Tokoh

Karimah al-Marwaziyah, Ahli Hadits Perempuan Guru al-Khatib al-Baghdadi

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 19:30 WIB

Karimah al-Marwaziyah, Ahli Hadits Perempuan Guru al-Khatib al-Baghdadi

Ilustrasi ahli hadits. Sumber: Canva/NU Online

Nama lengkapnya Karimah binti Ahmad bin Muhammad bin Hatim al-Marwaziyah. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala’ Jilid XVIII (hlm. 233) menyebutnya dengan asy-syeikhah (guru besar perempuan), al-‘alimah (perempuan yang berpengetahuan mendalam), al-fadlilah (perempuan yang istimewa), dan al-musnidah (pemegang sanad hadits). 


Dalam Siyar A'lamin Nubala', Adz-Dzahabi juga mengungkapkan, bahwa Karimah belajar dan mengambil sanad Shahih al-Bukhari dari Abu Haitsam al-Kasymihani (w. 390 H). Gurunya yang lain adalah Zahir bin Ahmad as-Sarkhasi (w. 389 H) dan Abudllah bin Yusuf al-Asbahani (w. 409 H).


Karimah al-Marwaziyah lahir di desa Kasymihan, Merv (sekarang Turkmenistan, Asia Tengah), dan kemudian menetap di Mekkah sampai akhir hayatnya. Perjalanan yang panjang ini dilaluinya bersama orang tuanya. Ia berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya berziarah dan belajar. Hal ini diungkapkan oleh keponakan perempuannya yang didengar oleh Abu Bakar as-Sam’ani. Katanya:


لم تتزوج كريمة قط، وكان أبوها من كشميهن وأمها من أولاد السياري وخرج بها أبوها إلى بيت المقدس، وعاد بها إلى مكة، وكانت قد بلغت المائة


Artinya: “(Bibiku) tidak pernah menikah. Ayahnya berasal dari Kasymihan dan ibunya dari keturunan (ulama keluarga) as-Sayyari. Ayahnya membawanya ke Baitul Maqdis, dan kembali dengannya ke Mekkah. Usia (bibiku) sampai seratus tahun.” 


Ibnu 'Asakir dalam Tarikh Madinah Dimasyqi Jilid LXX (Beirut, Darul Fikr, 1998: 127) menjelaskan bahwa Karimah al-Marwaziyah memiliki banyak murid. Dari kalangan perempuan, yang paling terkenal adalah Mulkah binti Dawud, seorang sufi dan ahli hadits perempuan. Ia belajar hadits kepada Karimah al-Marwaziyah saat berada di Mekkah.


Sementara dari kalangan ulama laki-laki, Karimah al-Marwaziyah memiliki lebih banyak murid, salah satunya adalah Abu Bakar al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H) yang sangat masyhur di kalangan ahli hadits. Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Madinah Dimasyq (hlm. 29) memaparkan, al-Khatib al-Baghdadi mempelajari kitab Shahih al-Bukhari kepada Karimah al-Marwaziyah di Mekkah. Ibnu ‘Asakir mengatakan:


ثمّ قَرأ الخطيب صحيح البجاري بمكة علي كريمة المروزية في خمسة أيام


Artinya, “Kemudian al-Khatib membaca Shahih al-Bukhari kepada Karimah al-Marwaziyah di Mekkah selama lima hari.”


Ulama lain yang menjadi muridnya adalah Nurul Huda Abu Thalib al-Husein bin Muhammad az-Zainabi, syeikhul hanafiyyah (ulama Mazhab Hanafi) di Irak. Ia mempelajari Shahih al-Bukhari kepada Karimah al-Marwaziyah. Keterangan tersebut diungkapkan oleh Ibnul ‘Imad al-Hanbali dalam Syadzratudz Dzahab fi Akhbar Man Dzahab Jilid VI (Beirut, Dar Ibnu Katsir, t.t.: 55)


Adz-Dzahabi menuturkan dalam Siyar A'lamin Nubala' (hlm. 234-235), murid-murid Karimah yang lainnya di antaranya adalah Abu al-Ghana’im an-Narsi (w. 510 H), Muhammad bin Barakat (w. 520 H), Ali bin Husein al-Farra’, Abdullah bin Muhammad, Abul Qasim Ali bin Ibrahim an-Nasib, Abul Mudhaffar Manshur as-Sam’ani, dan lain sebagainya.


Khairuddin az-Zirkili dalam karyanya, al-A’lam Jilid V (Beirut, Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 2002:225) menyebutkan, banyak ulama mendatangi Karimah untuk mengambil sanad Shahih al-Bukhari. Karena sanad yang dimiliki Karimah al-Marwaziyah, menurut Ibnu al-Atsir, merupakan sanad dengan kualitas yang luar biasa. Ibnu al’Atsir mengatakan:


انتهي إليها علوّ الإسناد للصحيح


Artinya, “Telah berakhir kepadanya ketinggian sanad untuk kitab Shahih al-Bukhari.” 

 

Karimah al-Marwaziyah terkenal dengan kehati-hatiannya dalam mengajarkan dan meriwayatkan hadits. Ia selalu membandingkan hadits yang diriwayatkannya dengan catatan yang dimilikinya. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar (hlm. 233) menyebutkan:


وكانت إذا روت قابلت بأصلها، ولها فهم ومعرفة مع الخير والتعبد


Artinya, “Ketika meriwayatkan hadits, Karimah al-Marwaziyah (selalu) membandingkan dengan aslinya. Ia adalah orang yang memiliki pemahaman dan pengetahuan yang disertai kebaikan dan ketakwaan.”

 

Adz-Dzahabi menyebut kehati-hatian Karimah dalam meriwayatkan hadits, seperti yang diceritakan oleh muridnya, Abul Ghanaim an-Narsi.


قال أبو الغنائم النرسي: أخرجت كريمة إلي النسخة بالصحيح فقعدت بحذائها، وكتبت سبع أوراق ، وقرأتها، وكنت أريد أن أعارض وحدي، فقالت: لا حتى تعارض معي، فعارضت معها.


Artinya, “Abul Ghanaim an-Narsi berkata: “(Guruku) Karimah mengeluarkan naskah tulisan tangan kitab Shahih al-Bukhari. Aku duduk di hadapannya dan menulis sembilan lembar. Kemudian aku membacakannya kepadanya. (Setelah itu) aku berkeinginan untuk membandingkannya sendiri. Lalu ia berkata: “Jangan, kau harus membandingkannya bersamaku.” Kemudian aku membandingkan (atau mencocokkan catatanku) bersamanya.”


Dalam meriwayatkan kitab Shahih al-Bukhari yang berjilid-jilid itu, Karimah al-Marwaziyah menemani muridnya untuk membandingkan dan mencocokkan tulisannya sampai selesai. Hal itu ia lakukan setiap saat dengan murid yang berbeda-beda. Aktivitas ini menunjukkan bahwa Karimah al-Marwaziyah merupakan seorang pengajar yang sabar, hati-hati, dan teliti.


Hal ini ia lakukan agar tidak ada kesalahan dalam proses periwayatan. Karimah al-Marwaziyah dengan hati-hati membandingkan hadits yang diriwayatkannya dengan catatan miliknya. Meskipun sebenarnya ia adalah orang yang kuat hafalannya, tajam kecerdasannya dan teguh kejujurannya, tapi ia tetap melakukannya untuk menghindari adanya kesalahan. 


Guru para ulama ini wafat pada tahun 463 H di usia yang mendekati seratus tahun. Ia biasa dipanggil dengan sebutan Ummul Kiram (ibunya kemuliaan), padahal ia tidak menikah. Panggilan itu karena jasa-jasanya dalam berkhidmah menyebarkan ilmu tanpa lelah dan pamrih. Perempuan mulia ini wafat di Mekkah al-Mukarramah dan dikebumikan di sana. Wallahu a'lam

 

Muhammad Afiq Zahara, alumni Pondok Pesantren Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen.