Muhaimin: Khittah Harus Dimaknai sebagai Kerja yang Lebih Produktif
Senin, 7 September 2009 | 07:49 WIB
Menjelang, muktamar ke-32 NU, khittah kembali diperbincangkan banyak pihak. Berbagai kesalahpahaman masih terus berlangsung sehingga seringkali satu fihak melontarkan tuduhan melanggar khittah pada kelompok lainnya.
Khittah juga memiliki implikasi politik terhadap PKB, yang merupakan sayap politik NU. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar berpendapat khittah NU harus dimaknai sebagai kerja yang lebih produktif, menjadi organisasi yang bergerak dalam wilayah sosial kemasyarakat yang lebih aktif, dalam arti khittah tidak berpolitik praktis.<>
“Makanya mengapa NU melahirkan PKB pada tahun 1998, tidak menjadi partai politik, agar PBNU tidak kehabisan energi dalam dunia politik, tetapi fokus untuk implementasi khittah itu,” katanya kepada NU Online, Ahad (7/9).
Dijelaskannya, paling tidak ada tiga pilar kiprah NU, pertama dakwah Islamiyah, kedua pendidikan kemasyarakatan, ketiga peningkatan ekonomi masyarakat. Semua rintisan sudah ada. zaman Gus Dur ketika PBNU membuat perbankan, BPR, retail trading dan usaha lainnya.
“Dari situ sebetulnya dapat dilakukan kaderisasi dalam bidang ekonomi, sosial keagamaan, pendidikan dan dakwah Islamiyah. Itu kerja NU, khittah ya di situ,” tandasnya.
Terkait dengan kepentingan NU dalam politik dan pemerintahan, wakil ketua DPR RI ini mengatakan NU bisa langsung minta tolong PKB dalam konteks pemerintahan karena PKB dilahirkan untuk mendukung perjuangan NU sehingga PKB akan sepenuhnya bekerja untuk NU.
“Disitu NU akan terselamatkan sementara PKB akan meneruskan perjuangan politik NU. Itulah makna khittah yang sesungguhnya,” terangnya.
Meskipun khittah, dukungan warga NU terhadap PKB tak akan berkurang karena jika konsisten PKB merupakan satu-satunya partai yang dilahirkan secara resmi oleh PBNU.
“Yang paling penting sekarang kan hubungan fungsional, produktif. Khittah sudah tidak lagi membicarakan hubungan netral dengan PKB atau tidak, yang terpenting sejauh mana kontribusi hubungan PKB dengan NU, sejauh mana hubungan NU dengan masyarakat, sudah nga ada membahas hubunganya politik atau non politik,” tegasnya.
Ia berharap, orang-orang yang masih berkeinginan untuk terjun dalam politik praktis tidak duduk dalam kepengurusan NU karena kalau sudah memilih berperan di NU harus sepenuhnya bergerak dalam dunia politik lebih tinggi, bukan politik praktis.
“Sudahlah, urusan politik serahkan PKB, nanti dicek saja, nagih agenda politik mana yang paling mudah, pasti ke PKB. Nagih agenda politik ke partai lain sampai capek tak akan berhasil. Karena itu, kalau sudah full jadi pengurus NU, ya tidak boleh ke politik praktis,” imbuhnya.
Berbagai persoalan yang ada saat ini menuntut perhatian lebih. Ia mencontohkan, seharusnya NU lebih fokus dalam mengembangkan dakwah Islamiyah, sosial kemasyarakatan dan ekonomi.
“200 trilyun dana pendidikan sudahkan sesuai sasaran, sudahkan NU terlibat, sudahkan NU mengambil peran yang lebih luas dalam masyarakat. Itu muktamar yang akan datang harus evaluasi kehadiran NU,” ujarnya.
Karena itu, yang penting saat ini bagaimana meningkatkan kiprah NU dalam masyarakat. Berdasarkan pengalamannya di lapangan, banyak anggota masyarakat yang tak lagi faham apa itu NU.
“Tiap tahun membahas khittah membikin NU ketinggalan, yang harus dibahas sejauh mana kontribusi NU terhadap masyarakat seperti jayanya pada waktu dahulu,” tandasnya. (mkf)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua