Warta

PKB: Penggunaan Hak Angket BBM Bukan untuk Lengserkan Presiden

Rabu, 25 Juni 2008 | 11:50 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kubu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ali Masykur Musa, mengatakan, penggunaan hak angket oleh DPR bukan bermaksud melengserkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurutnya, penggunaan hak itu semata-mata untuk membuktikan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah salah. Karena itu, katanya, Presiden tak perlu khawatir.<>

Ali Masykur yang juga anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR RI mengatakan hal itu kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/6).

Hak angket, jelasnya, juga dilakukan untuk menyelidiki proses produksi minyak dan segala kinerja terkait PT Pertamina sekaligus untuk membuktikan apakah memang ada mafia di dunia perminyakan. Sebab, selama ini Pertamina tidak terbuka menyangkut jumlah lifting dan biaya produksi.

Karena itu, imbuhnya, isu hak angket BBM untuk pemakzulan (impeachment) Presiden, sangat tidak masuk akal. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial sebagaimana diatur dalam UUD 1945. "Jabatan presiden adalah fix term, sehingga tidak mudah untuk memakzulkannya," tandasnya.

Hak angket dipilih DPR karena memiliki beberapa kelebihan. Di antaranya, DPR bisa proaktif untuk memanggil siapa pun yang dinilai mengerti dan memahami dunia perminyakan, baik pemerintah atau non-pemerintah.

DPR juga bisa meminta keterangan Presiden. Selain itu, para wakil rakyat di Senayan juga bisa melakukan hak ini tanpa dibatasi masa sidang. Sehingga, meski reses, DPR bisa tetap melakukan penyelidikan.

Hak angket juga sangat strategis untuk mengetahui bagaimana pemerintah membuat kebijakan menaikkan harga BBM. Sebab itu, dia yakin hak angket akan digunakan DPR sebaik-baiknya dan tidak sekadar janji-janji.

Hal senada diungkapkan Ketua DPR RI Agung Laksono. Menurutnya, pemakzulan terhadap Presiden tidak serta-merta meski telah dilakukan hak angket. "Impeachment itu secara teori, ya harus ada. Tapi, tidak secara otomatis,” tandasnya.

Menurutnya, Presiden bisa dimakzulkan kalau terbukti melanggar konstitusi. Sebaliknya, tidak akan ada pemakzulan jika tidak terbukti melanggar. “Bahwa dukungan terhadap hak itu untuk menyelidiki latar belakang, mengapa harus dipaksakan diambilnya opsi kenaikan harga BBM. Jadi, diselidiki opsi lainnya sejauhmana konversi ke batubara, gas, air, dan lain-lain,” jelasnya. (nif)