Tokoh

KH Hasyim Ihsan, Pusaka NU dari Pesantren Tremas

Sabtu, 21 April 2018 | 05:00 WIB

KH Hasyim Ihsan, salah satu pengasuh pesantren Tremas Pacitan Jawa Timur yang wafat pada tahun 1989 M diperingati haulnya yang ke-30, Jum'at malam (20/4). Hadir dalam majelis tersebut masasyikh Tremas, para alumni dan masyarakat sekitar.

Majelis haul digelar dengan sederhana dan berlangsung khidmat. Pembacaan kalimah toyyibah dan tahlil dipimpin oleh KH Rotal Amin. Dengan khusyu para hadirin mengamini bacaan Doa yang dipimpin oleh salah satu putra beliau KH Asif Hasyim. 

Di samping berkirim doa, melalui haul ini para santri sedang menunjukkan bahwa ada kerinduan terhadap figur seorang kiai kharismatik. Figur KH Hasyim Ihsan yang dikenal sebagai sosok manusia saleh dan ikhlas harus selalu diingat agar kiprahnya menjadi teladan bagi santri dan generasi selanjutnya.

KH Hasyim Ihsan dilahirkan pada bulan Juli 1912 M. Ia merupakan putra dari pasangan KH Ihsan dan Nyai Maryam. Semasa kecilnya belajar di Tremas sendiri di bawah asuhan para sesepuh, antara lain simbah Nyai Abdulloh (neneknya) dan KH Muhammad Dimyathi atau Simbah Guru.

Pada tahun 1928 meneruskan belajarnya ke Pesantren Al-Hidayah Lasem di bawah asuhan KH Ma’sum. Setelah beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Tremas dan diminta membantu mengajar di pesantren Tremas, tetapi satu tahun kemudian ia meneruskan belajarnya ke pesantren Lasem lagi dibawah asuhan kiai Kholil, hingga pada tahun 1934 kembali ke Tremas dan mengajar bersama-sama pengasuh yang lain.

Pada tahun 1948 sampai 1950, Kiai Hasyim menjadi penerangan Agama Islam di daerah Tegalombo, Pacitan. Selanjutnya dipindah ke daerah Arjosari. Dan akhirnya mengajar kembali di pesantren Tremas. 

Tugas pokok KH Hasyim Ihsan dalam mengasuh pesantren Tremas, yaitu mendukung dan memperkuat peran KH Habib Dimyathi sebagai pimpinan pesantren dan KH Harits Dimyathi sebagai Ketua Majlis Ma’arif, yang menangani jalanya roda pendidikan di pesantren Tremas.

Peran yang dilakukan oleh KH Hasyim Ihsan sangat berarti bagi keberlangsungan dan keharuman pesantren Tremas Pacitan. Peran sosial kemasyarakat betul-betul dilakukan olehnya. Terbukti kala itu, pesantren Tremas Pacitan yang didirikan sejak 1830 M itu berjalan dengan seimbang.  

Selain menjadi pengasuh pesantren, Ia juga terjun ke kancah perjuangan kemasyarakatan, dengan menjadi anggota DPR dari salah satu partai nasional kala itu.

KH Hasyim Ihsan dikenal sebagai figur kiai yang lemah lembut dalam bertutur dan bersikap. Ia tidak pernah membedakan status atau kedudukan orang tetentu, semuanya diperlakukan sama. Kasih sayangnya bukan hanya dirasakan di lingkungan keluarga saja, tetapi juga di tengah-tengah para santri.

Wajahnya mencerminkan keteduhan, tidak sedikitpun menampilkan kesan menakutkan, apalagi bertutur kasar. Bahkan ketika berbicara dan berkomunikasi dengan para santrinya, ia selalu menggunakan tata bahasa krama inggil yang baik. Bukan hanya itu, apabila bertutur kata, paring dawuh, sering kata-kata itu membawa petuah. 
Sikap lemah lembut, tindak tanduk yang tenang dan bersahaja mencerminkan kedalaman dan keluasan ilmunya. 

Sebagai pelaku tasawwuf yang telah mencapai puncak, sering hanyut di alam ruhani, menjauhkan diri dari dunia lahiriah, mengekang nafsu kebendaan. Agaknya Kiai Hasyim berada pada tingkatan itu. Ia menjalankan pola hidup yang sederhana dan jauh dari kemewahan. Kesederhanaanya terlihat dari cara berpakaian dan dalam hal apapun. 

Ada lagi sisi kehidupan Kiai Hasyim yang patut diteladani, yakni gemar riyadlah, mengolah jiwa, atau tirakat. Kebiasaan ini tidak pernah ditinggalkannya sejak menuntut ilmu dan terus berkeluarga, bahkan hingga menjadi kiai pemangku pesantren. Hingga Kiai Hasyim dikenal pula sebagai kiai yang menguasai ilmu hikmah dan memiliki kemampuan linuwih.

Tidak heran dengan keluasan ilmu dan kekharismatikan yang ia miliki, banyak masyarakat yang datang, sowan kepadanya. Kepada Kiai Hasyim, biasanya masyarakat mengadukan segala persoalan kehidupan yang dirasa berat, untuk mendapatkan nasihat dan terutama doa agar Allah SWT berkenan memberikan kemudahan atau mengabulkan hajat mereka.

Ahmad Muhammad, dalam bukunya Bunga Rampai dari Tremas menyebut Kiai Hasyim sebagai Pusaka Pesantren Tremas. Sosoknya penuh ikhlas, yang selalu menolong dan memberi tanpa berharap pamrih apapun. Ia juga memberi contoh bagaimana seharusnya hidup dijalani. 

Pendekatan dakwahnya yang santun, penuh hikmah, dan selalu menaruh hormat kepada siapapun, menjadi contoh sempurna melengkapi dua sosok pribadi sebelumnya, KH Habib Dimyathi dan KH Harits Dimyathi. KH Hasyim Ihsan mampu memberikan keteladanan bagi para santri pesantren Tremas. 

Sampai akhir hayatnya ia selalu tampil dengan penuh kesederhanaan. Hingga akhirnya KH Hasyim Ihsan wafat pada tahun 1989 dan dimakmakan di makam gunung Lembu bersama para masyayikh lainya. 

Zaenal Faizin, kontributor NU Online tinggal di Pacitan, Jawa Timur