Apel Akbar, Ketum PBNU Paparkan Pancasila Santri dan Aplikasinya dalam Kehidupan Sehari-hari
Rabu, 22 Oktober 2025 | 09:50 WIB
Jombang, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya memaparkan bahwa menjadi santri adalah pergulatan total yang ditekuni di atas lima prinsip dasar dari Pancasila Santri.
Hal itu disampaikannya saat menjadi inspektur upacara atau Apel Akbar Hari Santri 2025 di Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur, pada Rabu (22/10/2025).
Gus Yahya menyampaikan sila pertama adalah pengabdian kepada ilmu (khidmatu ‘ilm). Dalam hal ini para santri menjalani hidupnya dalam pengabdian terhadap ilmu pengetahuan melalui proses belajar, mengajar, serta mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan nyata.
Sila kedua, lanjut Gus Yahya, adalah pensucian jiwa (tazkiyatun nafs). Ia menjelaskan bahwa santri dituntut untuk senantiasa menjaga kebersihan hatinya dari berbagai noda yang dapat mencemari dirinya, baik di hadapan Allah maupun dalam hubungan sosial.
Sila ketiga, katanya,adalah perjuangan di jalan Allah (jihad fi sabilillah). Gus Yahya menyampaikan bahwa santri memiliki tanggung jawab untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur dari ajaran Islam dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat.
"Barangsiapa yang tidak perduli kepada umat dan masyarakat dia bukan santri,” tegasnya.
Gua Yahya menyebut sila keempat, yaitu pengabdian kepada Indonesia (khidmatu Indonesia). Dalam prinsip ini, lanjutnya, santri diharapkan mampu mengesampingkan kepentingan pribadi maupun kelompok demi kemaslahatan bangsa.
"Apa pun tantangan yang dihadapi, indonesia adalah psuat perjuangan santri di dalam pergulatan masyarakatnya,” jelasnya.
Gus Yahya juga mengulas sejarah peran santri dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Ia mengingatkan kembali bahwa setelah Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari memfatwakan jihad melawan agresi sekutu yang membonceng NICA, para ulama dan kiai membentuk barisan perjuangan bernama Kiai Mujahidin.
Baca Juga
Ini Link Download Logo Hari Santri 2024
Ia mnegaskan, di bawah kepemimpinan nasional KH Abdul Wahab Chasbullah dan didukung oleh para tokoh seperti KH Abbas dari Buntet Cirebon, KH Abdul Halim dari Majalengka, KH Hasan Gipo, serta komando elit yang dipimpin KH Abdul Kholiq Hasyim, pasukan santri bergerak dari seluruh penjuru tanah air ke Surabaya.
"Presiden Prabowo Subianto pada satu kesempatan mengatakan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan di Jakarta, dan ujiannya yang pertama di Surabaya,” jelasnya.
Ujian itu, menurut Gus Yahya, dijawab oleh para santri Nahdlatul Ulama, yang telah membuktikan diri sebagai pilar utama berdirinya bangsa ini. Ia menegaskan bahwa santri NU akan terus siap sedia mengorbankan apapun demi kemaslahatan dan kemuliaan Indonesia.
Sila kelima, lanjutnya, adalah penghormatan terhadap kemanusiaan (ikramul insaniyyah). Ia mengungkapkan bahwa santri diajarkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan karena dalam ajaran Islam, manusia telah dimuliakan oleh Allah sejak awal penciptaannya.
“Dan karena api proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia itu adalah kemanusiaan. Barangsiapa yang menghinakan sesama manusia, dia bukan santri,” terangnya.