Warta

Khofifah: Hentikan Wacana Pengambilan Sidik Jari Santri

Kamis, 8 Desember 2005 | 13:53 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pucuk Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama Khofifah Indar Parawansa menyatakan, wacana pengambilan sidik jari para santri di pondok pesantren harus dihentikan karena telah menimbulkan keresahan serius di kalangan pesantren.

"Wacana ini harus dihentikan karena sangat tidak sehat dan kontraproduktif. Kalangan pesantren, terutama pesantren salaf, baik kiai maupun para santri sangat resah dengan wacana ini," kata Khofifah ketika dihubungi di Jakarta, Kamis.

<>

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga meminta pemerintah tidak lagi memunculkan, menghembuskan atau mengeluarkan pernyataan yang bisa memancing wacana pengambilan sidik jari santri itu kembali muncul ke permukaan.

"Tolong ini juga diterapkan di lapangan. Katanya Pak Sutanto (Kapolri Jenderal Pol Sutanto-red) menjamin tidak akan ada pengambilan sidik jari santri. Pernyataan ini harus diteruskan ke daerah-daerah agar didengar dan dilaksanakan jajarannya di bawah," katanya.

Selain meresahkan, kata Khofifah, wacana pengambilan sidik jari santri terkait upaya menanggulangi terorisme sangat menyakiti perasaan kalangan ulama pengasuh pesantren yang selama ini giat membantu program pemerintah, khususnya di bidang pendidikan.

"Ada semacam perasaan bahwa pemerintah tidak lagi menaruh kepercayaan kepada pesantren. Padahal pesantren telah ada dan melaksanakan pendidikan masyarakat sejak negara ini belum merdeka. Sinergi ulama-umaro (pemerintah) ternoda dengan wacana ini," katanya.

Dari Kediri, Jawa Timur, dilaporkan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo KH Idris Marzuki secara tegas menolak pengambilan sidik jari para santri oleh petugas kepolisian sebagai upaya mencegah aksi terorisme. Kiai Idris juga mengungkapkan kekecewaannya kepada Wapres Jusuf Kalla yang membawa opini publik seakan-akan kalangan pesantren terlibat dalam aksi terorisme

"Jika sampai pengambilan sidik jari tetap dilakukan dapat berakibat hilangnya kepercayaan dan dukungan rakyat kepada pemerintah, terutama dari kalangan pesantren," ujar ulama yang memiliki santri sekitar 10.000 orang itu.(ant/mkf)