Ibn Khaldun terlahir dengan nama 'Abd al-Rahman b. Muhammad b. Muhammad al-Hassan b. Muhammad b. Jabir b. Muhammad b. Ibrahim b. 'Abd al-Rahman b. Khaldun, pada Ramadhan 732 H/1332 M.
Sejak kecil Ibn Khaldun menjadi seorang pembelajar, petualang yang haus ilmu dengan mencari banyak guru. Hingga, pada 748 H terjadi wabah sampar yang merenggut nyawa warga-warga Tunisia dan beberapa gurunya. Apalagi, gurunya al-Abili meninggalkan Tunisia untuk bergabung dengan Abu 'Inan di Fez. Ibn Khaldun berada di puncak kebimbangan, antara tetap sebagai penasihat Raja, atau mengejar ilmu untuk belajar dari Sang Guru.
Pada waktu itu, Abu Muhammad Ibn Tafraghin, kepala staf Istana pada masa pemerintahan Sultan Abu Ishaq, menunjuk Ibn Khaldun sebagai sekretaris (sahib al-alamah). Namun, Ibn Khaldun tidak pernah puas dengan jabatannya. Ia merasa bergairah ketika bertemua dengan ilmuan-ilmuan dari Maghribi. Dalam dinamika kekuasaan ini, Ibn Khaldun terlibat dalam intrik politik yang membuatnya dipenjara selama dua tahun. Selepas dari tahanan, Ibn Khaldun terlibat lagi dalam serangkaian persitiwa politik di beberapa kawasan.
Dari pengalaman panjang ini, Ibn Khaldun kemudian menepi untuk melakukan penelitian dan menulis. Ia tidak lagi terlibat dalam sengketa kekuasaan, ataupun menjabat dalam lingkaran Sang Raja.
Gagasan Ibn Khaldun
Mengenai keadilan, Ibn Khaldun memiliki pemikiran yang komprehensif. Menurutnya, ada delapan siklus keadilan, menurur Ibn Khaldun, yakni: (1) tidak ada otoritas kerajaan tanpa dukungan militer, (2) tidak bisa ada militer tanpa kekayaan, (3) rakyat menghasilkan kekayaan, (4) keadilan menjamin kesetiaan rakyat pada negara, (5) keadilan memerlukan harmoni di dunia, (6) dunia adalah sebuah taman, dindingnya negara, (7) syariat mengatur negara, (8), tidak ada dukungan syariah kecuali melalui otoritas kerajaan (hal. 138)
Siklus keadilan inilah yang menjadi renungan Ibn Khaldun selepas menjalani proses panjang dalam lingkaran kekuasaan. Selanjutnya, dalam bidang ilmu sosial kemasyarakatan, Ibn Khaldun memiliki pemikiran tentang karakter utama masyarakat, berdasar geografi dan geo-politik. "Dengan cara yang sama, penduduk kawasan pesisir agak mirip dengan penduduk di selatan. Udara di lingkungan mereka jauh lebih panas karena pantulan cahaya dan sinar matahari pada permukaan laut. Karena itu, sifat-sifat yang diakibatkan oleh panas--riang dan santai--lebih menonjol dibandingkan dengan penduduk di daerah berudara dingin, perbukitan, atau pegunungan" (hal. 135).
Menurut Syed Farid Alatas, karya-karya Ibn Khaldun berada di pinggiran (marginal) dalam struktur ilmu sosial modern. Bukan berarti diabaikan, namun belum mendapatkan tempat pada perbincangan karya-karya ilmuan Eropa, semisal Marx, Weber, Durkheim, dan ilmuan sosiologi dan disiplin ilmu sosial lainnya. "Karya-karyanya sering disebut-sebut dan dibicarakan tetapi jarang ditemui secara teoritis dan direkonstruksi sebagai sosiologi. Karena adanya Eurosentrisme yang didominasi oleh konsep dan kategori Eropa, pemikir Non-Barat seperti Khaldun tetap marginal (hal. 150).
Dalam pemikiran Syed Farid Alatas, karya-karya Ibn Khaldun memiliki kontribusi signifikan untuk ilmu sosial. Yakni (1) perkembangan argumen-argumen alternatif untuk aplikasi pada topik-topik lama dalam kajian Islam, (2) Perkembangan sosiologi Khaldunian dalam konteks ilmu sosial modern, (3) Implementasi pendekatan Ibn Khaldun.
Melalui buku ini, Syed Farid Alatas mengajak untuk membangun sosiologi Khaldunian, dalam kerangka berpikir ilmu sosial modern. Alatas ingin membentangkan gagasan, dengan membawa Ibn Khaldun menuju perspektif teoretis dalam ilmu-ilmu sosial. Selain itu, ia juga ingin mengembangkan konsep-konsep khaldunian seraya mengangkat topik-topik yang menjadi konsentrasi pembahasan Ibn Khaldun.
Alatas memuji Ibn Khaldun dari pendekatan yang digunakannya, bukan teorinya sendiri. Ia mengambil kisah pembunuhan kaum Yahudi dari Banu Quraidhah di Madinah, pada 5 H/627 M. Dikisahkan, setelah tiba di Madinah, Nabi Muhammad membuat perjanjian khusus dengan kaum Yahudi di kota itu. Pada narasi sejarah, Ibn Khaldun menekankan pentingnya penerimaan informasi sejarah agar secara kritis, dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip politik dan kebudayaan. "Penting untuk menyelidiki apakah hal itu (fakta yang dilaporkan) mungkin terjadi. Ini lebih penting dan lebih prioritas daripada soal integritas perawi (kritisime personal)," tulis Ibn Khaldun, dalam Muqaddimah (hal. 168).
Buku "Ibn Khaldun" ini, ditulis Alatas dengan serangkaian impresi masa kecil, juga jejak panjangnya mengumpulkan bahan-bahan dan manuskrip tentang Ibn Khaldun. Buku ini menjadi jendela untuk melacak karya-karya dan pemikiran Ibn Khaldun yang lebih luas, mengajak kita berpetualang di samudra ilmu.
Data Buku:
Judul : Ibn Khaldun, Biografi Intelektual dan Pemikiran Sang Pelopor Sosiologi
Penulis : Syed Farid Alatas
Penerbit : Mizan, Januari 2017
Tebal : 207 halaman
ISBN : 978-602-441-003-2
Peresensi: Munawir Aziz, Wakil Sekretaris LTN PBNU
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
2
Cerita Rayhan, Anak 6 Tahun Juara 1 MHN Aqidatul Awam OSN Zona Jateng-DIY
3
Peran Generasi Muda NU Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045 di Tengah Konflik Global
4
Luhut Binsar Pandjaitan: NU Harus Memimpin Upaya Perdamaian Timur Tengah
5
OSN Jelang Peringatan 100 Tahun Al-Falah Ploso Digelar untuk Ingatkan Fondasi Pesantren dengan Tradisi Ngaji
6
Pengadilan Internasional Perintahkan Tangkap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas Kejahatan Kemanusiaan
Terkini
Lihat Semua