Opini

Gus Dur dan Bung Hatta itu Keren! Testimoni Seorang Guru Ngaji

Kamis, 29 Desember 2022 | 11:00 WIB

Gus Dur dan Bung Hatta itu Keren! Testimoni Seorang Guru Ngaji

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Bung Hatta. (Foto: Dok. NU Online)

“Kalian mempunyai seorang idola? Atau jangan-jangan kalian yang sedang diidolakan oleh seseorang.” Sejatinya banyak tokoh yang menjadi idola penulis selain Kanjeng Nabi Muhammad saw. Orang Islam termasuk penulis dan yang di luar sana semua pasti mengidolakan Kanjeng Nabi. Selain menjadi utusan semua tentang Kanjeng Nabi itu baik dan elok untuk dicontoh.


Tapi baiklah, penulis bukan kiai atau ustadz tentunya akan kapiran kalau salah menjelaskan tentang Kanjeng Nabi, lebih baik cerita tentang Kanjeng Nabi diceritakan oleh kiai, ulama, dan para sepuh saja yang lebih mumpuni ilmunya.


Dua tokoh kenamaan yang akan kuceritakan di sini adalah Bung Hatta dan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Tentunya di luar tokoh itu banyak sekali manusia yang menginspirasi dan kujadikan contoh, tapi khusus kali ini biarlah kedua tokoh itu yang menjadi figur utama di judul ini.


Alasan kenapa Bung Hatta dan Gus Dur keren itu simpel, mereka berdua mempunyai prinsip hidup yang kuat. Orang yang mengenal lebih dalam tentang dengan Bung Hatta pastilah sebelumnya telah mengenal dan memahami sosok Bung Karno yang menggelegar itu, aku juga demikian, dan kebanyakan orang di luar sana juga pasti demikian.


Bung Karno adalah sosok yang menggelegar dan besar ketika di podium. Pidatonya selalu menggetarkan hati para pendengar, menambah semangat anak bangsa dan menyiutkan nyali lawan. Apalagi pidato beliau yang katanya hendak menyetrika Amerika dan mencongkel Inggris dengan linggis jika sampai kedua negara itu berani macam-macam dengan Indonesia, dua negara adidaya musuh besar Asia dan Indonesia di masa lalu itu dalam pidatonya hendak dibuat hancur lebur, pidato itu membahana sampai ada lagunya juga “Ganyang Inggris-Amerika”.


Kerennya lagi Bung Karno juga menjabat sebagai presiden pertama dan siapapun tidak akan pernah lupa siapa yang membaca teks proklamasi 17 Agustus 1945. Keren bukan. Bung Hatta terlihat seolah hanya sebagai pelengkap saja, bagi orang yang baru pertama kali belajar sejarah Bung Hatta memang akan terlihat seperti itu. Terkait Bung Karno aku juga menggemarinya. Sampai saat ini aku masih berencana membeli buku tebal berisi kisah tentang beliau, dua jilid banyaknya, masih menjadi rencana lantaran harganya yang ratusan ribu itu.


Perjuangan di balik layar

Awal sekali memang yang terlintas keren dipikiranku hanya Soekarno, Hatta tidak. Bung Hatta adalah salah satu pendiri republik yang namanya tidak bisa kita kesampingkan begitu saja. Sekali saja Bung Hatta berkata tidak, maka proklamasi yang selama ini kita kenal tidak akan pernah dibacakan, atau mungkin terlambat dibacakan, simpel saja alasannya karena Bung Karno hanya mau membaca proklamasi jika ditemani oleh Bung Hatta, baik ditemani secara kehadiran maupun ditemani dalam artian nama mereka bersandingan dalam naskah tersebut. Pastinya jika Bung Karno saja sampai sebegitu inginnya Bung Hatta ada di sampingnya dibanding tokoh lain itu berarti Bung Hatta bukanlah orang sembarangan.


Jika hendak membaca Bung Hatta lebih dalam lagi, maka kita akan disuguhi bagaimana hebatnya beliau. Sepatu Bally misalnya yang sampai akhir hayatnya belum bisa dibelinya, menolak disambut berlebihan saat kunjungan ke Sumatera, kisahnya yang menolak berdansa dengan wanita cantik asal Polandia dan lebih memilih membaca buku, ceritanya di Boven Digul dan Banda Neira ketika diasingkan, cerita 16.000 bukunya yang begitu fenomenal, kisah cintanya bersama Nyai Rachmi, kisahnya bersama penjual buah di negeri Belanda, fenomenalnya beliau di Konferensi Meja Bundar, bersandingnya beliau dengan Ratu Juliana, dan kisah-kisah lain yang menarik disimak.


Jika menyimak kisah Bung Hatta dan tidak ada kesungguhan dalam memahami maka akan terasa membosankan. Apa hei itu hanya perundingan tidak terlihat hebat sama sekali, sangat kontras dengan perjuangan I Gusti Ngurah Rai dari Bali atau Jenderal Sudirman yang bergerilya langsung di hutan melawan kompeni bersama para prajurit. Cerita peperangan atau mengalahkan lawan secara konfrontasi fisik seperti itu memang selalu menarik untuk disimak dan terdengar menarik daripada menyimak dan membaca cerita perundingan, perjanjian, atau apalah itu, dan itulah yang menyebabkan perjuangan Bung Hatta sedikit dikenal. Padahal perjuangan Bung Hatta sama pentingnya dan sama besarnya.


Perjuangan Bung Hatta tentu saja bukan perjuangan fisik. Ya benar, beliau ahli berdiplomasi, beliau akan memperjuangkan bangsanya lewat jalur politik, ekonomi, diplomasi, atau hukum. Jika kalian tertarik dengan cerita kepahlawanan yang heroik seperti konfrontasi fisik atau peperangan, maka cerita Bung Tomo di pertempuran Surabaya itu akan menarik, bisa juga pertempuran lima hari di Semarang, atau Bandung Lautan Api juga cukup fenomenal.


Yang jelas bukan kisahnya Bung Hatta. Sebab aku belum pernah menemukan buku yang bercerita Bung Hatta menembakkan pistol pada serdadu Belanda atau Jepang. Perjuangan dengan jalur perundingan itu penting juga. Bung Hatta adalah salah satu diplomat terbaik yang dimiliki bangsa kala itu bersama KH. Agus Salim, Moh. Roem, Dr. Soepomo, Ali Sastroamijojo, Bung Kecil, Mr. Muwardi dan lainnya.


Jika aku sebagai pemimpin negara dan disuruh mengirim 3 utusan untuk diplomasi terhadap suatu hal yang begitu penting untuk negaraku, maka dua di antara utusan yang akan kukirimkan tanpa ragu akan kupilih Bung Hatta dan KH. Agus Salim untuk menjadi perwakilan, satu orang diplomat lagi akan kupilih lagi belakangan untuk melengkapi mereka berdua. Dua tokoh dari Sumatera itu (Bung Hatta dari Bukittinggi dan KH. Agus Salim dari Padang) adalah jajaran diplomator terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini.


Beberapa perundingan penting dilewati oleh Bung Hatta dan tokoh lain untuk memperjuangkan kemerdekaan, sebab mereka para pendiri bangsa masih belum bisa tidur jika negara ini belum merdeka sepenuhnya. Kita tahu semua jika syarat adanya negara adalah harus ada pengakuan dari negara lain de facto dan de jure dan itu yang diperjuangkan mati-matian. Benar Indonesia merdeka dan memproklamasikan diri pada tahun 1945. Namun ada negara yang masih belum mengakui kemerdekaan, hal itu harus dituntaskan untuk mencapai merdeka yang sepenuhnya.


Gus Dur itu keren

Selain Bung Hatta, Gus Dur itu keren. Cobalah lihat dari nasabnya dulu, beliau menyambung dengan Raja Jawa terdahulu termasuk nanti ke Majapahit. Omong-Omong ayah Gus Dur (KH Abdul Wahid Hasyim) seorang menteri agama yang hebat, pemuda yang hebat, tokoh kemerdekaan yang keren, juga pembelajar yang tekun. Kakeknya (KH Muhammad Hasyim Asy’ari) tidak kalah keren juga, sang pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, seorang ulama yang ilmunya tinggi sekali, disegani siapapun dan jasanya luar biasa besar terhadap bangsa.


Baik Gus Dur Kiai Wahid Hasyim, dan Kiai Hasyim Asy’ari semuanya aku mengidolakannya. Tapi khusus di topik kali ini izinkanlah penulis membahas Gus Dur (tanpa mengurangi hormat dan bakti terhadap Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Hasyim As’yari). Sejatinya tidak sulit untuk menjadikan Gus Dur sebagai seorang idola. Bahkan bagi mereka yang tidak beragama Islam sekalipun akan menganggap Gus Dur spesial sebab jasanya yang besar dalam memperjuangkan kemanusiaan yang adil dan beradab.


Gus Dur menjabat sebagai presiden Indonesia setelah era orde baru dan periode BJ Habibie. Meski menjadi seorang presiden, namun titik yang akan kutekankan bukan hanya jabatan presiden itu sendiri namun lebih dari itu beliau adalah sosok pemimpin yang melampaui zaman. Bangsa ini belum siap dipimpin orang sekaliber Gus Dur yang luar biasa visioner seolah bisa melihat masa depan.


Gus Dur, jika bangsa ini mengenalnya sebagai seorang Presiden Indonesia lain halnya denganku, di mataku beliau selain sebagai seorang Presiden juga adalah guru bangsa yang keren. Bagaimana tidak, saudara kita yang beragama Khonghucu berani dan nyaman beribadah mulai era Gus Dur. Beliau memberi ruang luas kepada saudara yang beragama Khonghucu untuk menjalankan ibadah di negeri ini. Basic-nya sebagai tokoh besar agama Islam tidak mengurangi niatnya untuk memberi ruang pada saudara-saudara Khonghucu. Pun ketika hari raya mereka tiba, pemerintah memberlakukan hari libur nasional seperti ketika hari besar agama lain tiba.


Gus Dur adalah sosok yang memikirkan bangsanya dengan cara yang unik. Jalur politik dipilihnya untuk membuat keadilan bagi sesama tetap kokoh. Gus Dur sadar bahwa kebinekaan adalah identitas bangsa yang tidak mungkin bisa diubah, keberagaman sudah menjadi bagian dari negara. Untuk itu, Gus Dur memberikan teladan bagaimana merajutnya supaya tetap terjaga. Banyak buku yang menceritakan tentang Gus Dur, mulai dari buku yang bercerita biografinya secara lengkap juga ada buku yang khusus membahas jokes (lelucon, humor) beliau.


Beliau memang tokoh besar yang gemar sekali dengan jokes. Tapi jokes-nya selalu berbobot, jokes orang jenius. Selain buku yang bercerita tentang beliau di zaman sekarang banyak tokoh yang dekat dan mempunyai pengalaman langsung dengan Gus Dur ketika beliau masih hidup. Seperti putri beliau sendiri, anggota keluarga dari Tebuireng, tokoh politik ternama, sampai tokoh yang jarang diliput media. Interaksi dengan Gus Dur tentunya menyenangkan sebab beliau orang yang supel, bersahaja, dan mempunyai banyak hal untuk diceritakan karena pengetahuannya yang luas.


Sejatinya Gus Dur dan Bung Hatta itu mempunyai beberapa kesamaan. Seperti yang kuutarakan diawal bahwa beliau berdua adalah tokoh bangsa yang memiliki prinsip kuat dalam hidupnya. Tidak hanya berprinsip tapi juga berdiri dan memegang prinsip yang dimilikinya dengan kuat. Gus Dur dan Bung Hatta berada di jalur yang sama yaitu sama-sama berada di jalur politik, satunya lagi presiden dan satu lagi yang lain menjadi wakil presiden pada masanya.


Meski mereka berada di jalur politik, mereka tidak hanya asal berpolitik, tentu saja perjuangan mereka adalah memperjuangkan bangsanya lewat jalur itu. Bung Hatta berdiplomasi dan menyuarakan politik Indonesia merdeka melawan kompeni. Sedangkan Gus Dur dengan jalur politiknya berusaha memperbaiki tatanan negara dengan beberapa kebijakannya selama menjabat sebagai presiden.


Baik Bung Hatta maupun Gus Dur, mereka adalah seorang pembaca dan penulis yang ulung. Tak terbilang berapa banyak jumlah buku yang dibaca beliau berdua. Bahkan menurut kisah sampai dibawa ke penjara dan pengasingan pun Bung Hatta menyertakan buku-buku bersama dirinya untuk menemani, sosok Bung Hatta adalah pribadi yang menghormati buku-buku, satu lembar kertasnya pun tidak dibiarkannya berdebu.


Gus Dur juga demikian, saking banyaknya buku yang dibaca penglihatan beliau sampai mulai terganggu, menurut cerita beliau kalau membaca tidak hanya sekadar membaca tapi juga memberi catatan kecil dan keterangan. Selain itu background-nya yang lahir dan besar di lingkungan pesantren membuatnya tidak bisa jauh dari Al-Qur’an maupun kitab kuning. Kalau ada yang bertanya kepada siapa bangsa ini harus berkiblat dalam urusan buku bacaan atau membaca buku, maka aku tanpa ragu akan menjawab Bung Hatta dan Gus Dur.


Bung Hatta itu keren, Gus Dur juga. Aku berkiblat kepada dua sosok ini dan menjadikannya tolok ukur untuk menilai orang lain apakah keren atau tidak. Jika ada orang yang mewarisi semangat, prinsip hidup, dan cita-cita yang diwariskan oleh Bung Hatta dan Gus Dur, aku tidak akan berpikir dua kali untuk menilainya sebagai orang yang ‘keren’, meski tampangnya biasa saja, tidak kaya, tidak banyak diliput media, meski seorang petani kecil yang rumahnya di ujung desa, aku akan tetap menganggapnya keren.


Sebaliknya jika ada orang yang dianggap keren oleh kebanyakan orang, namun tidak memiliki semangat, prinsip hidup, dan cita-cita seperti Bung Hatta dan Gus Dur, maka aku akan menganggapnya biasa saja meski dia sering diliput banyak media dan banyak orang bermufakat untuk menyebutnya keren.


Terkait idola, itu adalah sesuatu yang penting, karena penting maka idolakanlah orang penting. Mengidolakan sosok di luar Kanjeng Nabi boleh-boleh saja menurutku, selama sosoknya baik dan memang layak dijadikan idola. Apa-apa yang dilakukan, diajarkan, dan diwariskan oleh Bung Hatta dan Gus Dur sejatinya selaras dengan apa yang diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad saw. Fakta ini keren sebab ketika kita mengerjakan apa yang diajarkan Bung Hatta dan Gus Dur sejatinya kita juga mengerjakan apa yang diajarkan Kanjeng Nabi.


Mendengarkan dan membaca cerita-cerita hebat tentang Bung Hatta dan Gus Dur selalu menyenangkan. 


M. Zahwan Anwar, guru ngaji di PPTQ Masjid Agung Surakarta, Jawa Tengah