Wawancara

Kemandirian NU, Kemandirian Indonesia

Rabu, 11 Maret 2020 | 11:15 WIB

Kemandirian NU, Kemandirian Indonesia

Wakil Ketua Umum PBNU, H Mohammad Maksum Machfoedz. (Foto: NU Online)

Nahdlatul Ulama (NU) secara penanggalan Hijriyah telah genap berusia 97 tahun pada 16 Rajab 1441 H ini, atau bertepatan pada Selasa (10/3) malam. Tiga tahun lagi, tepatnya pada tahun 1444 H, NU akan berumur satu abad. Rentang waktu tiga tahun bukanlah waktu yang lama. Tak ayal, sejak jauh hari, NU telah mempersiapkan diri untuk menghadapi abad kedua.

Persiapan itu ditunjukkan dengan pemilihan tema Muktamar Ke-34 NU tahun 2020 di Lampung nanti, yakni NU Mandiri, Indonesia Bermartabat. Frasa ini sebetulnya sudah mulai dirintis secara jamiyahnya pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang pada tahun 2015 lalu.
 
Hal ini terus diejawantahkan dalam bentuk gerakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Harlah tahun ini pun mengusung tema Kemandirian NU untuk Kemaslahatan Umat.

Untuk lebih jelasnya mengenai konsep kemandirian NU, Jurnalis NU Online Syakir NF telah menemui Wakil Ketua Umum PBNU H Mohammad Maksum Machfoedz di ruangannya di Gedung PBNU Lantai 3, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Selasa (10/3). Berikut petikannya.

Apa sebetulnya makna kemandirian yang diusung oleh NU?

Urusan fikrah kebangsaan (dan) kemanusiaan, NU sudah selesai. Artinya sudah on the right track. NU sudah luar biasa stabilitasnya, pengamalan amaliahnya, fikrah nahdliyahnya yang teraktualisasikan dalam gerakan bela negaranya.

Namun, ada sisi-sisi yang kita belum gerak atau baru mulai sejak lima tahun ini yang dimandatkan oleh Muktamar Ke-33 NU tahun 2015 di Jombang. Mandat Muktamar Jombang yang terakhir itu mengonsentrasikan pesan kepada mandataris pengurus baru yang jalan sampai sekarang ini untuk berkonsentrasi dalam tiga hal kalau kita berbicara kemandirian.

Mbah Sahal menerjemahkan bagaimana pengembangan dalam mutu keagamaan dan mutu kesejahteraan. Nah, yang kesejahteraan ini kita belum terisi, yang keberagamaan termasuk hubbul wathon minal iman itu sudah selesai.
 
Tapi, kesejahteraan belum selesai sehingga Muktamar Jombang memandatkan ada tiga konsentrasi utama yang harus kita garap, (yakni) pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Itu prasyarat untuk Mandiri baik pada level jam’iyah maupun pada level jamaah

Apa upaya NU dalam memandirikan diri pada bidang ekonomi?

Kalau pengurus sekarang sering mengkritisi negara tentang reforma agraria, tentang konflik dengan Sri Mulyani tempo hari itu, itu karena komitmennya untuk membangun perekonomian jamaah, bukan jamiyah. Jamiyah tidak menerima apa-apa. Isunya saja di luar.

Kita bersepakat bahwa untuk Nahdliyin, masyarakat kecil itu, bagaimana kita mau memandirikan ekonominya kalau ngutangin (memberi pinjaman uang) saja, mereka harus bayar bunga yang tinggi. Secara ekonomi, mereka harus berdaya. Kita berdayakan. Karena kemandirian NU akan membawa kemandirian Indonesia.

Nah, itu komitmen untuk perekonomian. Beban kreditnya harus zero kalau perlu. Nilai bunganya bukan lebih besar dari yang kaya-kaya.

Skema pertama itu bagaimana bisa tetangga sampeyan yang ekonominya mikro, super mikro, ultra mikro, itu harus memperoleh bantuan pinjaman uang. (jika) Beban bunganya jauh lebih tinggi dari orang yang kaya, itu tidak masuk akal. Pembenarannya hanya pembenaran perbankan. Tesis mereka kalau ndak begitu, bagaimana biaya untuk mendampingi mereka? Bagaimana untuk memastikan utang mereka itu dibayar? Bagaimana untuk memasukkan uang itu balik ke negara sehingga bisa diberikan ke yang lain? Itu nalar perbankan.

Yang seperti itu harusnya adalah kerja-kerja sosial. Mengajak pengusaha kecil untuk produktif untuk ekonomis, untuk tahu pembukuan, untuk bisa memanfaatkan dananya lebih bermanfaat itu urusannya adalah urusan sosial. Kalau ngutangi dengan bunga dua kali lipat dari yang kaya-kaya itu sama saja bohong, tidak ada nalar keadilannya sama sekali.

Tadi Bapak mengatakan bahwa kemandirian itu berada pada dua tingkatan, jamaah dan jamiyah. Bagaimana kemandirian NU secara jamiyah pada bidang ekonomi?

Kemandirian ekonomi pada tingkatjamiyah juga kita bangun ekonomi melalui bagaimana usaha-usaha bersama, bagaimana pengusaha NU bisa sukses mulai dari ultra mikro tadi sampai yang besar-besar bisa sukses. Kalau sukses, kembalinya mereka akan berpartisipasi terhadap eksistensi NU secara ekonomis. Itu penting sekali karena  orang kalau melihatnya kemandirian NU itu pikirannya ekonomi. Maka ekonomi saya dahulukan.

Kenapa itu penting?

Karena pada level jamiyah tidak mandiri,selamanya jamiyah ini harus minta minta. Kalau kita mampu meniti kemandirian lambat laun itu akan lepas. Jadi mandiri juga dalam tingkat jamiyah, mandiri juga dalam tingkat jamaah.

Kita katakan pada Sri Mulyani bahwa kita mati-matian proteksi ultra mikro karena itu wajib sifatnya memproteksi kepentingan ekonomi jamaahnya. Kalau kita tidak bicara itu menjerumuskan. Kalau kita membiarkan mereka kena bunga belasan persen sama saja kita membunuh Nahdliyin.

Lalu, apa urgensi dan upaya NU menjadi mandiri dalam bidang pendidikan?

Sebagai alat untuk kemandirian dan maju ke depan kedua adalah pendidikan. Selama ini, pendidikan marak di mana-mana untuk NU. NU ini pendidikannya sudah banyak. Kita punya 267 perguruan tinggi, tetapi sampeyan tahu kalau pondok pesantren itu biasanya kan pengelolaan pribadi, milik pribadi, perguruan tinggi juga pribadi. Memang asal muasalnya kalau NU itu mulai dari pribadi. Pesantren banyak baru dihimpun oleh Hadratussyekh menjadi perkumpulan Nahdlatul Ulama.

Kita tidak pernah menginginkan itu kemudian dilebur menjadi milik NU. Noi!Kalau NU memiliki itu untuk modeling, NU bangun sendiri.Maka UNU dibuat hari ini sudah 34 tersebar dengan segala prospek dan progres dinamikanya itu luar biasa.

Dengan memiliki 34 (UNU) itu, maka kita bisa menggerakkan 267 perguruan tinggi semuanya itu dalam satu gerak langkah. Bagaimana mengembangkan kurikulum bersama? Bagaimana membuat standardisasi pendidikan? Bagaimana membuat fasilitasi, mengkomunikasikan produk-produk pendidikan tinggi itu keluar? Bagaimana kita bisa berjaringan hulu-hilir? Itu akan membuat pendidikan luar biasa. Tetapi kalau tidak punya 34 (UNU), kita tidak punya power apa-apa. Dengan punya 34 (UNU) kemudian kita punya lembaga perguruan tinggi.

Dengan 267 perguruan tinggi itu, NU bisa melakukan negosiasi politik kepada negara. Bagaimana pendidikan ini akses pendidikan yang luar biasa bagi Nahdliyin. Ketika mereka menghadapi suatu kondisi bahwa aksesibilitas perguruan tinggi-perguruan tinggi negeri itu terbatas kecil. Dua sampai tiga, empat tahun nanti pendidikannya semerbak.

Lalu bagaimana terkait kesehatan?

Yang ketiga adalah kesehatan.Kalau sampeyan turun ke bawahyang sakit-sakitan siapa karena itu hubungannya dengan pendidikan publik dan hubungannya dengan potensi ekonomi. Yang sakit-sakitan juga orang NU. Bagaimana mereka bisa produktif kalau sakit-sakitan. Kita punya lembaga kesehatan banyak sekali berpuluh-puluh lembaga kesehatan, tapi itu milik pesantren atau pribadi.

NU berinisiatif membangun lembaga kesehatan.Sudah punya. Tapi,belum bisa menggerakkan balai kesehatan NU karena NU belum punya. Maka, NU mendirikan Rumah Sakit NU. Dengan begitu, maka kita punya power untuk mengkonsolidasikan rumah sakit-rumah sakit NU termasuk yang milik-milik pribadi tadi. Hari ini, rumah sakit dikonsolidasikan oleh Arsinu (Asosiasi Rumah Sakit NU) dan persatuan dokter NU. Dokter NU banyak sekali hari ini kita konsolidasikan dalam PDNU.

Artinya, apa peran NU sendiri sebagai jamiyah bagi jamaahnya?

Jamiyah yaitu menggembala itu semua untuk bisa powerfull. Dengan begitu, bisa powerfull. Misalkan untuk tadi, tentang perekonomian, tadi siapa yang menyelesaikan fungsi pengurus besar Nahdlatul Ulama. Ketika kita berani berkelahi sudah ndak usah dihutangi. Kalau gitu sih itu sama saja membunuh usaha ultra mikro. Kalau mau begitu jangan menyiksa ultra mikro.

Ketika kita declaring itu diam. Apa yang sebenarnya kita upayakan itu mengarah pada peningkatan mutu kesejahteraan menurut almarhum Mbah Sahal kemudian terpola sebagai mandat Muktamar kepada mandataris ketua umum Kiai Said. Kita harus mendukung.

Harapan kita semuanya itu berkhidmat membesarkan NU membesarkan kemandirian. Untuk muktamar nanti, kita sudah klaim tidak meminta-minta sumbangan sudah luar biasa mengalir. Insya Allah kita take off dari sana baik pendidikan kesehatan maupun perekonomian. Kalau generasi sampeyan ini bisa masuk ke perguruan tinggi mereka bakal supplying labour. Kita punya kelebihan values sampean punya nilai.