Sambangi Polda Metro, Sejumlah Akademisi UPN Veteran Jakarta Minta Penangguhan Penahanan Delpedro
Sabtu, 4 Oktober 2025 | 10:00 WIB
Sejumlah akademisi UPN Veteran Jakarta di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, pada Kamis (2/10/2025). (Foto: dok. Lokataru)
Jakarta, NU Online
Sejumlah akademisi dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta meminta penangguhan penahanan untuk Delpedro Marhaen yang ditahan Kepolisian sejak 1 September 2025. Permintaan itu dilakukan di Polda Metro Jaya, Jakarta Pusat, pada Kamis (2/10/2025) lalu.
Dosen Ilmu Politik, FISIP UPNV Jakarta, Sri Lestari Wahyuningroem, mengungkapkan bahwa alasan permintaan itu karena Delpedro adalah seorang mahasiswa aktif dan tidak dapat mengikuti pelajaran di kampus.
"Kami, para akademisi dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, menyampaikan keprihatinan mendalam atas penahanan mahasiswa kami, Delpedro Marhaen, yang saat ini sedang menjalani proses hukum dan tidak dapat mengikuti kegiatan perkuliahan sebagaimana mestinya," katanya menurut keterangan yang diterima NU Online pada Jumat (3/10/2025).
Sri menegaskan bahwa penahanan terhadap seorang tersangka merupakan kewenangan aparat penegak hukum. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia, penahanan bukanlah suatu keharusan, melainkan diskresi penyidik.
Ia menjelaskan bahwa diskresi tersebut memberikan ruang bagi penyidik untuk mempertimbangkan apakah seseorang perlu ditahan atau dapat menjalani proses hukum tanpa harus berada dalam tahanan. Menurutnya, tidak dilakukan penahanan bukan berarti terjadi pelanggaran hukum, dan aparat penegak hukum pun tidak dapat dikenai sanksi atas keputusan tersebut.
Dalam kasus Delpedro, Sri menyampaikan bahwa pihaknya memandang akan lebih bermanfaat, adil, dan proporsional apabila penangguhan penahanan diberikan. Ia menyebutkan bahwa status Delpedro sebagai mahasiswa aktif harus menjadi pertimbangan penting, mengingat tanggung jawab akademiknya tidak bisa dijalankan dari balik jeruji tahanan.
“Sebagai seorang mahasiswa aktif, ia memiliki tanggung jawab akademik yang tidak dapat dipenuhi jika berada dalam tahanan,” ujarnya.
Sri menambahkan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara. Oleh karena itu, penahanan yang menghambat akses terhadap pendidikan dapat dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
“Penahanan yang menghambat akses terhadap pendidikan berpotensi melanggar hak asasi manusia, khususnya hak atas pendidikan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 31 UUD 1945, serta instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia,” jelasnya.
Sebagai bentuk komitmen terhadap proses hukum, Sri bersama akademisi lain juga menyatakan kesiapannya untuk menjadi penjamin secara moral dan hukum dalam pengajuan penangguhan penahanan.
“Kami juga menyatakan kesiapan kami secara moral dan hukum untuk menjadi penjamin dalam permohonan penangguhan penahanan terhadap Delpedro Marhaen, dan akan memastikan bahwa yang bersangkutan akan bersikap kooperatif dalam seluruh proses hukum yang sedang berjalan,” ucapnya.
Ia berharap permohonan tersebut dapat dipertimbangkan secara bijaksana oleh pihak berwenang, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan restoratif dan proporsionalitas dalam penegakan hukum.
Adapun para penjamin tersebut adalah Taufiqurrohman Syahuri, guru besar Fakultas Hukum UPNV Jakarta; Sri Lestari Wahyuningroem, dosen Ilmu Politik FISIP UPNV Jakarta; Luky Djani, dosen Ilmu Politik FISIP UPNV Jakarta; Erna Hernawati, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPNV Jakarta; serta Ria Maria Theresia, wakil rektor bidang kemahasiswaan dan dosen Fakultas Kedokteran UPNV Jakarta.
Selanjutnya, terdapat pula Wicipto Setiadi, guru besar Fakultas Hukum UPNV Jakarta; Ardli Johan Kusuma, dosen Magister Ilmu Politik UPNV Jakarta; Denni Indra Sukmawan, dosen FISIP UPNV Jakarta; dan Prasetyo Hadi, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPNV Jakarta.