Warta

IPNU Harus Bentengi Diri dari “Godaan” Politik Praktis

Jumat, 13 Oktober 2006 | 14:06 WIB

Jakarta, NU Online
Seperti sudah menjadi kebiasaan, “godaan” politik praktis tampak selalu menjadi hal yang menarik bagi organisasi pengkaderan, termasuk organisasi semacam Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Oleh karenanya, organisasi berbasis pelajar NU ini dituntut membentengi diri dari godaan tersebut untuk menghindari masuk di dalamnya.

Demikian disampaikan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) IPNU Hilmy Muhammadiyah kepada NU Online di sela-sela peluncuran buku “Membangun Profesionalitas Guru: Analisis Kronologis atas Lahirnya UU Guru dan Dosen” karya Asrorun Ni’am Sholeh, di Gedung Teater Perpustakaan Nasional, Jalan Salemba Raya, Jakarta, Jum’at (13/10)

<>

Hilmy, demikian panggilan akrab Hilmy Muhammadiyah, menjelaskan, salah satu cara agar IPNU tidak tergoda untuk masuk pada wilayah politik praktis tersebut adalah dengan menegaskan komitmen untuk tetap fokus pada pengkaderan NU, pendidikan dan kepelajaran. “Kalau sudah tegas bahwa garisnya adalah pengkaderan, pendidikan dan kepelajaran, saya yakin godaan politik itu nggak berpengaruh,” katanya.

Hilmy menyadari, saat ini IPNU belum memiliki daya tarik sendiri bagi pelajar. Namun demikian, menurutnya, hal itu hanyalah soal waktu dan metode saja. “Belum tersosialisasikan secara masif saja. Ke depan harus ada pengenalan akan wajah baru IPNU ini,” ujarnya.

Salah satu yang menjadi potensi yang dimiliki IPNU dalam upaya memainkan peran pemberdayaan pelajar, menurut Hilmy, adalah posisinya yang dapat digunakan sebagai “jembatan” di antara pelajar. Dijelaskannya, IPNU bisa memainkan peran melebihi peran Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang ada di masing-masing sekolah.

“Kalau OSIS kan hanya terbatas pada internal atau lingkup sekolah itu saja. IPNU bisa lebih dari itu, yakni menjembatani kebutuhan-kebutuhan siswa antar-sekolah. Bikin kegiatan yang sifatnya lintas sekolah,” jelas Hilmy.

Selain itu, imbuhnya, posisi IPNU yang berada di luar sistem sekolah juga bisa digunakan untuk memainkan fungsi advokasi kepada pelajar. “Misalkan saja pembinaan, pendampingan dalam belajar, atau memfasilitasi dibuatnya inovasi-inovasi baru di bidang kepelajaran. Jangan malah ruang politiknya yang diperbesar,” tegasnya. (rif)