Nasional

Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta Alami Tuli Mendadak, Ini Penjelasan Dokter

Rabu, 12 November 2025 | 12:30 WIB

Korban Ledakan SMAN 72 Jakarta Alami Tuli Mendadak, Ini Penjelasan Dokter

Kepala Unit Hiperbarik RS YARSI, dr. Erick Supondha saat ditemui NU Online di RS YARSI, Cempaka Putih, Jakarta pada Selasa (11/11/2025). (NU Online/Rikhul Jannah)

Jakarta, NU Online

Korban ledakan di SMAN 72 Jakarta dilaporkan mengalami gangguan pendengaran mendadak atau sudden deafness akibat trauma akustik yang ditimbulkan oleh suara ledakan.


Kepala Unit Hiperbarik RS YARSI dr Erick Supondha menjelaskan bahwa korban yang mengalami kerusakan pada sel telinga akibat paparan suara keras dari insiden tersebut perlu mendapatkan terapi.


Ia menambahkan terapi oksigen hiperbarik berfungsi membantu mempercepat proses perbaikan sel-sel telinga yang rusak. Dalam prosedur ini, pasien menghirup oksigen murni 100 persen di dalam ruangan bertekanan tinggi, yang disebut hyperbaric chamber.


“Pasien yang menjalani terapi ini akan masuk ke dalam sebuah ruangan yang disebut hyperbaric chamber. Di dalamnya, pasien bisa dalam posisi duduk atau berbaring sambil menghirup oksigen murni 100 persen yang diberi tekanan tinggi lebih besar dari tekanan atmosfer bumi ini,” ujar Erick saat ditemui NU Online di RS YARSI, Cempaka Putih, Jakarta pada Selasa (11/11/2025).


Terapi dilakukan selama kurang lebih 3x30 menit dalam satu sesi. Erick menyebut, sejauh ini ada empat korban yang sedang menjalani terapi tersebut di rumah sakit tempat dia praktik.


“Hari pertama mereka menjalani treatment ini. Kemungkinan dengan kondisi yang ada, saya akan melihat perkembangannya setelah lima sampai 10 kali sesi terapi ke depan,” katanya.


Secara medis, kondisi tuli mendadak akibat ledakan atau trauma akustik masih bisa diperbaiki apabila ditangani dalam waktu yang cepat. Erick menyebut periode dua minggu pertama setelah kejadian merupakan golden period untuk pemulihan optimal.


“Secara teoretis, golden period-nya adalah dua minggu. Jadi, pada beberapa hari setelah kejadian kemarin, diharapkan proses pemulihan dapat berlangsung lebih baik,” ujarnya.


Namun, ia menyampaikan, jika penanganan dilakukan melebihi batas waktu tersebut, peluang kesembuhan total akan menurun.


“Kalau lewat dari dua minggu, lebih sulit untuk dilakukan perbaikan. Prognosisnya mungkin tidak bisa 100 persen pulih, mungkin hanya sebagian,” ungkap Erick.


Ia menambahkan, terapi oksigen hiperbarik bukan hanya digunakan untuk kasus tuli mendadak, tetapi juga berbagai kondisi medis yang memerlukan perbaikan jaringan akibat kekurangan oksigen, termasuk trauma akibat ledakan seperti yang dialami para korban SMAN 72 Jakarta.