Warta Soal Permintaan Kenaikan Tunjangan

DPR Dinilai Keterlaluan

Selasa, 25 Oktober 2005 | 07:20 WIB

Makassar, NU Online
Pengamat  dari Universitas Hasanuddin Syaharuddin Daming, SH, MH mengatakan, permintaan kenaikan tunjangan anggota DPR RI sebesar Rp10 juta sungguh memiriskan hati rakyat dan mengelitik perasaan semua orang yang kini penuh keprihatinan.

"Permintaan kenaikan tunjangan itu sungguh memiriskan hati, oleh karena dilihat dari sudut apapun ujung-ujungnya mencerminkan, sikap dan perilaku anggota dewan kita sudah sangat tidak sensitif lagi kepada keadaan ril yang dialami dan dihadapi oleh masyarakat dewasa ini," ujarnya di Makassar, Selasa, saat dimintai tanggapannya tentang usulan tambahan tunjangan anggota DPR RI tersebut.

<>

Dijelaskan, hampir 80 persen masyarakat Indonesia kini betul-betul terlilit kesulitan ekonomi, dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM, yang pada akhirnya berpengaruh pada naiknya harga kebutuahan primer. Sementara itu, anggota DPR justeru meminta menaikkan tunjangan Rp10 juta rupiah per bulan. Padahal diketahui, anggota dewan sendiri sudah menerima anggaran negara sebanyak Rp38 juta per bulan.

"Itulah yang menjadi persoalan utama, bagaimana dewan yang sudah difasilitasi dengan begitu banyak tunjangan, misalnya tunjangan pemelihataan rumah, tujangan telepon, listrik dan masih  banyak lagi," jelasnya sembari menambahkan, hampir-hampir gaji anggota dewan itu tidak dikorek-korek atau ’lari’ kemana-mana, meskipun  pengakuan mereka, hanya sekian persen saja yang diterima, karena diwajibkan membayar partainya masing-masing.

Mengenai pernyataan  tersebut, lanjutnya, hanya argumentasi yang sengaja digunakan untuk menjustifikasi kenaikan tunjangan mereka, yang tentu saja akan menyedot anggaran negara yang sebenarnya sangat dibutuhkan rakyat. "Karena itu, saya termasuk yang sangat mengkritisi  anggota dewan dengan permintaan  yang sangat tidak populis ini, serta sekaligus sikap tersebut mununjukkan kurangnya sensifitasnya terhadap rakyat," tandasnya.

Padahal, kalau saja anggota dewan itu mau membuka hati dan perasaan dan matanya secara lebar-lebar, Syaharuddin yakin, para wakil rakyat itu akan menolak segala peraturan yang membuat mereka semakin kehilangan jati dirinya. "Yang perlu dipertanyakan sekarang, seberapa besar kinerja dan prestasi mereka?, Apakah masyarakat kita ini sudah terlayani dengan baik?" tanyanya seraya menambahkan, kalau kehidupan ekonomi di negeri ini  sudah pulih, mungkilah barulah memikirkan kenaikan tunjangan itu.

Sehubungan dengan hal tersebut, ia mengatakan, anggota dewan ini sebenarnya perlu mengaktuaslisasikan kehidupan orang-orang arif, bahwa seorang pemimpin itu senantiasa mengambil prinsip: "Jika dia berbicara tentang lapar, biarlah dia yang lapar terlebih dahulu, baru rakyatnya. "Sedang soal kekenyangan, maka pemimpin yang arif itu memilih rakyatnya lebih dahulu kenyang, baru kemudian dia ," katanya berpersonifikasi. Namun kenyataan yang terjadi di tingkat wakil rakyat itu, justeru terjadi
sebaliknya. (atr/cih)