Hakim MK Pertanyakan Mekanisme Seleksi TNI di Kementerian dan Kritik Kepala BNPB soal Bencana Sumatra
Jumat, 5 Desember 2025 | 09:00 WIB
Jakarta, NU Online
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mempertanyakan mekanisme seleksi prajurit TNI yang ditempatkan di 14 kementerian dan lembaga negara.
Ia juga mengkritik pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto yang dinilai meremehkan bencana alam di Pulau Sumatra pada akhir November 2025.
Sorotan tersebut disampaikan Saldi dalam sidang lanjutan perkara Nomor 197/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Hadir dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, pada Rabu (3/11/2025). Pada kesempatan ini, hadir perwakilan DPR Utut Adianto, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej), dan Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan.
Menurut Saldi, pernyataan Suharyanto mengenai bencana Sumatra menunjukkan perlunya seleksi ketat terhadap prajurit aktif yang akan ditempatkan di kementerian dan lembaga. Meski Suharyanto telah menyampaikan permohonan maaf, Saldi menilai persoalan tersebut tetap relevan sebagai bahan evaluasi.
"Ini saya sebetulnya agak merasa sedih juga pernyataan seorang perwira tinggi soal bencana di Sumatera Barat itu. Itu kan sebetulnya kita berpikir ini memang diseleksi secara benar atau tidak itu. Masa bencana hanya dikatakan ributnya hanya di medsos (media sosial) aja?" katanya, dikutip NU Online dari tayangan Youtube MKRI pada Kamis (4/12/2025).
"Nah itu salah satu poin sebagai orang yang berasal dari daerah bencana, saya perlu sampaikan itu sekaligus untuk bisa jadi refleksi untuk TNI juga, Pak Wamen," tambahnya.
Saldi meminta penjelasan lebih jauh kepada Pemerintah mengenai mekanisme seleksi internal yang dimaksud Wamenhan. Ia menekankan bahwa penempatan prajurit aktif di kementerian atau lembaga tidak mungkin dilakukan secara serta-merta tanpa proses yang ketat.
"Tolong kami dijelaskan juga, bagaimana mekanisme seleksi internal itu bekerja supaya memang ditemukan perwira atau pati yang memenuhi persyaratan untuk bisa dikirim ke tempat-tempat tertentu?" ujarnya.
Sebelumnya, Eddy Hiariej menjelaskan bahwa setiap prajurit TNI harus melalui seleksi internal sebelum mengikuti proses seleksi terbuka di kementerian dan lembaga yang membutuhkan personel dari TNI. Selebihnya, seleksi lanjutan dilakukan sesuai aturan masing-masing kementerian atau lembaga.
Ia menegaskan bahwa Pasal 47 ayat (1) UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 tetap membatasi penempatan prajurit aktif, sedangkan implementasinya mengacu pada kebutuhan 14 kementerian dan lembaga sebagaimana diatur Pasal 47 ayat (4).
“Sehingga dalam mengirimkan prajurit TNI untuk mengikuti seleksi terbuka pada kementerian dan lembaga tersebut perlu dilakukan seleksi internal di lingkungan TNI terlebih dahulu untuk memastikan prajurit TNI yang dikirim memiliki keahlian untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” jelasnya.
Sebagai informasi, permohonan uji materi Nomor 197/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh delapan pemohon yang terdiri dari lembaga masyarakat sipil dan perorangan.
Mereka adalah Perkumpulan Imparsial (Pemohon I), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI (Pemohon II), KontraS (Pemohon III), Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (Pemohon IV), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum APIK Jakarta (Pemohon V), serta tiga warga negara: Ikhsan Yosarie (Pemohon VI), Mochamad Adli Wafi (Pemohon VII), dan Muhammad Kevin Setio Haryanto (Pemohon VIII).