Aru Lego Triono
Kontributor
Tepat pada setiap 28 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Puisi Nasional. Momentum ini diperingati untuk menghormati wafatnya Penyair berjuluk ‘Si Binatang Jalang’ Chairil Anwar pada 28 April 1949. Chairil merupakan penyair angkatan ’45 yang memelopori gaya penulisan puisi modern.
Sementara itu, di Nahdlatul Ulama juga terdapat seorang kiai yang sekaligus penyair. Ialah KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. Melalui puisi-puisinya, Gus Mus kerap kali mengritik penguasa yang terkadang jauh dari cita-cita yang diingini rakyat. Terdapat banyak puisi Gus Mus yang bernuansa kritik terhadap penguasa.
Sejak muda, Gus Mus memang memiliki kebiasaan untuk menulis dan membaca sajak. Ia banyak memuat tulisan-tulisan puisi di berbagai media massa. Gus Mus juga sempat memiliki nama pena M. Ustov Abi Sri. Hal tersebut bertujuan untuk menghindarkan diri dari bayang-bayang nama besar ayah dan keluarganya.
Dikutip dari situs resmi Gus Mus bahwa sebenarnya membaca puisi saat berdakwah, bukan hal baru di kalangan pesantren. Akan tetapi, pembacaan puisi sebagaimana yang dibawakan Gus Mus dengan sajak-sajak ‘mbeling’ memang baru dimulai Gus Mus.
Bagi Gus Mus, puisi menjadi media untuk mengomunikasikan berbagai situasi sosial yang aktual dengan para santri atau audiensnya. Dengan begitu maka terbukalah dialog sehingga terbuka harapan akan meningkatnya pemahaman yang lebih tentang diri sendiri, sesama, situasi lingkungan, dan agama.
Dalam puisi berjudul Negeri Haha Hihi, Gus Mus hendak bercerita dan memberi kabar tentang situasi sosial-politik yang terjadi di negeri ini. Secara ironi, Gus Mus menggambarkan negeri ini dipenuhi dengan lakon yang lucu tetapi sekaligus membuatnya muak.
Gus Mus menyinggung perilaku para pemimpin di negeri ini yang kerap pamer kebodohan dan keangkuhan. Bahkan, penegak hukum pun tak lepas dari sasaran kritik Gus Mus dalam puisi ini. Begitu pula para politisi yang sering obral janji tanpa eksekusi.
Berikut puisi Negeri Haha Hihi
Bukan karena banyaknya grup lawak,Â
maka negriku selalu kocak
Justru grup – grup lawak hanya menggangguÂ
dan banyak yang bikin muak
Negeriku lucu, dan para pemimpinnya suka mengocok perut
Banyak yang terus pamer kebodohanÂ
dengan keangkuhan yang menggelikan
Banyak yang terur pamer keberanianÂ
dengan kebodohan yang mengharukan
Banyak yang terus pamer kekerdilanÂ
dengan teriakan yang memilukan
Banyak yang terus pamer kepengecutanÂ
dengan lagak yang memuakkan. Ha ha ...
Penegak keadilan jalannya miringÂ
Penuntut keadilan kepalanya pusing
Hakim main mata dengan maling
Wakil rakyat baunya pesing. Hi hi ...
Kalian jual janji – janjiÂ
untuk menebus kepentingan sendiri
Kalian hafal pepatah-petitihÂ
untuk mengelabui mereka yang tertindih
Pepatah petitih, ha ha ...
Anjing menggonggong kafilah berlalu,Â
Sambil menggonggong kalian terus berlaluÂ
Ha ha, hi hi ...
Ada udang dibalik batu,Â
Otaknya udang kepalanya batuÂ
Ha ha, hi hi
Sekali dayung dua pulau terlampauiÂ
Sekali untung dua pulau terbeliÂ
Ha ha, hi hi
Gajah mati meninggalkan gading
Harimau mati meninggalkan belang
kalian mati meninggalkan hutangÂ
Ha ha, hi hi
Hujan emas dinegeri orang, hujan batu dinegri sendiri,
Lebih baik yuk hujan – hujanan caci maki.
Ha ha, hi hi
Selain Negeri Haha Hihi, puisi lain yang mengandung kritik juga dibuat Gus Mus. Puisi tersebut berjudul Nyanyian Kebebasan Atawa Boleh Apa Saja. Di puisi ini, Gus Mus menyinggung secara ironi tentang makna merdeka. Oleh karena kemerdekaan yang keterlaluan, terjadilah silang-peran.
Siapa pun boleh berperan menjadi apa saja, karena terakomodasi oleh kemerdekaan. Karenanya, berbagai peran yang tidak dilakukan para ahlinya itu menjadikan kata ‘merdeka’ hanya dijadikan pertanyaan belaka.Â
Berikut ini adalah puisi Nyanyian Kebebasan Atawa Boleh Apa Saja karya Gus Mus
Merdeka!
Ohoi, ucapkanlah lagi pelan-pelan
Merdeka
Kau ‘kan tahu nikmatnya
Nyanyian kebebasan
Ohoi,
Lelaki boleh genit bermanja-manja
Wanita boleh sengit bermain bola
Anak muda boleh berkhutbah dimana-mana
Orang tua boleh berpacaran dimana saja
Ohoi,
Politikus boleh berlagak kiai
Kiai boleh main film semau hati
Ilmuwan boleh menggugat ayat
Gelandangan boleh mewakili rakyat
Ohoi,
Dokter medis boleh membakar kemenyan
Dukun klenik boleh mengatur kesejahteraan
Saudara sendiri boleh dimaki
Tuyul peri boleh dibaiki
Ohoi,
Pengusaha boleh melacur
Pelacur boleh berusaha
Pembangunan boleh berjudi
Penjudi boleh membangun
Ohoi,
Yang kaya boleh mengabaikan saudaranya
Yang miskin boleh menggadaikan segalanya
Yang di atas boleh dijilat hingga mabuk
Yang di bawah boleh diinjak hingga remuk
Ohoi,
Seniman boleh bersufi-sufi
Sufi boleh berseni-seni
Penyair boleh berdzikir samawi
Muballigh boleh berpuisi duniawi
Ohoi,
Si anu boleh anu
Siapa boleh apa
Merdeka?
Sekalipun banyak puisi-puisinya yang menyindir dan menyinggung perilaku para penguasa, pemimpin, dan politisi negeri ini yang dianggap tidak sejalan dengan cita-cita keinginan rakyat. Gus Mus pun, dalam salah satu puisinya, pernah menyindir para penyair untuk berhenti menyanyi sendu atau membuat puisi yang berisi tentang cinta.
Dalam puisi berjudul Kepada Penyair yang ditulis pada 1414 hijriah, Gus Mus nampaknya gregetan dengan kealpaan para penyair untuk mengritik fenomena sosial yang mulai diliputi kegelapan. Ia mencoba membangunkan para penyair untuk bangun dan melihat kesewenang-wenangan yang membuat nurani tak berdaya.Â
Berikut puisi Kepada Penyair karya Gus Mus
Brentilah menyanyi sendu
tak menentu
tentang gunung-gunung dan batu
mega-mega dan awan kelabu
tentang bulan yang gagu
dan wanita yang bernafsu
Brentilah bersembunyi
dalam simbol-simbol banci
Brentilah menganyam-anyam maya
mengindah-indahkan cinta
membesar-besarkan rindu
Brentilah menyia-nyiakan daya
memburu orgasme dengan tangan kelu
Brentilah menjelajah lembah-lembah
dengan angan-angan tanpa arah
Tengoklah kanan-kirimu
Lihatlah kelemahan di mana-mana
membuat lelap dan kalap siapa saja
Lihatlah kekalapan dan kelelapan merajalela
membabat segalanya
Lihatlah segalanya semena-mena
mengkroyok dan membiarkan nurani tak berdaya
Bangunlah
Asahlah huruf-hurufmu
Celupkan baris-baris sajakmu
dalam cahya dzikir dan doa
Lalu tembakkan kebenaran
Dan biarlah Maha Benar
yang menghajar kepongahan gelap
dengan mahacahyaNya
Penulis: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
6
5 Masalah Bakal Dibahas Komisi Maudhu'iyah di Munas NU 2025, Berikut Alasannya
Terkini
Lihat Semua