Warta

Organisasi Buruh Tolak Kenaikan BBM

Selasa, 27 September 2005 | 09:39 WIB

Jakarta, NU Online
Beberapa elemen serikat buruh sepakat menolak rencana pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dilakukan pemerintah awal Oktober mendatang karena dinilai akan menambah kesengsaraan kaum buruh.

Elemen organisasi buruh tersebut terdiri dari Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), Serikat Buruh Merdeka Setiakawan (SBMS), Serikat Pekerja Rakyat Indonesia (SPRI), Serikat Pekerja Reformasi (SPR) dan Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia)

<>

Saut Aritonang, yang juga ketua SBMS mengatakan, kenaikan BBM hanya akan menyulitkan para buruh dan pekerja di Indonesia. Pasalnya, kenaikan BBM tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan gaji yang sesuai dengan presentase kenaikan BBM. "Padahal seringkali kenaikan BBM diikuti kenaikan harga sembako yang berarti daya beli buruh semakin rendah," ungkapnya dalam dialog perburuhan dengan tema "Menyikapi Kebijakan Pemerintah atas Kenaikan BBM", yang diadakan dalam rangka memperingati hari lahir Sarbumusi yang ke-50, Selasa (27/9) di gedung PBNU.

"Bagaimana ini bisa diatasi, soal upah saja belum beres malah pemerintah sudah mau menaikan BBM sampai dengan 40-60 persen, bagaimana rakyat kita bisa hidup," tandasnya.

Ia juga mempertanyakan kinerja negara selama ini yang terus membiarkan terjadinya pemborosan anggaran negara. Di Indonesia, lanjutnya banyak sekali post-post kebocoran anggaran negara yang tidak ditindak secara serius. Ia mencontohkan, ilegal loging misalnya menghabiskan dana negara sekitar 17 trilyun pertahun, ilegal fishing sekitar 35 trilyun pertahun, ilegal oil sekitar 50 trilyun pertahun belum lagi high cost ekonomi di birokrasi.

Kondisi peraturan di birokrasi ini, lanjut Saut memakan anggaran yang sangat besar karena soal efesiensi waktu. Di Singapura dan Malaysia itu peraturan dapat dilakukan dalam tempo 7-14 hari, sedangkan di Indonesia membutuhkan waktu 90-240 hari.  "Itu high cost, berapa dana yang disedot, akhirnya pengusaha membayar itu tapi dia lantas menekan upah buruh. Kalau ini tidak bisa ditanggulangi oleh pemerintah dia hanya menaikkan BBM, tak ada jalan lain bagi buruh lawan dengan revolusi," tuturnya.

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Sarbumusi, Djunaidi Ali, menurutnya tidak tepat pemerintah menaikan BBM dalam kondisi seperti ini, apalagi tidak dibarengi dengan kenaikan gaji yang memadai bagi buruh, yang ada malah perusahaan cenderung menurunkan gaji para karyawannya. "Ini memang kondisi yang dilematis bagi buruh dan perusahaan, tapi sikap kami tetap menolak rencana pemerintah, dan kalau pemerintah tetap menaikan BBM harus ada konsekwensi kenaikan upah buruh," tandasnya.

Sementara H.M, Rodja dari Serikat Pekerja Reformasi mengatakan selain menolak rencana kenaikan BBM, ia juga meminta ketegasan pemerintah untuk menangkap para koruptor yang telah menjarah harta negara dan menyengsarakan rakyat. "Kalau dia tidak mau mengembalikan uang hasil korupsi itu, tangkap, proses secara hukum di pengadilan dan hukum mati," kata mantan aktivis PMII Jakarta ini.

"Ini cara terpendek untuk membangun kepercayaan rakyat. Harus ada efek jera akibat tindakan para koruptor ini, baru kemudian hartanya disita untuk menutup subsidi BBM," katanya.

Namun jika pemerintah tetap menaikan harga BBM, Rodja akan menginstruksikan para buruh untuk mendatangi kantor pos meminta kartu dana kompensasi BBM yang dikeluarkan pemerintah, karena buruh memiliki hak untuk mendapatkan dana tersebut.

Dalam kesempatan itu seluruh elemen organisai buruh dan serikat pekerja yang hadir juga menyepakati akan menggalang sosialisasi dan konsolidasi dengan organisasi sejenis dalam waktu dekat untuk bertemu dengan pemerintah meminta kepastian soal kenaikan harga BBM ini dan menyampaikan sikap organisasi buruh. "Kita menyampaikan aspirasi dan juga akan menggelar demo secara serentak pada tanggal 29 September," ungkap Djunaidi selaku pemrakarsa kegiatan. (cih)

Â