Opini

Memaknai Tahun Baru sebagai Momen Zakat

Senin, 30 Desember 2019 | 11:30 WIB

Memaknai Tahun Baru sebagai Momen Zakat

Dalam harta orang kaya sesungguhnya ada hak mereka yang membutuhkan.

Gegap gempita menyambut datangnya tahun baru hampir selalu terasa tiap tahun, mulai dari kota-kota besar hingga sampai penjuru desa. Berbagai momen acara digelar, mulai dari pengajian hingga hiburan.

 

Seringkali pelaksanaan perayaan didasarkan tidak lebih dari sekadar memanfaatkan momen bahwa di hari itu banyak anggota keluarga sedang berkumpul. Anak-anak berkumpul bersama dengan orang tuanya, setelah menjalani proses ujian semester di sekolahnya atau lembaga pendidikan tempatnya belajar.

 

Kesempatan liburan yang bukan momen keagamaan ini kerap juga dirayakan dengan melakukan liburan bersama ke tempat-tempat wisata. Namun, sebenarnya ada yang lebih penting lagi diperhatikan selain dari sekadar perayaan itu semua. Apa itu?

 

Ketika berada di penghujung tahun, banyak perusahaan melakukan pelaporan selama satu tahun perjalanan usahanya. Momen ini dikenal dengan istilah masa tutup buku. Beberapa pabrik mengistilahkan masa tutup giling. Saat itu perusahaan mulai menghitung dan melaporkan keuntungan yang didapat dari usahanya selama satu tahun.

 

Sebaliknya, di awal tahun baru, perusahaan mulai merencanakan usaha baru, terobosan baru untuk melakukan usaha di satu tahun yang akan datang. Masa ini dikenal dengan istilah masa buka buku. Kalau pabrik tebu, biasanya ada istilah buka giling. Ada modal yang dianggarkan dan diikutsertakan di dalamnya. Kadang ada pengurangan modal, namun terkadang pula ada penambahannya.

 

Dua momen usaha ini, yaitu masa tutup buku dan masa buka buku, adalah momen yang rutin tahunan. Dan momen ini menjadi sangat penting bila keduanya dihubungkan dengan salah satu praktik ubudiyah maliyah (peribadatan dengan harta) dalam ajaran agama Islam, yaitu zakat.

 

Momen tahun baru dalam Islam, secara tidak langsung memiliki arti sebagai berikut:

 

Pertama, momen tercapainya haul harta yang wajib dizakati

Nabi shallallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ليس في مال زكاة حتى يحول عليه الحول

 

Artinya: “Tidak ada zakat bagi mal zakawi sehingga tercapai satu tahun” (HR. Imam Ahmad, al-Tirmidzy dan Ibn Majah).

 

Imam al-Hasan Al-Bashri, di dalam sebuah nukilan menyatakan:

إذا حلَّتْ عليك الزَّكاةُ؛ فانظر ما كان عندك مِن نقْدٍ أو عرَضٍ للبَيعِ، فقوِّمْه قيمةَ النَّقد، وما كان من دَينٍ في مَلاءةٍ فاحسِبْه، ثم اطرحْ منه ما كان عليك من دَينٍ، ثم زكِّ ما بَقِيَ

Artinya: “Bila tiba saat dirimu mengeluarkan zakat (karena mencapai haul), maka telitilah harta yang ada di sisimu, antara lain harta naqdin (dirham dan dinar), harta dagang, lalu taksirlah dengan nilai naqd. Dan bila ada harta kekayaan yang masih terdapat dalam bentuk utang, maka hitunglah. Kemudian potong darinya tanggungan utangmu, lalu tunaikan zakat untuk harta yang tersisa” (Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam, Al-Amwal, Damaskus: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2007, h. 891).

 

Kedua, momen untuk meneliti semua jenis barang yang masuk wajib zakat

Beberapa jenis barang yang masuk wajib dizakati, ada 5, yaitu hewan ternak (kambing, unta, dan sapi), barang berharga (emas dan perak), tanaman (padi, gandum, kacang-kacangan), buah (kurma, anggur), ‘urudlu al-tijarah (harta dagang). Kelima jenis harta zakawi ini masuk unsur yang wajib dizakati setelah tercapai syarat satu tahun dan tercapai satu nishab (batas minimum wajib zakat).

 

Ketiga, momen menghitung nishab zakat

Bagaimanapun juga, semua harta zakawi adalah tidak wajib dikeluarkan zakatnya, tanpa syarat ketercapaian nishabnya. Ada beberapa metode penentuan nishab harta zakat. Pertama, untuk hewan ternak, maka nishab zakat ditetapkan berdasarkan kuantitas yang telah ditetapkan oleh syariat. Misalnya untuk kambing, nishab minimal adalah 40 ekor. Kurang dari 40 ekor, masih terhitung belum wajib mengeluarkan zakat. Demikian pula untuk harta zakat ternak yang lain, yaitu sapi (30 ekor), dan unta (5 ekor).

  

Untuk emas dan perak, nishab zakatnya dihitung berdasar kuantitas emas murni 24 karat, seberat 85 gram. Sementara untuk perak, disepakati nishabnya adalah 549 gram. Adapun zakat dikeluarkan berupa qimah (harga emas). Hal yang sama berlaku untuk zakat harta dagang. Penghitungan nishabnya mengikuti harga emas seberat 85 gram, namun zakatnya dikeluarkan dengan qimah (harga emas) dan bahkan tidak cukup bila dikeluarkan dalam rupa emas.

  

Untuk zakat tanaman dan buah-buahan, nishabnya dihitung berdasarkan kuantitas barang, kemudian dikeluarkan dengan rupa kuantitas, sesuai tipe lahannya, apakah tipe irigasi berbayar, tadah hujan, ataukah campuran. Kemudian hisab masing-masing disesuaikan menurut lama bulan, atau boleh ditakdir dengan sebesar 7.5% (khususnya bila sulit membedakan masing-masing lama bulan itu).

 

Untuk zakat harta tambang, nishabnya dihitung berdasar harga emas murni, selanjutnya dikeluarkan seketika ketika harta tambangnya telah mencapai kadar emas yang telah ditetapkan. Harta rikaz (harta temuan berupa emas perak milik orang terdahulu sebelum Islam), wajib dikeluarkan sebanyak dari harta temuan, seketika ketika barang tersebut berhasil digali dan didapatkan.

 

Itulah tiga hal yang hendaknya dipikirkan oleh seorang Muslim ketika tiba momen tahun baru. Memang, dalam hal zakat, penghitungan tahun yang diikuti adalah tahun hijriah. Namun dalam momen menjelang akhir tahun masehi, setidaknya dalam masa tutup buku dan buka buku sebuah perusahaan atau kegiatan usaha, tiga hal di atas cukup pas bila dikampanyekan. Mengampanyekan ibadah maliyah zakat, adalah bagian dari kesunnahan, atau bahkan kewajiban setiap Muslim. Selamat tahun baru Masehi! Salurkan zakat Anda pada NU Care-LAZISNU setempat! Amanah dan terpercaya.

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur