Warta

Mendiknas: Mengubah Piramida Menjadi Ketupat

Senin, 10 Januari 2011 | 11:00 WIB

Cirebon, NU Online
Dalam berdakwah pesantren harus menyampaikannya dengan cara modern. “Materi tetaplah kitab kuning, namun caranya harus disesuaikan dengan zaman, supaya dakwah kita bisa lebih mudah diterima masyarakat,” demikian disampaikan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam Haul Akbar KH Aqil Siroj ke-21 di Kempek Cirebon, 8 Januari 2011.

 “Tentunya dalil yang dipakai haruslah naqliyyah (tekstual, red) dan aqliyyah (rasional, red). Dan saya yakin pesantren bisa menggabungkan metode dan tradisi,” tambah Kang Said.<<>br />
Menurutnya, hal ini selaras dengan kaidah al muhafdzatu ala al qadim al salih wa al akhdzu bi al jadid al ashlah (memertahankan hal lama yang masih relevan dan memperbaharui dengan hal yang lebih bermanfaat).

Menteri Pendidikan Nasional Prof DR Mohammad Nuh DEA yang juga hadir dalam acara ini menyatakan bahwa ia ingin membuka akses pendidikan yang lebar untuk pesantren. “Anggap saja ini bayar hutang, karena selama ini pesantren tidak begitu diperhatikan,” ujar mantan Rektor ITS ini sambil tersenyum.

Pria yang akrab disapa Pak Nuh ini melanjutkan, “Negara ingin mengangkat kualitas pendidikan masyarakat menengah ke bawah. Jadi, konsep saya ingin merubah dari piramida menjadi ketupat. Sekarang ini bentuknya masih seperti piramida, jadi masyarakat di bawah kualitasnya sangat minim. Itulah yang ingin saya rubah.”

Sementara itu Wakil Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri menyatakan bahwa masyarakat merindukan ulama tempo dulu. “Mengapa sekarang haul ramai di mana-mana? Karena masyarakat rindu ulama tempo dulu. Ulama tempo dulu itu sangat ikhlas dalam berdakwah. Kalau ulama sekarang kan nyebelin, karena mulai materialistik,” tandas Gus Mus. (bil)