Muhammad Afiq Zahara
Kolomnis
Amatul Wahid bintul Mahamili mempunyai nama lengkap Sutaitah binti al-Qadhi Abi Abdillah al-Husein bin Isma’il bin Muhammad al-Mahamili. Biasa disebut dengan Bintul Mahamili (putri al-Mahamili). Ia terlahir dari keluarga ulama. Ayahnya, al-Qadhi al-Mahamili (w. 330 H) merupakan seorang ahli hadits dan fiqih yang menjadi qadhi di Kufah. Kakeknya, Isma’il bin Muhammad al-Mahamili, dan pamannya, al-Qasim bin Isma’il al-Mahamili, adalah ahli hadits yang terkenal ke-tsiqqahan-nya. Saudara laki-lakinya, Abdullah bin Husein al-Mahamili merupakan seorang qadhi, ahli fiqih dan hadits.
Bintul Mahamili menikah dengan sepupunya sendiri, Ahmad bin al-Qasim bin Isma’il al-Mahamili, dia seorang ulama yang terkenal kepakarannya dalam ilmu fiqih dan hadits. Dari pernikahannya tersebut, ia dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Muhammad bin Ahmad al-Mahamili yang menjadi qadhi karena keahliannya dalam fiqih dan hadits. Dari Muhammad, Bintul Mahamili mendapatkan cucu seorang ulama besar pengarang kitab al-Lubab bernama Abul Hasan Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin al-Qasim bin Isma’il al-Mahamili (w. 415 H).
Menurut Imam adz-Dzahabi, Bintul Mahamili merupakan seorang ulama perempuan yang ahli fiqih (faqihah), dan mufti (pemberi fatwa). Dia mengatakan:
بنت المحاملي العالمة الفقيهة المفتية أمة الواحد بنت الحسين بن إسماعيل
Artinya: “Bintul Mahamili merupakan perempuan ahli ilmu, ahli fiqih dan mufti. Ia adalah Amatul Wahid binti al-Husein bin Isma’il.” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ [Riyadh: Muassasah al-Risalah, 2001], juz 15, hal. 264-265)
Dalam catatan Imam Ibnu Katsir ad-Dimasyqi dalam Thabaqat al-Fuqaha asy-Syafi’iyyin, Bintul Mahamili belajar ilmu fiqih kepada ayahnya dan mengambil riwayat darinya. Ia juga belajar kepada Isma’il al-Warraq, Abdul Ghafir bin Salamah dan ulama-ulama lainnya. Ia hafal Al-Qur’an dan sangat menguasai ilmu fiqih Mazhab Syafi’i. Imam Ibnu Katsir menulis:
روت عن أبيها وإسماعيل الوراق وعبد الغافر بن سلامة وحفظت القرآن والفقه علي مذهب الشافعي والفرائض والدور والعربية وغير ذلك من العلوم الإسلامية
Artinya: “Bintul Mahamili mengambil riwayat dari ayahnya, Isma’il al-Warraq dan Abdul Ghafir bin Salamah. Ia hafal Al-Qur’an, menguasai fiqih Mazhab Syafi’i, ilmu faraid (warisan), ilmu hisab, ilmu bahasa Arab, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.” (Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Thabaqat al-Fuqaha asy-Syafi’iyyin [Kairo: Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah, 1993], juz 1, hal. 314-315)
Hal ini menunjukkan ketekunan Bintul Mahamili dalam mempelajari ilmu-ilmu keislaman. Ia tidak puas hanya menguasai satu disiplin ilmu. Ia mempelajari semua ilmu yang tersedia saat itu, dan menjadi ahli dalam ilmu tersebut. Bintul Mahamili merupakan sedikit dari wanita yang menjadi mufti (pemberi fatwa), khususnya dalam fiqih Mazhab Syafi’i. Kepakarannya sangat diakui di bidang ini. Imam al-Burqani berkata:
كانت تفتي مع أبي علي بن أبي هريرة
Artinya: “Bintul Mahamili memberi fatwa bersama Abu Ali bin Abu Hurairah.” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ [Riyadh: Muassasah al-Risalah, 2001], juz 15, hal. 264-265)
Menurut keponakannya, Ahmad bin ‘Abdullah, bibinya merupakan orang yang sangat alim, khususnya dalam bidang fiqih. Ia berkata:
كانت فاضلة عالمة من أحفظ الناس للفقه
Artinya: “(Bibiku) Bintul Mahamili adalah seorang wanita istimewa yang sangat alim, termasuk orang yang paling hafal fiqih.” (Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Thabaqat al-Fuqaha asy-Syafi’iyyin [Kairo: Maktabah ats-Tsaqafah ad-Diniyyah, 1993], juz 1, hal. 314-315)
Selain gemar menuntut ilmu, Bintul Mahamili juga seorang yang sangat dermawan dan suka menolong. Ia terkenal dengan kesigapannya dalam berbuat baik (musara’ah fil khairat). Dalam kitab Tarikh Baghdad karya Imam al-Khatib al-Baghdadi dikatakan:
وحفظت القرآن والفقه على مذهب الشافعي، والفرائض وحسابها، والدور والنحو وغير ذلك من العلوم، وكانت فاضلة في نفسها كثيرة الصدقة، مسارعة في الخيرات، حدثت وكتب عنها الحديث. وتوفيت في شهر رمضان من سنة سبع وسبعين وثلاثمائة.
Artinya: “Bintul Mahamili hafal Al-Quran dan fiqih Mazhab Syafi'i, ilmu faraid (warisan) dan perhitungannya, ilmu hisab, ilmu nahwu (tata bahasa), dan ilmu-ilmu lainnya. Dia adalah seorang wanita terhormat yang banyak bersedekah, cepat dalam berbuat kebaikan, meriwayatkan hadits, dan hadits-haditsnya dicatat oleh para ulama. Dia wafat pada bulan Ramadan tahun 377 Hijriyah.” (al-Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad [Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah], juz 14, hal. 443)
Ini artinya, Bintul Mahamili merupakan pribadi yang lengkap; seorang pecinta ilmu, pendidik, ahli ibadah dan dermawan. Ia telah meninggalkan keteladanan yang baik, bahwa seorang wanita bisa memberikan fatwa agama selama ia memiliki kemampuan (otoritas) dan keadilan (integritas). Ia juga seorang ibu yang berhasil mendidik anak dan cucunya, sehingga mereka menjadi ulama-ulama besar yang namanya masih tercatat dan terkenal sampai saat ini. Bintul Mahamili wafat pada bulan Ramadan tahun 377 H.
Dengan demikian, Bintul Mahamili adalah salah satu teladan bagi perempuan dalam dunia ilmu dan fatwa Islam, dengan kontribusi besar dalam berbagai disiplin keilmuan, khususnya fiqih Mazhab Syafi’i. Sosoknya bukan hanya dikenal sebagai seorang ulama yang luas ilmunya, tetapi juga sebagai figur yang dermawan dan cepat dalam berbuat kebaikan.Wallahu a'lam.
Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Hindari Pamer Maksiat di Media Sosial
2
Khutbah Jumat: Minuman Keras, Sumber Kejahatan dan Malapetaka
3
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: 7 Golongan nu Meunang Panangtayungan Gusti Alloh
4
Kecenderungan Pilihan Politik Sebagian Muslim Amerika pada Pemilu AS 2024
5
Nabil Satria, Santri yang Mendalami Teknologi Kuantum hingga ke Inggris
6
Khutbah Jumat Bahasa Jawa: 7 Golongan kang Angsal Eyub-eyuban ing Padang Mahsyar
Terkini
Lihat Semua