KH M. Zen Syukri, Murid Kinasih KH Hasyim Asy'ari Asal Palembang
Sabtu, 22 Maret 2025 | 16:03 WIB
KH M. Zen Syukri bin KH Hasan Syakur merupakan salah satu ulama karismatik asal Palembang, Sumatera Selatan. Hal ini lantaran kiprah besarnya dalam pelebaran sayap dakwah NU di kawasan Sumatera bagian selatan juga seorang mursyid tarekat Sammaniyyah. Aktivitas dakwahnya diwarnai dengan mengisi cawisan (pengajian) dalam disiplin ilmu Tauhid, majelis zikir Taubat, majelis Ratib Samman, keorganisasian NU serta lembaga pemerintahan seperti DPR Kota Palembang selama 4 periode (1975 sd. 1995) dan MPR-RI utusan daerah periode 1995-2000.
Aba Zen begitu biasa disapa, lahir di Palembang pada 10 Oktober 1919. Beliau merupakan putra bungsu dari 14 bersaudara pasangan KH Hasan Syakur bin K. Abdussyukur dan Hj. Solha binti Syekh Muhammad Azhari. Ibunda Aba Zen lahir dan besar di Makkah, lebih kurang 25 tahun. Sebab itulah ia fasih berbahasa arab dan hafal al-Quran sampai menikah dengan KH Hasan Syakur disana.
Setamat ibtidaiah dan tsanawiah dari madrasah aliyyah, layaknya anak sebaya kala itu, Zen Syukri muda bercita-cita melanjutkan studi agama ke Tanah Haram bersama dua orang sahabatnya. Namun istikharah ayahnya berkata lain. Zen Syukri muda tak mampu menutup mulut cemoohan warga kampung sebab urung berangkat, juga tak mampu menutup telinganya sepanjang hari.
Saat itu tahun 1935, Zen Syukri akhirnya memutuskan untuk minggat dari kampung halamannya dengan hanya berbekal menjual sepeda menuju Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di bawah asuhan Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama yang sempat dia dengar dari cerita gurunya, Sayyid Muhammad bin Salim al-Kaf, Rais Syuriyah PCNU Palembang kala itu yang merupakan murid dari Kiai Pedatuan.
Setelah menempuh perjalanan yang tak singkat dan tak mudah, sampailah Zen Syukri muda ke Jombang pada tahun 1937. Uang sakunya tidaklah cukup untuk membeli semua kitab yang dipelajari disana. Tiap malamnya dia habiskan untuk menyalin ulang kitab yang dia pinjam dari temannya.
Zen Syukri muda juga menyerahkan dirinya untuk menjadi khadim ndalem selama nyantri disana dan mendapat perhatian khusus dari Hadratussyekh Dia kerap kali diajak ikut keliling mengisi pengajian di sekitaran Jombang. Begitulah hari-hari Zen Syukri muda hingga kurang lebih 3 tahunan, dia pun pamit boyong.
Tahun 1939, Zen Syukri muda pulang ke kampung halamannya dengan berbekal pesan dari Hadratussyekh, “Namamu hanya Muhammad Zen Syukri, tanpa gelar apa-apa, hanya gelar abdullah (hamba Allah), yang patut diharapkan dari Allah”.
Sepulangnya ke Palembang, Zen Syukri menyebarkan ajaran Ahlusunnah wal Jamaah dan mengembangkan gerakan NU di wilayah Sumatera bagian selatan.
Dengan latar belakang riwayat pendidikan, kualitas keilmuan serta kecakapan dalam berorganisasi, Zen Syukri muda mendapat perhatian juga posisi terhormat di kalangan Nahdliyyin daerahnya. Di balik itu, pengalamannya menemani Sang Guru mengisi pengajian keliling adalah modal besar yang dimiliki. Dari sana dia belajar bagaimana melayani masyarakat, bermusyawarah dengan Kiai lain dan mengisi kajian di pesantren lain.
Berikut beberapa posisi penting Nahdlatul Ulama yang pernah diemban oleh KH M. Zen Syukri:
- Sekretaris PCNU Palembang (1940)
- Ketua Tanfidziyah PCNU Palembang (1943)
- Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Palembang (1956)
- Rais Syuriyah PCNU Palembang (1962, 1966)
- Rais Syuriyah PWNU Sumatera Selatan selama tiga periode (1984 sd. 1999)
- Mustasyar PBNU (2007)
Di tahun 1952 pada tanggal 28 April - 1 Mei, PBNU mengadakan muktamar ke-19 di Kota Palembang dengan ketua umumnya saat itu KH Idham Chalid dan rumah KH M. Zen Syukri turut menjadi lokasi diadakannya muktamar tersebut selain eks Balai Pertemuan Sekanak. Salah satu muktamar legendaris dalam sejarah NU. Hasilnya adalah NU memisahkan diri dari perhimpunan Masyumi, NU resmi menjadi partai yang berdiri sendiri. Acara turut dihadiri oleh tokoh berpengaruh NU seperti: KH Bisri Syansuri dan KH Abdul Wahab Chasbullah.
Di tahun 1984 tepatnya tanggal 8-12 Desember, KH M. Zen Syukri menghadiri muktamar ke-27 PBNU di Situbondo bersama KH Amin Azhari, KH Yusuf Umar, KH A. Malik Tadjuddin, Ny. Maisyaroh Mattjik Akhir, Ny. Yulia Ibrahim, dan Ny. Nurjannah Somad. Tuan rumah muktamar saat itu Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah yang diasuh oleh KHR. As'ad Syamsul Arifin. Hasil muktamar ini cukup menggemparkan, ialah menerima Pancasila sebagai azas tunggal dan NU kembali ke khittah 1926. NU kembali ke khittah 1926 juga menjadi tonggak baru bagi perjalanan NU ke depan untuk ‘bebas’ dari sandera politik praktis.
Di usia senjanya, KH M. Zen Syukri berkeinginan untuk mengasuh Pondok miliknya sendiri. Teman-temannya sewaktu nyantri di Tebuireng kini sudah punya Pondok sendiri. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dengan pertolongan dari Yang Maha Kuasa, KH M. Zen Syukri mendirikan Pondok Pesantren Muqimus Sunnah pada 1 Muharram 1435 H bertepatan pada tanggal 29 Desember 2008 di kampung Sekanak, 27 Ilir, Palembang. Nama “Muqimus Sunnah” diambil dari salah satu nama Rasulullah saw. dalam kitab Dalailul Khirat.
Tepat tanggal 22 Maret 2012, semua dibuat terkejut dengan berita duka dari sosok karismatik ini. Di antara yang menemani kepergian Aba Zen saat itu ialah Ustaz Sayuti. Beliau meminta muridnya itu untuk membacakan al-Quran dari awal pada saat kondisinya terbaring lemah di rumah sakit. Sampailah bacaan al-Quran tersebut di ayat 156 dari Surah al-Baqarah pada kalimat taraji dan nafas terakhir pun dihembuskan.
Berbondong masyarakat pergi melayat ke rumah duka dan ikut menyalatkan jenazah di Masjid Agung Palembang. Iringan jenazah dari Masjid Agung menuju Masjid Nurul Hidayah Cinde diikuti oleh banyak kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Rebutan untuk membopong keranda. Sejarah mencatat bahwa ini termasuk iringan terbesar dalam sejarah masyarakat Kota Palembang. Semua berduka kehilangan sosok yang mencintai umat dan dicintai umat ini.
Penulis: Hanif Aafi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Manfaatkan 10 Hari Terakhir Ramadhan untuk Raih Lailatul Qadar
2
Masuk 10 Hari Terakhir Ramadhan, Berikut 6 Amalan yang Dianjurkan
3
Khutbah Jumat: Menggapai Lailatul Qadar dengan Sabar dan Ibadah yang Ikhlas
4
Khutbah Jumat: Tiga Tingkatan Orang yang Berpuasa Ramadhan, Mengapa Puasa Anda Bisa Berbeda?
5
Pengesahan RUU TNI Khianati Demokrasi
6
Berikut Lafal Niat Itikaf di Masjid
Terkini
Lihat Semua