Risalah Redaksi

Dimensi Politik Copa America

Rabu, 20 Juni 2007 | 07:52 WIB

Olahraga, apalagi sebuah peristiwa olahraga besar pastilah memiliki nuansa politik, bahkan digelarnya pesta akbar olahraga yang semula untuk persahabatan itu sebenarnya sebuah perhelatan politik, bagaimana sebuah negara penyelenggara menunjukkan kerapiannya dalam mengkelola pesta akbar. Bagi negara peserta, peristiwa itu untuk menunjukkan keperkasaannya di masing-masing cabang olahraga.

Dengan kenyataan itu maka sering kita dapati dukungan dan boikot terhadap sebuah pesta olahraga. Bahkan olimpiade di masa perang dingin selalu terjadi saling boikot, antara blok timur dan blok barat. Demikian zonasi sepak bola juga berdasarkan pertimbangan politik. Pertikaian Arab Israel, membuat negara yang menduduki Palestina berbenua  Asia, terpakasa menempatkan olehraganya ikut zona Eropa. Begitu juga Australia yang berdampingan dengan Asia, tetapi karena ada friksi politik, maka zonasi olahraganya ikut jauh dengan negara Karibia.

<>

Bung Karno sendiri dengan cermat mengamati kecenderungan itu, karenanya pada tahun 1960-an telah berani menyelenggaranan Asian Games. Tentu saja selain untuk memfasilitasi perkembangan olahraga, perhelatan itu sebuah manuver politik sebagai pemimpin negera dunia ketiga ia harus menunjukkan kepiawiannya dalam menghimpun kekuatan politik negara dunia ketiga. Dengan demikian tidak sia-sia membangun Stadion Senayan dan beberapa hotel sebagai penunjang. Langkah menumental itu segera menjadi sasaran empuk agen kapitalis, sebagai menghamburkan uang dan sebagainya. Mereka lupa bahwa membangkitkan kesadaran dan kebanggaan bangsa memang butuh beaya besar.

Niat semacam itu yang hendak dijalankan oleh Presiden Chaves dari Venezuela ketika menyelenggarakan Copa Amerika di negaranya dalam musim kompetisi tahun ini. Dan dan reputasi dipertaruhkan oleh sang presiden demi suksesnya turnemen tersebut. Tetapi tampaknya pihak oposisi, pro kapitalis tidak tinggal diam, berusaha mensabotase kegiatan tersebut dengan melakukan serangkaian demonstrasi dan pemogokan. Pertandingan mesti  digagalkan agara reputasi Chaves jatuh, kemudian presiden pembela rakyat ini mereka hina di depan para agan kapitalisme global di sana.

Saat ini kita sangat prihatin ketika prinsip kolonialisme kuno divide et impera itu digencarkan kembali. Bangsa Palestina yang dulu rukun dan padu dalam menghadapi Israel, kina mereka dipecah oleh Israel bersama sekutu. Demikian juga Iran yang rukun, kini antara Sunni dan Syiah berperang. Di Indonesia aliran keras telah sedemikian progresif, sehingga bisa memicu konflik. Negara Amerika Latin yang masih solid perlu mempertahankan soliditasnya agar tidak mudah ditelusupi politik adu domba kolonial kuno itu.

Saat ini PBB memperkenalkan berbagai program kerukunan, perdamaian, pemberantasan kemiskinan dan peningkatan pendidikan. Tetapi sayang PBB hanya menangani eksesnya, seolah tidak tahu sumbernya, yaitu kolonialisme dan kapitalisme, yang itu inheren dalam cara berpikir dan agenda PBB sendiri. Kalau tidak bagaimana PBB menuruh baikot dan serang Irak, mengomandani serangan ke Iran. Tetapi PBB diam ketika Israel melakukan pengeboman di Palestina dan Lebanon.

Kenapa PBB membiarkan lembaganya sendiri IMF dan World Bank menjerat berbagai negara dunia ketiga dengan utang yang mencekik, sehingga jatuh miskin. Padahal dalam sejarah PBB tidak ada negara yang dibantu lembaga keuangan PBB itu menjadi mandiri, sejahtera. Ini tidak lain PBB didirikan oleh para kolonial terkemuka pada tahun 1945, ketika arus kemerdekaan tidak bisa terbendung lagi, sehingga negara kolonial menciptakan system penjajahan baru melalui pembentukan lembaga dunia itu, sehingga negara dunia dikuasai secara plitik social dan budaya yang dikomandoi dari state empire building itu.

Pemimpin yang arif, cerdas dan pemberani seperti Bung Karno dan juga Chaves tahu tentang politik semacam itu. Ini yang membuat mereka prihatin, tetapi harus hati-hati melangkah. Langkah terpenting adalah menyelamatkan negara, setelah itu baru bisa menyelematkan rakyat. Tentu langkah itu tidak mudah, ketika kaki tangan imperialis telah berkeliaran di negeri itu atas nama kemanusiaan, kebudayaan dan sebagainya merongrong kemandirian rakyat dan wibawa sang pemimpin.Olahraga bila tidak dikelola dengan baik bisa menjadi alat intervensi, karena itu mereka tidak mau bermain-main dngena olahraga, mesti dikelola secara serius demi keunggulan bangsa.

Penggagalan pertandingan Copa Amerika oleh kelompok oposisi pro kapitalis di Venezuela bertujuan merongrong kewibawaan pemimpin nasional. Sulit bagi imperialis menguasai negeri kaya minyak itu kalau mereka tidak bisa menyingkirkan sang pemimpin. Dalam kaitan itulah berbagai intrik, fitnah sampai sabotase, bahkan kudeta dilakukan oleh kelompok pro kapitalis, yang berbaju pro demokrasi. Karena itu bisa dipahami kalau presiden Chaves sangat serius menghadapi kelompok perusuh itu, yang akan mempermalukan negara dan bangsa Venezuela itu, makanya akan bertindak tegas, demi rakyat dan negara. Selamat Copa Amerika.  (Abdul Mun’im DZ)