Warta Kongres XV Muslimat NU

Lily Wahid: Kembalikan Muslimat NU ke Khittah

Sabtu, 25 Maret 2006 | 05:35 WIB

Jakarta, NU Online
Mengembalikan khittah Muslimat Nahdatul Ulama (NU). Itulah visi dan misi yang diusung oleh Lily Chodijah Wahid, salah satu kandidat Ketua Umum PP Muslimat NU, pada Kongres XV Muslimat NU yang akan digelar di Batam, Kepulauan Riau, 28 Maret hingga 1 April mendatang.

Adik dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengatakan visi dan misi yang diusungnya itu berpijak pada pemikiran bahwa Muslimat NU saat ini rentan ditarik-tarik ke dalam dunia politik praktis.

<>

''Padahal inti dari Muslimat NU adalah organisasi sosial keagamaan. Namun sekarang ada kecenderungan untuk ditarik-tarik dalam dunia politik praktis. Insya Allah seandainya dipercaya untuk menduduki ketua umum, Muslimat NU akan saya kembalikan ke khittah-nya,'' kata istri dari almarhum Letkol Najmudin Rosidin ini Gedung PBNU, Kamis lalu.

Namun demikian, bukan berarti jika ia memimpin, para pengurus Muslimat nantinya dilarang untuk aktif dalam partai politik. ”Berpolitik merupakan hak dari masing-masing individu, tetapi jika mereka telah memasuki pekarangan Muslimat, tentu mereka harus mematuhi aturan yang ada di dalamnya. Saya sendiri merupakan orang yang Golput. Kegolputan inilah yang akan saya bawa,” tandasnya.

Selain mengembalikan Muslimat ke khitah, Lili Wahid—demikian panggilan akrabnya—mengatakan akan lebih memperkuat basis ekonomi kerakyatan perempuan NU.

Dia mengatakan, potensi pengembangan ekonomi Muslimat NU sangat besar. Hal ini didasarkan pada saat ia memimpin Induk Koperasi An Nisa yang merupakan lembaga ekonomi Muslimat NU.

''16 juta perempuan yang masuk dalam Muslimat NU bukanlah angka yang main-main. Jika digarap dengan serius dalam bidang ekonomi berbasis kerakyatan tentu akan menjadi sebuah kekuatan tersendiri untuk turut membantu perekonomian bangsa,'' tuturnya.

Disisi lain, dengan jaringan yang dimilikinya, ibu dari tiga orang anak tersebut saat ini mendapat tawaran 6.000 pengiriman tenaga kerja ke Jepang dengan berbagai keahlian, tak hanya menjadi pembantu, tetapi juga para sarjana dengan keahlian tertentu, bukan hanya magang saja.

”Jika peluang kerja di dalam negeri terbatas, mengapa tidak dicarikan di tempat lain. Banyak fihak yang kurang memberdayakan potensi mereka, padahal merekalah para penghasil devisa negera,” imbuhnya.

Program lain yang akan diusung adalah harmonisasi hubungan antara Muslimat NU dan Fatayat NU. Dinilainya bahwa saat ini di tingkat pusat, terkesan adanya rivalitas antara kedua badan otonom NU tersebut, meskipun di tingkat wilayah dan cabang tetap baik,

”Jika keduanya dapat melakukan sinergi, akan ada banyak hal yang bisa dilakukan bersama-sama,” tuturnya

Sementara itu dalam hubungannya dengan PBNU, Muslimat sebagai badan otonom NU akan tetap mengikuti aturan yang ditetapkan oleh PBNU dengan tetap menjalankan perannya dalam upaya pemberdayaan perempuan usia dewasa.

Salah satu yang menjadi keprihatinanya dikalangan NU adalah tumbuhnya gejala berkurangnya nilai keikhlasan seseorang ketika menjadi pengurus di NU. ”Saya masih selalu ingat pesan dari hadratusshikh KH Hasyim Asy’ari. Bahwa NU itu sangu mati, bukan sangu urip,” tegasnya.

Izin Gus Dur

Anak kelima pasangan Wachid Hasyim dan Solechah ini mengatakan, tidak ada niatan sedikit pun untuk masuk ke dalam bursa pemilihan Ketua Muslimat NU. ''Namun karena desakan dan dukungan dari kawan-kawan, akhirnya saya tidak tega juga untuk tidak memenuhi masuk bursa calon Ketua Umum PP Muslimat NU. Dari aspirasi mereka juga saya bisa mengukur seberapa banyak yang mendukung saya untuk maju sebagai ketua umum,'' ucapnya.

Untuk maju sebagai kandidat Ketua Muslimat NU, dia mengaku sudah meminta izin dari kakaknya Gus Dur. ''Saya tidak meminta restu dari kakak saya (Gus Dur, red),. Hanya saja saya sudah bilang padanya saya akan maju sebagai calon Ketua Umum PP Muslimat NU dan minta agar saya tidak dimusuhi saja. Dia tertawa saja mendengarnya dan mengatakan akan segera mengeluarkan pernyataan sikapnya,'' jelasnya. (mkf/maw/rif)