Warta

Mantan Kepala BIN: Revitalisasi Pancasila Cegah Terorisme

Ahad, 26 Juli 2009 | 01:02 WIB

Yogyakarta, NU Online
Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Abdullah Mahmud Hendropriyono, mengatakan, revitalisasi filsafat Pancasila adalah cara yang dapat ditempuh untuk menangkal berkembangnya terorisme di Indonesia.

"Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling bertolak belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi masyarakat Indonesia saat ini," kata Hendropriyono dalam disertasinya pada sidang ujian terbuka promosi doktor filsafat di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (25/7).<>

Dalam disertasinya berjudul "Terorisme Dikaji dari Filsafat Analitika" itu, ia mengatakan revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak masyarakat Indonesia.
Ia mencontohkan, salah satu ideologi transnasional yang masuk ke masyarakat Indonesia dan hanya diartikan secara lateral adalah Wahabisme.

Negara-negara Islam di dunia, katanya, termasuk Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar, perlu bekerja sama untuk membersihkan pengaruh aliran keras transnasional Wahabisme dan menjadi syarat pokok untuk menetralisasi lingkungan yang dapat dijadikan habitat perkembangan terorisme.

"Dalam terorisme, membela ideologi adalah lebih utama daripada membela faktor kepentingan. Dengan mengutamakan ideologi, seseorang bisa dengan rela melakukan bunuh diri, jika hanya mengandalkan faktor kepentingan, maka hal itu sangat tidak mungkin terjadi," katanya.

Karenanya, kata Hendropriyono, bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. "Jika tidak, maka terorisme itu akan selalu ada," katanya.

Ia meminta agar seluruh elemen masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan karena bentuk terorisme juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi, sehingga akan semakin mematikan.

"Semula, senjata yang digunakan adalah pistol, tetapi kemudian berkembang menjadi bom dan tidak menutup kemungkinan akan menggunakan nuklir apabila semuanya sudah serba nuklir," katanya.

Terorisme, kata dia, juga akan memiliki bentuk-bentuk lain seperti eco-terorism (terorisme terhadap lingkungan), bio-terorism, dan juga cyber-terorism.

"Operasional teroris juga sudah menggunakan teknologi informasi, jika tidak ada informan yang paham mengenai teknologi informasi, maka yang jelas aparat akan tertinggal," katanya. (ant/rif)