Warta PENGAJIAN ONLINE

Zakat Tetap Relevan

Rabu, 24 September 2008 | 07:22 WIB

Jakarta, NU Online
Zakat adalah aset Islam yang sangat dibutuhkan sepanjang masa. Hal ini dikarenakan kenyataan kondisi sosial ekonomi dunia yang tidak pernah benar-benar dapat mengentaskan kemiskinan. Sehingga sampai kapan pun zakat akan tetap relevan dan senantiasa menemukan objeknya.

Anak-anak yatim piatu dan penghuni panti asuhan merupakan objek penyaluran zakat yang masih dapat dengan mudah ditemukan hingga saat ini, bahkan di lingkungan perumahan elite sekali pun, apa lagi di tempat-tempat lain. Demikian dinyatakan oleh KH Arwani Faishal dalam Pengajian Online di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (23/9).<>

”Meski terkadang anak penghuni panti asuhan memiliki wali yang kaya, namun manalah mungkin orang tau kandung kaya bersedia menitipkan anaknya ke panti. Jadi anak-anak di panti asuhan termasuk dalam ketagori fakir miskin,” terangnya.

Lebih lanjut Arwani menjelaskan, orang-orang yang membenci kewajiban zakat dapat dikategorikan sebagai kufur. Para ulama ulama ahli fikih menyatakan kufur kepada mereka yang menolak zakat, menentang dan tidak mengakui zakat sebagai kewajiban manusia kepada Allah dan sesamanya.

Arwani menceritakan, zakat maal diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah, sementara zakat fitrah diwajibkan pada pertengahan bulan Ramadhan tahun pertama Hijriyah. Kedua zakat ini diwajibkan kepada setiap muslim, meskipun belum baligh.

Selain itu Arwani menjelaskan, PPN dan PPH yang dikenakan oleh pemerintah tidak dapat dikategorikan sebagai zakat. Karena zakat telah memiliki objek penyaluran yang paten, namun tidak demikian halnya dengan pajak.

”Zakat tidak dapat digunakan untuk membiayai operasional pemerintahan, karenanya pajak tidak dapat mengurangkan nilai zakat. Sebaliknya, mungkin saja zakat malah digunakan untuk mengurangkan nilai pajak yang ditanggung oleh seorang warga negara,” jelasnya.

Lebih lanjut Arwani menuturkan, waktu pengeluaran dan pembagian zakat tidak harus pada bulan Ramadhan. Hitungan satu tahun (haul) bagi harta yang dizakati dapat dihitung dari kapan pun. Sejak mulai diterima bekerja bagi zakat profesi (gaji) misalnya. Atau ketika mulai panen pertama bagi para petani.

”Menurut madzhab Syafi’i kewajiban mengeluarkan zakat mal memang menunggu akumulasi harta selama satu tahun. Namun dalam madzhab Hanafi, kewajiban zakat mal adalah seketika ketika menerima keuntungan usaha, seperti musim panen atau setelah musim dagang tertentu,” tuturnya.

Karenanya, mestinya Arwani berharap, masyarakat tidak perlu menunggu-nunggu bulan Ramadhan untuk membagikan zakat dari kekayaan mereka. Dapat saja orang-orang kaya membagi zakat pada bulan Muharram, januari atau pun lainnya.

Dengan demikian masyarakat miskin tidak perlu menunggu mau lebaran untuk mendapatkan pertolongan dan uluran tangan dari orang kaya. Selain itu, pembagian zakat mal yang terpusat pada masa-masa akhir bulan Ramadhan justru menunjang budaya hidup konsumeris bagi masyarakat.

”Banyak orang menunggu-nunggu bantuan zakat hanya untuk dihabiskan pada saat lebaran saja. Padahal mestinya tidak demikian," tandasnya. (min)