Pustaka

Fathul Mannan, Kitab Pegon Pegangan Baca Al-Qur’an

Kamis, 12 April 2018 | 13:00 WIB

Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjadi mukjizat, dan dianjurkan untuk dibaca oleh umat Islam setiap saat. Membaca Al-Qur’an, dalam ajaran Islam, termasuk ibadah yang sangat dianjurkan untuk diamalkan setiap hari. Akan tetapi, banyak diantara kalangan umat Islam Nusantara, khususunya Jawa, yang belum mengerti secara mendalam, tentang tatacara membaca Al-Qur’an yang baik dan benar, sehingga masih banyak yang membaca Al-Qur’an secara serampangan dan tidak sesuai dengan ilmu tajwid Al-Qur’an.

Pada zaman sekarang, ilmu tajwid dan ilmu qiraat, sudah jarang diminati untuk dipelajari dan diteliti secara mendalam. Ilmu tajwid sering dianggap sebagai ilmu yang ringan, ilmu kulit, dan ilmu yang hanya layak dipelajari oleh anak-anak kecil di Taman Pendidikan Al-Qur’an. Anggapan ini tentu saja keliru, karena segala ilmu yang bersinggungan dengan Al-Qur’an, baik secara lahir maupun batin, merupakan ilmu-ilmu pokok yang harus dipelajari oleh seorang Muslim.

Berangkat dari latar belakang, bahwa: (1) masih banyak masyarakat Islam Indonesia yang belum mampu untuk membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, (2) masih banyak masyarakat Islam Indonesia yang belum memahami ilmu tajwid, (3) langkanya referensi dan kajian tentang ilmu tajwid; Kiai Maftuh Basthul Birri, sang begawan Al-Qur’an, pengasuh Pondok Pesantren Murottilil Qur’an Lirboyo Kediri, tergerak hatinya untuk menulis kitab pegon tentang ilmu tajwid berjudul Fathul Mannân li Tashhîh Alfâdz al-Qur’ân ini. Kiai Maftuh Basthul Birri, di dalam kitab tersebut dhawuh (dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab pegon, red):

كَاڤْرَاهِيْڤُونْ تِيْيَاڠْ مَاهَوسْ اَلْقُرْآنْ سَامِيْ كِيْرَاڠْ ڤَاڠٓرْتَوْسَانْ إِيْڤُونْ دُوْمَاتٓڠْ حُكُمْ-حُكُمْ وَاهَوْسَانْ، سَاهِيڠْڮَا مَاهَوسْ إِيْڤُونْ سَامِيْ سٓمْبٓرَانَا لَنْ كِيْرَاڠْڤَاڠٓرْتَوْسَانْ إِيْڤُونْ. أَمَرْڮِيْ وَونْتٓنْ كَلَانِيْڤُونْڠَاهَوسْ إِيْڤُونْ تَكْسِيهْ كِيْرَاڠْ، أُوْتَاوِيْ لَاتِيْهَانْ دِيْسِيڤْلِينْ إِيْڤُونْ إِڠْكَڠْ كِيْرَاڠْ، لَاجٓڠْ اَڠْڮَامْڤِيلْ أَكٓنْ وَاهَوْسَانْ

Artinya: “Kebanyakan orang membaca Al-Qur’an kurang memiliki pengetahuan tentang hukum-hukum bacaan, sehingga bacaannya pun ngawur dan tidak sesuai aturan. Hal itu disebabkan, adakalanya karena jarang mengaji, atau sering mengaji namun tidak disiplin dalam menerapkan hukum-hukum bacaan sehingga menyepelekan bacaan.” 

Di dalam kitab Fathul Mannan ini, Kiai Maftuh yang terkenal memiliki standar tinggi dalam hal bacaan Al-Qur’an, mengupas tuntas tema-tema penting di dalam ilmu tajwid, yang sesuai dengan riwayat bacaan Imam Hafsh bin Sulaiman, salah satu perawi Qiraat Imam ‘Ashim bin Abi Najud. Pembahasan-pembahasan di dalam kitab tersebut disandarkan kepada kitab-kitab ilmu tajwid yang sudah terkenal valid dan terpercaya, seperti: kitab al-Mandzûmah asy-Syâthibiyyah, al-Mandzûmah al-Jazariyyah, Irsyâd al-Ikhwân Syarh Mandzûmat Hidâyat ash-Shibâan, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, al-Minah al-Fikriyyah, Sirâj al-Qâri’, Nihâyah al-Qaul al-Mufîd dan kitab-kitab lain yang membahas ilmu tajwid dan qiraat. 

Selain pembahasan yang mendetail tentang tema-tema pokok ilmu tajwid yang ditulis dengan aksara Pegon, yang menarik dari kitab ini adalah bahwa kitab ini ditashih oleh para ulama besar ahli Al-Qur’an Nusantara, seperti: Simbah KH Muhammad Arwani Amin Sa’id pendiri Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus, Simbah KH Nawawi Abdul Aziz pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Yogyakarta, Simbah KH Ahmad Munawwir bin KH Muhammad Munawwir salah satu pengasuh Pondok Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Simbah KH Adlan ‘Aly pendiri Pondok Putri Walisongo Cukir Jombang, dan Simbah KH Abu Syuja’ Ngadiluwih Kediri. Semua kiai-kiai yang mentashih kitab Fathul Mannan merupakan guru-guru dari Kiai Maftuh Basthul Birri.

Kiai Muhammad Arwani Amin Kudus mengomentari kitab Fathul Mannan karya Kiai Maftuh, dengan berkata bahwa kitab ini merupakan kitab ilmu tajwid lengkap, yang membahas pokok-pokok bahasan ilmu tajwid yang sangat penting dan jarang dibahas di dalam kitab-kitab tajwid lain, yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Jawa. 

Kiai Nawawi Ngrukem Yogyakarta mengomentari kitab Fathul Mannan, dengan menyatakan bahwa kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus dan cocok untuk dipelajari oleh para pemula. Bahkan Kiai Nawawi Ngrukem menganggap bahwa upaya yang dilakukan oleh Kiai Maftuh, merupakan aplikasi dari konsep hifdhul hâl atau menjaga laku, yakni laku dalam membaca Al-Qur’an supaya sesuai dengan aturan dan kaidah yang berlaku. Di dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim disebutkan, bahwa afdhalul ‘ilmi ‘ilmul hâl wa afdhalul ‘amal hifdhul hâl, sebaik-baik ilmu adalah ilmu laku dan sebaik-baik amal adalah menjaga laku. Membaca Al-Qur’an merupakan ‘amal al-hâliy, yakni sebuah amal atau laku yang dianjurkan untuk dilakukan setiap hari. Amal atau laku ini harus dijaga, dari segala bentuk penyimpangan dan kesalahan. Dan kitab Fathul Mannan ini merupakan panduan untuk menjaga amal “Membaca Al-Qur’an”, agar tidak terjatuh dalam kesalahan, baik yang bersifat ringan (lahn khafiy) maupun yang bersifat berat (lahn jaliy). 

Kiai Maftuh Basthul Birri, maupun guru-gurunya yang telah disebut di atas, merupakan tokoh-tokoh pejuang Al-Qur’an yang sangat terkenal ketat dalam hal bacaan Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an bagi mereka, tidak boleh sembarangan, tidak boleh asal bunyi, dan harus sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid yang telah ditetapkan. Hal ini senada dengan sebuah syair yang digubah oleh Syekh Syamsuddin Ibn al-Jazari:

وَالْأَخْذُ بِالتَّجْوِيْدِ حَتْمٌ لَازِمٌ :: مَنْ لَّمْ يُجَوِّدِ الْقُرْأَنَ آثِمٌ

Membaca Al-Qur’an dengan tajwid merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan :: 
Barang siapa tidak membaca Al-Qur’an dengan tajwid maka ia berdosa kepada Tuhan

Sikap ketat dalam membaca Al-Qur’an yang diterapkan oleh Kiai Maftuh tersebut bisa terbaca dan bisa dirasakan melalui karya beliau Fathul Mannân li Tashhîh Alfâdz al-Qur’ân ini. Penjelasan mengenai bab-bab ilmu tajwid begitu detail, dan sangat mudah dipahami oleh para pemula, karena ditulis dengan menggunakan Aksara Pegon. 

Kitab Fathul Mannân li Tashhîh Alfâdz al-Qur’ân selesai ditulis oleh Kiai Maftuh Basthul Birri pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 1397 H/Februari 1977 M, terdiri dari 3 juz yang terangkum menjadi satu, memiliki ketebalan 148 halaman, dan dicetak oleh penerbit toko kitab Al-Ihsan Surabaya.

Kepada Kiai Maftuh Basthul Birri, dan para begawan Al-Qur’an Nusantara, al-Fatihah...


Sahal Japara, kepala SMPQT Yanbu’ul Qur’an 1 Pati, pemerhati aksara Arab Pegon