Risalah Redaksi

Membangkitkan Moral Bangsa

Kamis, 8 Februari 2007 | 05:51 WIB

Pemerintah baru saja memutuskan kebijakan yang berbahaya karena melawan hukum alam dengan memberantas unggas yang ada di Jakarta. Tentu saja tindakan itu akan mememutus daur alam di mana binatang adalah salah satu mata rantainya, sementara belum lama ini pemerintah juga telah melakukan tindakan gegabah dengan menebangi pohon yang usianya ratusan tahun, hanya karena beberapa di antaranya mengalami patah dahan yang dikhawatirkan menimpa orang. Terlebih lagi saat pembangunan angkutan Trans Jakarta Ribuan pohon kota ditebang, padahal pepohonan juga salah satu mata rantai kehidupan. Putusnya mata rantai kehidupan ini tentu akan mendatangkan malapetaka.

Sebelum batas waktu pemberantasan unggas Jakarta sampai pada tanggal 1 Februari 2007, alam telah duluan murka dan menyapu Jakarta dengan air bah, sehingga upaya pemberantasan unggas itu digagalkan oleh alam, karena manusia tidak lagi diperingatkan secara agama dan secara ilmu pengetahuan. Tentu saja bencana semacam itu tidak akan mengakibatkan mereka sadar, sebab sebab banjir tersebut memang ulah para developer dan aparat pemerintah yang melakukan pembangunan di daerah serapan, menguruk rawa dan danau sebagai penyimpan air.

Walaupun secara hukum telah dilarang, tetapi karena keinginan untuk memperoleh keuntungan sesaat melalui uang suap, maka seluruh warga menjadi korban bencana termasuk para birokrat dan pengembang yang selama ini tinggal di kawasan mewah.Saat ini kita paling rajin membuat hukum, tetapi seluruh hukum hanya sebagai hiasan, sebab di sebuah bangsa yang tidak memiliki lagi moralitas, hukum tidak akan berjalan, kalaupun ada akan diakali.

Tidak hanya hukum sekuler, hukum agama sekalipun tidak lebih hanya sebagai ornamen, sebab dengan licinnya mereka mensiasati. Termasuk mereka yang gigih memperjuangkan syariat Islam, ternyata hanya sebagai komoditi politik untuk mencari simpati dan dukungan. Terbukti di tengah maraknya peneraapan syariat Islam korupsi juga terjadi tidak beda dengan daerah lainnya. Korupsi itu menjalar ke seluruh aspek kehidupan, wilayah yang selama ini aman seperti kegiatan keagamaan, sekarang juga menjadi ajang korupsi.

Seringkali orang mengidentifikasi penyebab korupsi adalah karena kemiskinan, memang sebagian bisa dibenarkan, tetapi banyak negara yang miskin tetapi tidak sekorup bangsa Indonesia. Termasuk bangsa yang menyatakan dirinya tidak beragama, yang tidak mengenal hari pembalasan di akhirat, tidaklah sekorup bangsa Indonesia yang beragama. Bencana yang jelas-jelas berupa hukuman malah dianggap sapaan kasih sayang, karena itu tidak pernah ada interospeksi, sehingga kedurhakaan terus dijalankan.

Adalah tanggung jawab umat Islam sebagai umat terbesar dari bangsa ini, sementara sama sekali tidak mampu mengendalikan kerusakan sosial dan kerusakan alam akibat adanya kerusakan moral ini. Pernah ada petani Thailand datang ke Indonesia yang heran karena petani Indonesai memagari kebunnya dengan besi yang berlapis, sementara di negaranya mereka berkebun tanpa pagar, tetapi sangat aman. Sementara di Indoensia walau sudah dipagar dan dijaga masih juga diserobot orang. Karena itu pertanian Indonesia menjadi mahal kalah bersaing dengan Thailand yang mereka memodali bangsanya tidak ahanya dengan dana tapi juga dengan moralitas.

Sementara moralitas bangsa ini tidak pernah dibina, sehingga memiliki kebiasaan mencuri, baik yang level rendah hingga tingkat tinggi, termasuk korupsi terstruktur adalah kenaikan gaji DPR dan DPRD yang mencapai ribuan persen sehingga menyedot dana sosial, adalah bentuk korupsi atau pencurian dan rakyat secara terselubung, dan semua itu bisa lolos, termasuk kalangan politisi agama menikmati kenaikan hasil penjarahan dana rakyat itu dan untuk fasilitas umum.

Pembangunan sarana trasnportasi pembanguan saluran irigasi semuanya menjadi terganggu karena semua dana digunakan untuk menggaji pegawai yang sangat tinggi, sehingga dana pembangunan habis tersita. Bagaimanapun meluasnya wabah penyakit ini adalah akibat dari hilangnya dana kesehatan masyarakat. Banjir besar yang melanda Jakarta dan kota lainnya itu akibat dikorupnya uang pembanguan sungai dan relokasi perumahan, termasuk diselewengkannya dana penghijauan.

Penegakan lagi kekuatan moral sebagai tanggung jawab para ulama menjadi sangat sulit, sebab agama telah kehilangan legitimasi, ketika agama telah dipermainakan para elitenya untuk kepentingan materi sesaat. Namun demikian upaya penegakan moral tidak boleh berhenti dilakukan sebab bagaimanapun tugas profetik ulama adalah menyampaikan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Maka di sini dibutuhkan ulama yang benar-benar wira’i, memiliki intergritas moral, spiritual dan intelektual.

Di tangan ulama semacam itu misi keagamaan yang telah cemar dan telah hambar itu bisa mendapatkan legitimasi sehingga bisa dikedepankan kembali pada masyarakat. Bagaimanapun masyarakat akan mengikuti mereka yang mampu memberi teladan dan niat baik serta kesungguhan. Mereka akhirnya bisa membedakan mana yang bisa diikuti dan mana yang harus dibiarkan. Di tangan tokoh yang masih memiliki legitimasi penegakan moral untuk meperbaiki bangsa ini akan diikuti.  (Mun’im DZ)