Warta Dari Kunjungan Ahmadinejad ke PBNU

Menolak Tunduk Pada Amerika

Sabtu, 13 Mei 2006 | 18:25 WIB

Kesan seram, angker dan sangar terpancar dari sorot matanya yang tajam. Tapi, kesan itu akan terhapus seketika begitu ia mengembangkan senyumnya yang manis. Dialah Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad.

Saat menyempatkan diri menginjakkan kaki di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jum’at (12/5) lalu, dari tatap matanya, tersirat jelas keteguhan sikap dan kerasnya pendirian seorang Ahmadinejad. Dalam acara silaturrahmi dengan ulama NU dan sejumlah tokoh nasional, pemimpin yang layak disebut Singa Padang Pasir ini menuturkan banyak hal tentang negaranya. Termasuk rencana pengembangan nuklir berikut ancaman invasi Amerika Serikat (AS).

<>

Sungguh luar biasa, di bawah kepemimpinannya, negara berkembang seperti Iran berani lantang berkata tidak kepada keadidayaan AS. Apalagi, ketika sang adidaya itu sudah berani campur tangan terhadap urusan dalam negeri Iran dengan banyak melancarkan protes dan kecaman.

Tak tanggung-tanggung, negara pimpinan Tony Blair Inggris dan beberapa negara sekutu lainnya, yang selama ini lebih banyak menganggukkan kepala saat berhadapan dengan dikte AS, ikut-ikutan menekan Iran.

Saat ini, ia dan negara yang dipimpinnya sedang jadi pusat perhatian dunia karena program nuklirnya. AS bersama sekutunya mengancam akan memberi sanksi militer terhadap negeri Teluk Persia itu jika tak menghentikan aktivitas nuklirnya. Namun, mantan Walikota Teheran ini tak gentar. Ia menolak untuk menghentikan aktivitas nuklirnya.

Diceritakan, sikap penolakan itu pernah ia sampaikan juga kepada tim Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Ia mempertanyakan mengapa Iran dilarang mengembangkan program nuklir meski untuk kepentingan damai, sementara banyak negara lain, termasuk AS sendiri juga melakukan hal yang sama.

“Kalau nuklir dianggap buruk, kenapa kalian (Barat) memiliki. Kalau memang nuklir dianggap baik, kenapa kami (Iran) tidak boleh,“ ungkap Ahmadinejad.

Pria yang pernah berseteru dengan mantan Presiden Iran Mohammad Khatami ini tahu sikap keras kepalanya itu akan membuat AS dan sekutunya berang, tapi ia tak peduli. Di hadapan ulama NU dengan lantang ia mengatakan, “Tak penting mereka (Barat) marah“.

Kalaupun AS dan sekutunya benar-benar akan menyerang Iran, Ahmadinejad dan rakyatnya tak takut. Ia menyatakan telah siap menghadapi berbagai resiko terburuk, seperti serangan militer AS bersama sekutunya. “Bangsa Iran tidak takut,“ tegasnya.

Bahkan dengan nada meremehkan, Ahmadinejad meragukan kesungguhan ancaman negara pimpinan George W Bush berikut sekutunya yang akan menyerang negaranya. Menurutnya, AS tahu kalau Iran adalah sebuah kekuatan besar yang tak akan bisa ditaklukkan dengan mudah. Ancaman itu, baginya tak lebih dari upaya propaganda AS untuk menakut-nakuti Iran.

“Jauh kemungkinan mereka (AS) akan menyerang negara kami. Itu hanyalah propaganda psikologi mereka saja untuk menakut-nakuti rakyat Iran dan juga bangsa Islam. Saya kira mereka tahu kalau Iran adalah kekuatan besar, Iran adalah bangsa yang besar,“ terang Ahmadinejad.

Namun demikian, sikap tak mau diatur oleh dominasi AS itu bukan berarti ia adalah seorang yang antikompromi. Dalam berbagai kesempatan ia selalu menekankan pentingnya menggunakan jalan dialog guna mencari penyelesaian atas ketegangan Iran-AS.

“Republik Islam Iran sebagai negara yang memiliki aktivitas nuklir, siap melakukan pembicaraan dengan semua negara, termasuk dengan negara-negara yang memiliki kekuatan nuklir dan dunia internasional untuk menenangkan ketegangan ini,“ kata Ahmadinejad.

Dikatakan, ia bersedia berunding dengan siapa pun, termasuk presiden AS, guna menghindarkan konflik soal isu nuklir tersebut. Negaranya akan tetap melakukan negosiasi dengan catatan AS harus menghilangkan sikap dan tingkah lakunya yang buruk. "Kita tidak hanya membela hak kami, tetapi membela hak semua negara," jelasnya. Karena itu, ia Ahmadinejad menjelaskan, dengan semakin memperkuat posisi, maka Iran bisa membela kemerdekaan mereka. (Moh. Arief Hidayat)