Warta

MUI Tolak Kewenangan Sertifikasi Halal Diserahkan pada Pemerintah

Selasa, 15 September 2009 | 09:05 WIB

Jakarta, NU Online
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menolak jika kewenangan penerbitan sertifikasi produk halal diserahkan pada pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama. Semestinya, hal itu menjadi kewenangan lembaga ulama, yakni MUI.

Demikian dikatakan Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin, dalam konferensi pers di kantor MUI Pusat, Jakarta, Selasa (15/9). Dalam kesempatan itu, ia didampingi beberapa petinggi MUI yang lain, di antaranya, KH Amidhan, KH Umar Shihab dan KH Kholil Ridwan.<>

Menurut Kiai Ma’ruf, sertifikasi produk halal yang merupakan bagian dari Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) itu, tidak selayaknya menjadi kewenangan pemerintah. Pasalnya, pemerintah adalah birokrasi pelaksana.

“Ini terkait kehalalan sebuah produk. Soal halal dan haram itu berkaitan dengan hukum, yakni hukum Islam. Dan, masalah hukum Islam, harus diserahkan pada yang ahli, yakni para ulama,” terang Kiai Ma’ruf.

Karena itu, imbuh dia, tidak tepat jika kewenangan tersebut diberikan pada pemerintah yang tidak mesti terdiri dari unsur ulama.

Hal senada dikatakan Amidhan. Menurutnya, sasaran dari penerbitan sertifikasi produk halal itu adalah untuk melindungi umat Islam. MUI yang merupakan lembaga para ulama, merasa sangat berkepentingan terhadap hal tersebut.

“Tugas kita hanya fatwa, tidak yang lain. Kalau di bidang fatwa, tidak bisa didominasi siapa pun,” ungkap Amidhan.

Rencana pengesahan RUU JPH pada pertengahan September ini tidak akan terlaksana. Perdebatan tentang lembaga sertifikat halal masih menjadi kendala utama. Lembaga tersebut dinilai penting karena yang akan mengeluarkan sertifikasi halal.

Komisi VIII DPR RI, Hilman Rosyad, menambahkan, MUI yang merupakan perwakilan masyarakat adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Dalam LSM itu pasti ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.

"Makanya lembaga sertifikasi didirikan di bawah pemerintah, agar kekurangan-kekurangan itu dapar ditutupi oleh pemerintah," kata Hilman. Kekurangan itu, katanya, seperti tidak terjangkaunya MUI hingga pelosok desa di Indonesia. (rif)