Mustolih Siradj
Kolomnis
Haji memiliki daya tarik luar biasa bagi siapa pun, ada jutaan orang yang rela antre untuk ke Tanah Suci. Di samping itu, tidak sedikit masyarakat yang berkeinginan untuk terlibat langsung dalam perhelatan terbesar di dunia, bukan sebagai jamaah melainkan menjadi petugas. Bahkan ada sebagian kalangan yang meyakini menjadi petugas haji merupakan prestasi tersendiri karena berkesempatan melayani tamu-tamu Allah (dhuyufurahman) dan bertugas di dua kota suci sekaligus bisa beribadah di momen sakral. Oleh sebab itu, wajar bila seleksi dan persaingan calon petugas haji begitu ketat karena yang mendaftar ada ribuan.
Petugas haji merupakan elemen sangat penting yang akan menentukan sukses dan tidaknya penyelenggaraan ibadah haji dari mulai sejak proses persiapan administrasi, pemberangkatan, puncak prosesi di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) sampai dengan mengawal kembali ke Tanah Air. Mandat yang dipikul tidak ringan dari menyiapkan konsumsi, transportasi, bimbingan ibadah, melakukan pengawalan selama di Tanah Suci, menjamin keamanan, memberikan layanan kesehatan, menjamin keselamatan, hingga mengendong para lansia yang mengalami kendala kemampuan fisik dan kesehatan.
Dengan tugas yang begitu luas, petugas haji direkrut bukan saja dari kalangan internal Kemenag tetapi melibatkan lintas kementerian dan lembaga antara lain unsur TNI, Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM serta pemerintah daerah. Termasuk dari perwakilan ormas, perguruan tinggi dan pondok pesantren. Hal ini penting karena Indonesia negara terbesar pengirim jamaah haji setiap tahunnya perlu penanganan dan manajemen yang tidak sederhana.
Oleh sebab itu, Komnas Haji berharap agar semua petugas dalam bertugas hendaknya melayani dengan sepenuh hati dan dedikasi mengikuti SOP (Standard Operating Procedure) yang sudah ditentukan. Terlebih di tahun 2024 ini masih mengusung tema haji ramah lansia, para petugas diharapkan dapat memberikan layanan optimal yang humanis, menganggap jamaah adalah keluarga sendiri. Terkhusus terhadap para lansia agar dilayani dan dirawat seperti orang tua sendiri.
Ada beberapa titik krusial yang penting menjadi perhatian utama petugas. Pertama pada fase gelombang kedatangan dimana kesiapsiagaan petugas menjemput dan memberikan pengawalan ribuan jamaah dari bandara hingga dipastikan masuk ke hotel atau pemondokan. Di fase ini, jamaah yang baru tiba di Tanah Suci Baik Mekkah maupun Madinah akan antusias melakukan ibadah sunah. Jamaah yang baru ke Tanah Suci biasanya akan tersesat dan tidak jarang yang mengalami disorientasi psikologi.
Berikutnya fase puncak haji di tanggal 10-13 Dzulhijjah dimana jamaah harus bergerak secara serentak menjalankan ibadah menuju kawasan Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna). Di sinilah titik paling rawan dan krusial sehingga menjadi momen pertaruhan sebab di tempat tersebut jamaah haji Indonesia akan membaur bersama jutaan manusia dari berbagai penjuru dunia. Kegiatan di tiga tempat tersebut khususnya Mina akan sangat menguras fisik dan stamina petugas, biasanya tidak jarang yang ambruk dan sakit karena kelelahan mendampingi jamaah melakukan ibadah jumrah di Jamarat, ditambah faktor cuaca panas yang terbilang ekstrem.
Ketiga adalah fase setelah Armuzna, setelah puncak proses haji selesai jadwal kegiatan ibadah wajib selesai sehingga banyak waktu longgar tinggal menjalankan ibadah sunnah. Jamaah pun biasanya menggunakan waktu untuk berwisata sambal menunggu jadwal pemulangan. Oleh sebab itu terkadang muncul anggapan tugas telah selesai sehingga perhatian dan konsentrasi kepada jamaah bisa menurun. Anggapan ini tidak boleh terjadi karena petugas harus bekerja sampai tuntas memastikan jamaah tetap sehat dan selamat hingga pulang ke Tanah Air atau operasional haji resmi berakhir.
Peran dan reputasi petugas haji Indonesia selama ini sangat baik diakui oleh otoritas Arab Saudi sehingga hampir setiap tahun mendapat apresiasi khusus karena mampu membawa ratusan ribu jamaahnya tertib dan ramah. Reputasi dan kinerja jajaran petugas haji ini membuat beberapa negara pengirim jamaah seperti Turki, Pakistan, Malaysia, Bangladesh, Nigeria dan beberapa negara lain merasa perlu melakukan studi banding untuk belajar manajemen haji ke Indonesia. Bagaimana cara mengelola ratusan ribu orang dengan baik. Prestasi semacam ini tentu harus dipertahankan.
Baca Juga
Ini Larangan-larangan dalam Ibadah Haji
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua