Nasional

DPR: Komite Reformasi Polri Harus Bekerja Secara Transparan, Publik Berhak Mengetahui

Kamis, 13 November 2025 | 19:30 WIB

DPR: Komite Reformasi Polri Harus Bekerja Secara Transparan, Publik Berhak Mengetahui

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil dalam diskusi yang diadakan KWP tentang Reformasi Polri (Foto: dok. DPR)

Jakarta, NU Online

Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menegaskan pentingnya prinsip akuntabilitas dan keterbukaan dalam pelaksanaan reformasi kepolisian.


Ia menilai, Komite Percepatan Reformasi Kepolisian yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto harus bekerja secara transparan agar publik dapat mengawal proses perubahan di tubuh Polri.


“Komite Percepatan Reformasi Kepolisian perlu bekerja dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas tinggi. Publik berhak mengetahui arah dan capaian reformasi agar langkah perbaikan tidak berhenti pada wacana,” ujar Nasir dalam Forum Dialektika Demokrasi bertema Reformasi Polri Harapan Menuju Institusi Penegakan Hukum yang Profesional dan Humanis di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).


Menurut Nasir, reformasi kepolisian bukan sekadar agenda teknokratis, melainkan agenda strategis bangsa. Ia menilai keberhasilan reformasi Polri akan berdampak luas terhadap penegakan keadilan publik dan kualitas demokrasi nasional.


“Reformasi kepolisian itu agenda strategis bangsa ini karena terkait dengan keadilan, keamanan publik, dan demokrasi,” katanya.


Nasir menambahkan, efektivitas reformasi Polri dapat diukur dari sejauh mana masyarakat merasakan rasa aman dan mendapatkan keadilan. Ia menyinggung peristiwa ledakan di SMA 72 Jakarta sebagai contoh lemahnya sistem pengawasan keamanan publik.


Menurutnya, kejadian tersebut menjadi pengingat bahwa fungsi kepolisian tidak dapat berjalan sendiri tanpa kolaborasi masyarakat dan lembaga lain.


“Peristiwa itu menunjukkan masih ada sisi yang luput diawasi. Karena itu, reformasi Polri diharapkan bisa menghadirkan polisi yang dipercaya dan dicintai masyarakat,” ujarnya.


Nasir menekankan bahwa profesionalisme menjadi kunci dari seluruh agenda reformasi. Penegakan hukum, menurutnya, harus berbasis pada pendekatan ilmiah, objektif, dan transparan, bukan pada praktik yang represif atau pragmatis.


“Profesional artinya bekerja dengan ilmu dan metode yang saintifik. Penyelidikan harus bermutu, objektif, dan transparan,” tegasnya.


Ia juga menyinggung sejumlah visi dan slogan Polri terdahulu, mulai dari Promoter (Profesional, Modern, Terpercaya) hingga Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan). Namun menurutnya, visi dan jargon tersebut akan kehilangan makna bila tidak disertai konsistensi dan pembenahan mendasar.


“Untuk itu yang dibutuhkan adalah konsistensi. Reformasi bukan soal semboyan, tapi soal praktik nyata yang dirasakan masyarakat,” ucapnya.


Nasir menilai keberhasilan reformasi Polri juga berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi dan iklim investasi nasional. Ia menegaskan bahwa keamanan publik merupakan fondasi bagi kepercayaan investor terhadap dunia usaha di Indonesia.


Selain profesionalisme, Nasir mendorong adanya pembenahan menyeluruh di tubuh kepolisian melalui sistem pembinaan, pengawasan, dan pemberian penghargaan. Menurutnya, reformasi sejati tidak cukup dilakukan di tingkat struktural, tetapi harus menyentuh aspek mentalitas dan budaya kerja aparat.


“Evaluasi harus menyentuh dari hulu ke hilir yaitu pembinaan, pengawasan, dan penghargaan kepada anggota yang berintegritas,” ujarnya.


Ia menegaskan bahwa reformasi Polri merupakan bagian penting dalam menjaga masa depan demokrasi Indonesia. Polisi yang profesional dan humanis, katanya, akan membuat rakyat merasa aman dan negara semakin kuat.


“Reformasi Polri adalah bagian dari menjaga masa depan demokrasi kita. Polisi yang profesional dan humanis akan membuat rakyat merasa aman dan negara semakin kuat,” pungkasnya.


Menanggapi hal itu, perwakilan Polri Irjen Gatot R Handoko menegaskan komitmen lembaganya untuk terus berbenah dan memperkuat pengawasan internal.


“Kami terbuka terhadap kritik dan terus memperkuat pengawasan internal. Tidak ada ruang bagi anggota yang melanggar atau menyakiti masyarakat,” ujarnya.