Belakangan ini masyarakat kembali ramai memperbincangkan konstitusi yang sudah di amandemen. Ada yang menerima, tetapi ada yang juga menolak keabsahan amandemen tersebut. Memang amandemenn konstitusi itu dilaksanakan di tengah hiruk pikuk reformasi. Saat itu orang tidak berpikir panjang yang penting keluar dari otoritarianisme orde baru, lalu mengambil jalan pintas amandemen Konstutusi, sebab mereka mengira konstitusi itu akar kekacauan politik nasional, apalagi Orde Baru selalu melakukan kekerasan dengan alasan menegakkan konstitusi. Orde Baru menjadi rezim yang sangat konstitusionalistik.
Ada beberapa masalah yang menyebabkan konstutusi diganti tanpa memenuhi prosedur yang benar, pertama, dalam eforia reformasi itu orang menyangkan UUD 45 sebagai biang malapetaka, tanpa melakukan uji materi konstitusi itu secara cermat. Kedua dicari alasan bahwa UUD 45 itu dirumuskan tergesa-gesa sehingga terlalau singkat. Ketiga merujuk pada pidato Bung Karno dalam pembukaan Konstutuante bahwa UUD 1945 itu merupakan UUD sementara yang bisa diganti dengan yang lain oleh Konstituante.
Sebena<>rnya secara materi pasal per pasal UUD 45 tidak menimbulkan masalah, sebab pokok masalahnya adalah pada rezim yang berkuasa yang memanipulasi UUD 45 sebagai penyangga kekuasaannya dan untuk menyingkirkan lawan politiknya. Benar bahwa UUD 45 dirumuskan dalam waktu singkat, tetapi proses pematangannya telah digagas bersamaan munculnya gagasan Indonesia merdeka. Lagi pula UUD saat itu dirumuskan oleh para aktivis pergerakan yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan integritas moral yang tinggi, yang memiliki cita-cita yang luhur.
Selama ini pidato Bung Karno itu sering dijadikan dalih, memang ketika hendak membuat konstitusi baru konstitusi lama yakni UUD 45 dan UUDS 50 harus domisioner, berstatus sementara sambil menunggu kandidat baru konstitusi rumusan konstituante. Tetapi karena konstituante tidak berhasil maka Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden kembali ke UUD 45 yang kemudian disetujui oleh partai-partai melalui DPRGR. Dengan demikian UUD 45 bersatus tetap bukan lagi sementara.
Memang UUD 45 tidak sakral dan bisa diamandemen, tetapi harus dengan prosedur yang benar, dan landasan yang benar, yakni cita-cita nasional. Sementara amandemen itu bertolak dari reformasi, sementara reformasi adalah gerakan yang didorong oleh kapitalisme global untuk melakukan imperialisasi. Dengan demikian produk politik reformasi adalah bagian dari kapitaisme global. Hasilnya bisa kita lihat, walaupun kelihatannya demokrasi berkembang marak rakyat punya hak pilih, tetapi sebenarnya rakyat tidak berdaulat, hanya para elite yang berkuasa dan itu pun bukan untuk kepentingan rakyat.
Tidak seperti sebelumnya, walupun sebagai negara komprador negara relatif berkuasa dan berdaulat. Bagaiamanapun komitmen nasional saat itu masih kuat, bagi Soeharto keutuhan Indonesia sebagai kekuasaannya tidak boleh diganggu. Sekarang negara tidak memiliki kedaulatan, negara tunduk di tangan modal dan bahkan mafia internasional, sehingga negara tidak melayani rakyat tetapi melayani modal asing. Negara tidak punya pilihan dan tidak mampu menghadapi intervensi asing melalui berbagi konflik dan terror.
Ironisnya UUD 45 yang diamandemen total menjadi UUD 2000 itu bentuk konstitusi yang tidak berorientasi pada kebangsaan, tetapi berorientasi global. Dengan konstitusi ini kemampuan negara digerogoti, hak rakyat dipecundangi sehingga dari hari kehari bangsa ini mengalami kemerosotan. Di bawah konstitusi ini tidak ada lagi bayangan untuk mandiri, paradigma utang, paradigma impor lebih dominan dari pada paradigma kerja keras dan penuh kreasi.
Dari konstitusi yang tidak membawa kemaslahatan itu memang masih riskan untuk digunakan, apalagi dososialisasikan. Sangat penting usulan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi agar dilakukan uji materi terhadap UUD 2000 hasil amandemen, seberapa membawa manfaat dan seberapa mebawa madlorot. Dari situ bisa dilakukan evaluasi secara tuntas, bahkan kalupun hedak kembali ke UUD 45 yang asli harus melalui referendum, baru kemudian diamandemen secara benar, baik dalam prosedur maupun filosofi serta arahnya.
Tidak etis perubahan konstitusi yang merupakan persoalan rumah tangga dalam sebuah negara, tetapi dilakukan oleh bangsa lain, baik rumusannnya serta pembiayaannya. Maka yang terjadi adalah penyimpangan dari kepentingan rakyat, kepentingan negara dan kepentingan bangsa. Personal konstitusi adalah persoalan dasar rumahtangga negara dan bangsa karena itu harus dirumuskan secara benar dan mandiri, agar negara dan bangsa ini sebagai sebuah keluarga utuh, mandiri dan bermartabat, sehingga bisa menentukan arah dan masa depannya sendiri. (Abdul Mun’im DZ)
Terpopuler
1
Ketum PBNU dan Kepala BGN akan Tanda Tangani Nota Kesepahaman soal MBG pada 31 Januari 2025
2
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
3
Paduan Suara Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari Malang Meriahkan Kongres Pendidikan NU 2025
4
Pemerintah Keluarkan Surat Edaran Pembelajaran Siswa Selama Ramadhan 2025
5
Kongres Pendidikan NU 2025 Akan Dihadiri 5 Menteri, Ada Anugerah Pendidikan NU
6
Doa Istikharah agar Dapat Jodoh yang Terbaik
Terkini
Lihat Semua