Warta JELANG MUKTAMAR THARIQAH

Jami'yyah Thariqah Mengalami Perkembangan Yang Cukup Pesat

Jumat, 30 Desember 2011 | 10:30 WIB

Pekalongan, NU Online
Organisasi thariqah yang bernaung di bawah bendera Nahdlatul Ulama sempat mengalami stagnasi kepengurusan. Beberapa daerah yang diharapkan dapat menjadi basis pengembangan organisasi para ulama yang bergerak di bidang kethariqahan ternyata juga mengalami nasib yang sama.
<>
Pasca Muktamar thariqah ke-9 di kota Pekalongan, Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah mengalami perkembangan yang luar biasa. Jika sebelumnya hanya ada sekitar 4 idaroh mustha (pengurus wilayah) dan 50 idaroh syu'biyah (pengurus cabang) itupun hanya di Pulau Jawa, sejak kepengurusan Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah dipegang oleh Habib Luthfy sudah banyak kemajuan dibanding kepengurusan periodee sebelumnya. Hingga saat ini saja telah terbentuk kepengurusan tingkat wilayah sebanyak 28 Pengurus Idaroh Wustho, kemudian tingkat cabang sebanyak 485 lebih Pengurus Idaroh Syu’biyah. 

Perkembangan yang cukup pesat ini sungguh sangat menggembirakan, ujar Habib suatu ketika bincang-bincang dengan NU Online. Pasalnya hampir seluruh thoriqoh berjalan dengan baik, seperti Sadzaliyah, Kholidiyah, Naqsabandiyah, Syatariyah, Qodiriyah, Tijaniyah dan lain lain.

Indikator lainnya ialah banyaknya kaum muda yang mulai aktif sebagai pengikut thoriqoh, “Padahal mereka sebelumnya kenal saja tidak apalagi menjadi pengikut, sehingga kesan bahwa thoriqoh hanya dapat diikuti oleh sekelompok manusia usia lanjut mulai terkikis”.

Menurut KH Zakaria Ansor Katib Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan, banyak sudah prestasi yang ditorehkan Habib Luthfi selama menjadi pimpinan salah satu Badan Otonom NU, antara lain berhasil menata organisasi thariqah dari Sabang sampai Merauke, seperti perkembangan thariqah di Sumatera Utara dan Sulawesi sangat menggembirakan.

Bahkan beberapa waktu yang lalu dari Papua minta dikirimi buku buku tentang thariqah. Kemudian Habib Luthfy juga berhasil menertibkan silsilah sanad thariqah, di samping itu juga berhasil menebas fanatisme thariqah yang berdampak kepada pengerdilan thariqah thariqah yang lain dan yang lebih penting ialah kegiatan thariqah menjadi lebih terbuka, sehingga banyak kaum muda yang berminat, ujar Kiai Zakaria.

Berthariqah tidak sekedar mengamalkan ilmu khusus yang diajarkan oleh para gurunya, akan tetapi lebih dari itu dalam kondisi negara yang karut-marut seperti ini, ketika koruptor makin sulit dijamah hukum dan para pejabat tinggi seringkali menunjukkan teladan yang tidak baik kepada rakyatnya, tarekat semakin dibutuhkan di negeri ini. “Ilmu thariqah sangat-sangat perlu sekarang ini,” kata KH Moch Djamaluddin Ahmad, salah seorang a’wan syuriyah PWNU Jawa Timur.

Kiai Jamal menuturkan, ilmu tarekat selalu dibutuhkan, karena tarekat selalu mengajarkan berbagai macam kebaikan dan kejujuran yang langsung bersumber dari hati. Apalagi kejujuran saat ini nilainya semakin mahal dan semakin langka di temukan di republik ini.

“Coba kalau pejabat negara dan para politisi negegi ini jujur saja. Korupsi diakui korupsi, mencuri diakui, dst, maka sudah bereslah negara ini,” jelas kiai spesialis kitab Al Hikam tersebut.

Dalam konteks besar, menurut Kiai Jamal, ilmu tarekat dibutuhkan karena dua hal. Pertama, untuk melatih nafsu supaya bisa melakukan amal yang dinilai berat. Sebab semua amal baik akan bernilai berat oleh nafsu. Kalau terus dilatih, lama-lama akan terbiasa dan tidak merasa berat lagi. Kedua, untuk memerangi nafsu yang jelek itu sendiri, sebab hati manusia selalu diliputi dengan nasfsu-nafsu tersebut, seperti sifat sombong, serakah, iri, pelit, dst. “Pokoknya kalau sudah masuk tarekat dan menjalani dengan benar, maka insya Allah semua akan beres,” jelas Kiai Jamal.


Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Abdul Muis