Warta

MA Diminta Segera Proses Gugatan Korban Lapindo

Selasa, 13 November 2007 | 08:07 WIB

Jakarta, NU Online
Mahkamah Agung (MA) diminta segera memproses "judicial review" yang diajukan korban lumpur Lapindo terhadap Peraturan Presiden (Perpres) No.14/2007 karena Perpres tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia (HAM).

Sekitar 25 orang perwakilan korban Lapindo mendatangi gedung MA di Jl. Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (13/11), dan melakukan aksi unjuk rasa dan berorasi.

<>

"Perpres No.14/2007 sama sekali tidak menjamin hak-hak korban untuk mendapatkan ganti rugi yang layak dan segera atas kerugian material dan non material yang mereka terima akibat luapan lumpur panas Lapindo, namun justru membelokkan keinginan korban untuk memperoleh ganti rugi dan memaksalan model penyelesaian melalui mekanisme jual beli," demikian bunyi pernyataan korban lumpur tersebut.

Para korban luapan lumpur itu mendapatkan pendampingan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Urban Poor Consortium (UPC) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

"Judicial review" disampaikan pada 22 September lalu yang isinya antara lain menggugat pasal 15 ayat (1, ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Perpres 14/2007 karena dinilai lebih melindungi kepentingan Lapindo Brantas daripada kepentingan masyarakat. "Masyarakat menolak jual beli, tapi ganti rugi," kata perwakilan korban, Abi.


Empat orang perwakilan korban kemudian ditemui oleh pegawai MA, Ashadi yang mengatakan bahwa saat ini gugatan tersebut telah diproses.

"Dia berjanji akan diproses secepatnya. Saat ini katanya berkas gugatan sudah didistribusikan ke tim Cendrawasih dan sudah diproses," kata perwakilan warga yang diterima MA, Fanny Trijambore atau Rere.

Kata Rere, warga, telah menunggu terlalu lama menunggu penyelesaian ganti rugi tersebut sehingga ia berharap MA akan segera memproses gugatan yang didaftarkan korban dengan diwakili YLBHI.

"Mereka (MA) tidak bisa menjamin kasus kapan ini akan selesai diproses, tapi kami juga tidak bisa menjamin tidak akan terjadi gerakan yang tidak diinginkan," kata Rere setengah mengancam.

Sebanyak 39 korban mengajukan uji materiil terhadap Perpres 14/2007 yang juga menggugat keberadaan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang disebut telah menyengsarakan rakyat korban dalam jumlah yang besar dan dalam waktu lama, hampir dua tahun. (ant/nam)