Tokoh

Biografi Imam Al-Baidhawi: Penulis Kitab Tafsir Al-Baidhawi

Rabu, 1 Mei 2024 | 21:00 WIB

Biografi Imam Al-Baidhawi: Penulis Kitab Tafsir Al-Baidhawi

Imam Al-Baidhawi, penulis kitab Tafsir Al-Baidhawi (onepathnetwork.com).

Kitab tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil atau yang lebih dikenal dengan nama Tafsir Al-Baidhawi adalah salah satu kitab tafsir yang memperoleh perhatian tersendiri dari para ulama. Hal ini antara lain terbukti dari demikian banyaknya hasyiyah atau kitab catatan khusus dan komentar terhadap kitab tafsir tersebut. Kitab ini ditulis oleh Imam Al-Baidhawi.
 

Nama Lengkap dan Kelahiran Imam Al-Baidhawi

Imam Al-Baidhawi bernama lengkap Nashirudin Abdullah bin Umar bin Muhamrnad bin 'Ali Al-Baidhawi As-Syafi’i. Beliau dilahirkan di Baidha', daerah yang berdekatan dengan kota Syiraz di lran Selatan. Di kota inilah Al-Baidhawi tumbuh dan berkembang, menempa ilmu di tempat tersebut dan di Baghdad, hingga kemudian menjadi hakim agung di Syiraz mengikuti jejak ayahandanya. (Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir wal Mufassirun, [Kairo, Maktabah Wahbah: tt], juz I, halaman 211).
 

Perjalanan Intelektual Imam Al-Baidhawi

Bagi Al-Baidhawi, Baghdad merupakan kota memperkaya ilmu dan Syiraz menjadi kota untuk mengaktualisasikannya dengan menjadi hakim agung. Namun akhirnya Al-Baidhawi mundur dari jabatan untuk menekuni keilmuan di Tabriz.
 

Imam Al-Baidhawi hidup dalam suasana politik yang tidak menentu. Sultan Abu Bakar yang memegang tampuk kekuasaan di Syiraz saat itu sangat lemah dan tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk membangun tatanan masyarakat yang baik.
 

Bukan hanya supremasi keadilan yang lemah, namun para elit yang berkuasa pun hidup dalam budaya yang hedon dan boros. Intervensi penguasa terhadap dunia peradilan pun demikian kuatnya, sehingga banyak fuqaha yang mengkhawatirkan kemungkinan pemerintah mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan syariat Islam.
 

Mungkin karena pertimbangan inilah setelah mengikuti saran guru spiritualnya, Syekh Muhammad Khata'i yang memintanya keluar dari dunia pemerintahan dan menyebabkan Al-Baidhawi mengundurkan diri dari jabatan hakim agung.
 

Selepas mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim agung, Imam Al-Baidhawi mengembara ke Tabriz hingga akhir hayatnya. Di kota inilah beliau berhasil menulis salah satu karya monumentalnya berupa tafsir yang berjudulAnwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil, atau yang lebih masyhur dengan judul Tafsir Al-Baidhawi. (Ad-Dzahabi, I/211).
 

Guru Imam Al-Baidhawi

Imam Al-Baidhawi menimba ilmu kepada banyak ulama. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Imam Abu Qasim Umar bin Muhammad bin ‘Ali Al-Baidhawi (w 675 H). 
    Beliau adalah ayah kandung dari Imam Al-Baidhawi sendiri. Imam Al-Baidhawi banyak belajar kepada ayahnya dalam ilmu fiqih madzhab Syafi’i. Ayah Al-Baidhawi adalah seorang ahli fikih yang menjadi qadhi di daerah Syiraz. Selain terkenal sebagai ahli ilmu, ayahnya ini juga terkenal dengan pribadi yang takwa. Pemikiran Imam Al-Baidhawi banyak terpengaruh oleh ayahnya.
     
  2. Syekh Muhammad bin Muhammad Al-Kahta’i As-Shufi.
    Imam Al-Baidhawi berguru kepada Syekh Muhammad dalam permasalahan tasawuf. Pola ibadah dan zuhud Imam Al-Baidhawi banyak terpengaruh darinya.
     
  3. Syekh Syarafuddin Umar Al-Busykani Az-Zaki (w 680 H).
    Beliau adalah salah satu ulama besar yang menguasai berbagai macam disiplin ilmu. Imam Al-Baidhawi adalah salah satu murid kesayangannya. Saat Syekh Syarafuddin wafat, Imam Al-Baidhawi mengenangnya dengan membuat kasidah panjang yang ditulis di pusara makamnya. (Nashiruddin Al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 2019], juz I, halaman 5).


Murid Imam Al-Baidhawi

Banyak sekali ulama yang menimba ilmu kepada Imam Al-Baidhawi. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Syekh Fakhruddin Abul Makarim Ahmad bin Hasan Al-Jarbadi (w 746 H).
    Beliau adalah ulama yang mempunyai karangan kitab Al-Minhaj fi Ushulil Fiqhi karya gurunya sendiri, yakni Imam Al-Baidhawi. Selain itu, beliau juga mempunyai karya berjudul Tafshrif Ibnu Hajib dan kitab yang mensyarahi kitab Al-Kasyaf karya Imam Az-Zamakhsyari. 
  2. Syekh Kamaluddin Abu Qasim Umar bin Ilyas bin Yunus Al-Maraghi Abu Qasim As-Shufi (w 732 H).
    Beliau menimba ilmu kepada Imam Baidhawi dan membaca kitab (sorogan) kitab al-Minhaj, Ghayatul Qushwa, dan at-Thawali di hadapan Imam Baidhawi.
  3. Syekh Jamaluddin Muhammad bin Abi Bakar bin Muhammad Al-Muqri’.
  4. Syekh Ruhuddin bin Syekh Jalaluddin At-Thayyar.
  5. Qadhi Razinuddin ‘Ali bin Rauzubha bin Muhammad Al-Khanji (w 707 H)
  6. Qadhi Ruhuddin Abu Ma’ali (w 753 H).
  7. Tajuddin Al-Hindi (Al-Baidhawi, I/6).
 

Karya Imam Al-Baidhawi

Sebagai seorang ulama, Imam Al-Baidhawi memiliki pengetahuan yang cukup luas. Tak hanya dalam bidang tafsir, melainkan juga dalam bidang ushul fiqh, fiqih, dan teologi. Nahwu, manthiq, dan sejarah. Hal ini dapat dibuktikan dari karya-karya beliau dari berbagai disiplin ilmu yang telah disebutkan.
 

Dari berbagai macam karya beliau, kitab tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil atau yang lebih dikenal dengan judul Tafsir Al-Baidhawi lah yang menjadi masterpiece beliau. Berikut adalah beberapa karya tulis beliau selain Tafsir Al-Baidhawi:

  1. Minhajul Wushul ila ‘Ilmil Ushul.
  2. Al-Mishbah (ushuluddin).
  3. Syarhu Mukhtashar Ibnu Hajib (ushul fiqh).
  4.  Syarhul Muntakhab (ushul fiqh).
  5. Syarhul Mathali’ (ilmu mantiq).
  6. Al-Idhah (ushuluddin).
  7. Syarhul Kafiyah (nahwu).
  8. Lubbul Lubab fi ‘Ilmil I’rab (nahwu).
  9. Nidzamut Tawarikh (sejarah).
  10. Risalah fi Maudhu’atil ‘Ulum wa Ta’arifiha (masih berupa manuskrip).
  11. Al-Ghayatul Qashwa fi Dirayatil Fatwa (fikih).
  12. Syarhul Mashabihus Sunnah (hadits).
  13. Syarhul Mahshul.
  14. Syarhut Tanbih (empat jilid).
  15. Tahdzibul Akhlaq (tasawuf).
 

Kewafatan Imam Al-Baidhawi

Mengenai tahun meninggalnya, tidak ada kesepakatan di kalangan ulama. Imam As-Subki dan Imam Al-Asnawi sendiri berpendapat bahwa tahun wafat Imam Al-Baidhawi adalah 685 H. Demikian pula Imam Ibnu Katsir juga berpendapat bahwa wafatnya Imam Al-Baidhawi pada tahun 685 H. (Ad-Dzahabi,I/211). Wallahu a'lam.

 

M Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo