Wawancara

Muslimat NU Harus Memberi Manfaat kepada Rakyat Sebanyak-banyaknya

Sabtu, 25 Maret 2006 | 04:57 WIB

Jelang Kongres Muslimat NU ke-15 yang akan digelar di Batam, Kepri, 28 Maret hingga 1 April mendatang, bursa kandidat ketua umum semakin ramai dibicarakan. Siapa saja dan bagaimana visi-misi yang akan diusung? Berikut wawancara Moh. Arief Hidayat dari NU Online dengan Mahsusoh Tosari Wijaya, salah satu kandidat ketua umum.

Terkait dengan pencalonan Anda menjadi Ketua Umum PP Muslimat NU, apa visi dan misi yang akan diusung?

<>

Ya. Visi-misi saya itu tentu telah terikat dengan visi-misi Muslimat yang telah disepakati oleh para pemimpin yang dulu. Itu seakan menjadi darah yang mengalir di tubuh saya. Visi dan misi saya adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera yang dijiwai oleh Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeadilan dan berkemakmuran. Tentu dengan demikian bagaimana caranya Muslimat memberi manfaat kepada rakyat sebanyak-banyaknya sehingga sejahtera. Makanya bisa dilihat dalam sejarah Muslimat, baru pertama kali, saya akan mencoba program besar dalam bidang pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan.

Apa itu termasuk dalam blue print Muslimat NU hingga tahun 2025 yang di-launching beberapa waktu lalu?

Bukan. Itu terjemahan dari blue print tadi. Tapi saya lebih membumi lah. Saya nggak ingin berwacana. Nanti dalam kongres itu akan ada penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding, red) antara Muslimat NU dan Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan. Karena sebagian besar konstituen Muslimat adalah petani, nelayan dan sebagainya. Sementara hal itu sampai sekarang belum diperhatikan secara serius. Karena berorganisasi itu untuk apa, ya untuk menyejahterakan anggotanya.

Nanti ada juga kerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi tentang sosialisasi amandemen UUD 1945, serta Undang-undang yang berkaitan dengan perempuan.

Beberapa kandidat mengusung tema Khittah NU 1926. Artinya, tidak ingin Muslimat ditarik-tarik oleh kepentingan politik praktis. Bagaimana pendapat Anda?

Ya. Itu juga menjadi komitmen saya. Saya ingin Muslimat itu menjadi payung dan tempat berlabuh yang aman bagi warga NU. NU itu kan besar dan bermacam-macam. Aspirasinya juga bermacam-macam. Itu harus dipahami. Dan ini dijadikan contoh oleh para pendahulu kita. Mereka tidak pernah menjadikan Muslimat sebagai alat atau kendaraan politik. Kita mendorong teman-teman yang aktif di partai politik, karena hal itu bagian dari partisipasi perempuan di bidang politik. Tapi kalau sudah di Muslimat, ya harus dilepas itu ”jaket” atau atribut kepartaiannya.

Beredar isu bahwa Kongres Muslimat kali ini nuansa politiknya sangat kental, ada tarik-menarik kepentingan politik tertentu. Bagaimana Anda menanggapi?

Itu sah-sah saja. Karena partai hubungannya kan dengan rakyat. Tapi yang jelas jangan sampai intervensi terlalu dalam.

Anda sendiri memiliki latarbelakang partai politik. Apa ada dorongan dari partai Anda?

Ada. Saya kira juga semua kandidat pasti ada. Begitu juga dengan saya. Tapi secara perorangan saja, tidak secara kelembagaan.

Meski masih beberapa hari kongres dimulai, tapi sudah berembus isu di luar soal adanya money politic. Pendapat Anda?

Kalau pun memang ada, ya kita anggap sebagai sodaqoh-nya mereka. Tapi kalau saya tidak. Insya Allah saya tidak akan menggunakan cara-cara seperti itu. Itu menjadi komitmen saya. Yang akan saya lakukan bagaimana menjual program kerja untuk Muslimat ke depan. Kalau pun saya misalkan nyumbang atau memberi sesuatu, ya itu kan untuk kepentingan Muslimat juga. Tidak ada niatan untuk money politic. Nawaitu(niat)-nya sodaqoh untuk kepentingan dan perjuangan Muslimat.

Kalau misalkan nanti Anda tidak terpilih menjadi ketua umum bagaimana?

Ah, biasa saja, tidak masalah. Bagi saya siapa pun yang menang atau terpilih, tetap akan saya dukung dalam implementasi. Selesai kongres, ya selesai. Kalau masih dipercaya, saya juga masih mau menjadi pengurus. Itu sudah jadi komitmen saya.