih melek dalam masalah teknologi ataupun informatika,” pungkasnya. (Red: Ahmad Rozali)