Tidak demokrasi liberal adalah demokrasinya para pedagang dan pengusaha, rakyat hanyalah kuli tukang coblos. Bisa dilihat seluruh undang-undang dan hukum serta peraturan yang lahir sejak zaman reformasi adalah hukum yang menindas dan membelenggu rakyat. Semua penindasan dan penghisapan atas rakyat dan negara ini dilindungi oleh Undang-undang dasar 2000 yang merupakan hasil mengobrak-abrik UUD 1945, atas nama kehendak rakyat. Padahal hanya kehendak kapitalis global.<>
Rakyat saat ini tidak hanya semakin kehilangan hak dan kedaulatannya, tetapi juga semakin ditindas oleh hukum. Bayangkan kasus yang menimpa seorang nenek tua yang mencuri tiga biji coklat karena terpaksa harus dimasukkan penjara. Demikian juga seorang miskin yang mencuri semangka karena didera lapar dan haus dipenjara. Padahal negaralah yang mestinya dipersalahkan bila terdapat rakyat yang lapar. Demikian juga seorang yang karena kebanjiran dan listrik mati kemudian menyalakan handphone nya dengan menggunakan fasilitas milik super market dihukum penjara. Padahal di hanya ingin mengontak sanak saudaranya untuk mohon pertolongan.
Kasus terakhir yang menimpa Prita, seorang korban layanan rumah sakit Omni Internasional yang mengeluh melalui surat yang dikirim melalui internet, bukan ditanggapi keluhannya tetapi malah dilaporkan ke polisi, sehingga ia ditangkap dan dipenjara dengan denda 240 juta rupiah. Keputusan hakim yang dinilai gila itu langsung mendapatkan reaksi dari rakyat yang selama ini merasa telah menjadi korban hukum. Rakyat mulai dari pemulung, tukang sampah, pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, karyawan kantor dan pabrik mengumpulkan koin untuk Prita secara demonstratif. Ini sebuah perlawanan terhadap hukum kolonial, di mana semua koruptor besar yang megkorupsi triliunan uang negara tetapi dengan enaknya dibebaskan. Ini bersamaan dengan korupsi 6 triliun rupiah uang negara, tetapi hukum dengan keras berusaha menutup-nutupi karena para koruptornya adalah pengusaha kaya dan pejabat tinggi negara.
Sampai kapan pun rakyat akan selalu menjadi mangsa hukum, karena dalam sistem kolonial hukum memang hanyalah perangkap untuk menindas akyat dan sebuah sarana untuk melindungi kaum elite penguasa dan pengusaha. Sistem politik hanyalah sarana legitimasi untuk membuat berbagai peraturan yang menguntungkan mereka. Maka kalau rakyat ingin kembali berdaulat an mendapatkan perlindungan hukum maka rakyat harus disadarkan bahwa reformasi itu merupakan barang haram dan merupakan pengkhianatan dari cita-cita revolusi. Demokrasi, terutama demokrasi liberal adalah alat kapitalis terutama kelompok elite untuk menguasasi rakyat. Sementara hukum adalah rantai untuk membelenggu kebebasan rakyat. Karena hukum dan undang-undang yang ada ini ciptaan kolonial dan kapitalisme global untuk menguasasi rekyat dan negara ini.
Maka yang harus dilakukan rakyat adalah menolak reformasi beserta produknya, yaitu Demokrasi Liberal dengan muli partai, Desentralisasi dan otonomi yang mengarah pad federasi, sebagaisarana untuk merongrong NKRI. Harus menolak amandemen Undang-undang dasar yang dilakukan oleh kapitalis asing. Maka perlu kembali ke UUD 1945 yang asli. Baru setelah itu diamandemen sendiri oleh bangsa sendiri, sesuai dengan aspirasi dan cita-cita bangsa dan rakyat Indonesia sendiri.
Rakyat harus disadarkan bahwa negeri ini telah berada dalam penjajahan kembali bukan dijajah Belanda atau Jepang, tetapi dijajah oleh sistem kapitalisme internasional, yang telah merampas kedaulatan bangsa ini, sehingga bangsa dan rakyat ini tidak mampu merumuskan agendanya sendiri. Semua agenda ditentukan oleh bangsa lain dan oleh kekuatan lain yang berusaha terus menguasai negeri ini.
Kesadaran ini penting agar rakyat tidak terus terkecoh oleh janji reformasi, karena reformasi serndiri adalah sebuah pengkhianatan terhadap cita-cita revolusi. Dan demokrasi hanyalah kedok untuk menjinakkan rakyat, agar mudah ditaklukkan, setelah hak bersuara mereka diberikan, sehingga kedaulatan mereka dengan mudah bisa dirampas. Demokrasi hanyalah sebuah jebakan agar rakyat menyerahkan suaranya. Setelah suaranya diserahkan, dimasukkan dalam kotak maka kotak ada dalam kekuasaan mereka. Suara rakyat akan digunakan untuk kepentingan penjajahan mereka. Dengan demikian penjajahan dan penindasan yang mereka lakukan telah berdasar suara rakyat. Sehingga rakyat tidak berkutik. Suara keras, pembelaan terhadap Prita dan pencari keadilan lainnya akan segera sirna. Karena hukum dan undang-undang memang untuk pengusaha dan pengusaha untuk membelenggu rakyat.
Korban lain akan segera menyusul, kalau hukum dan sistem politik yang ada yang kapitalistik dan kolonialistik ini belum dibongkar. Rakyat jangan hanya berhenti membela Prita dan korban kekejaman hukum lainnya. Tetapi harus berjuang melawan sistem politik dan hukum yang kapitalistik dan kolonialiastik ini, untuk menyelamatkan rakyat dan keutuhan negara ini. (Abdul Mun’im DZ).
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Rahasia Mendidik Anak Seperti yang Diajarkan Rasulullah
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
6
5 Masalah Bakal Dibahas Komisi Maudhu'iyah di Munas NU 2025, Berikut Alasannya
Terkini
Lihat Semua