Malang, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sangat menyesalkan pernyataan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla yang mengatakan bahwa negara-negara di Timur Tengah (Timteng) tak mempersoalkan sikap Indonesia yang mendukung sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) terhadap Iran terkait program nuklirnya.
“Sulit dicari negara Arab yang netral, sedangkan ulama adalah kelompok idealis yang dengan negaranya sendiri sering tidak cocok. Di Indonesia sendiri, antara pemerintah dan ulamanya berbeda,” ungkap Ketua Umum PBNU Dr KH Hasyim Muzadi di di Kediamannya di Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, Ahad (2/4).
<>Wapres Kalla, usai menjalankan ibadah umroh di Mekkah, Jumat (30/3) lalu, mengatakan, beberapa negara di Timteng yang ditemuinya merespon positif sikap Indonesia yang mendukung resolusi DK PBB nomor 1747 terkait pengayaan uranium Iran. Hal itu, menurut Wapres, sama sekali tak diduga oleh pemerintah Indonesia.
Namun demikian, pernyataan itu dibantah oleh Hasyim. Ia menilai ada negara-negara di Timteng yang justru merasa senang dengan sanksi yang dijatuhkan DK PBB terhadap Iran. Hal itu terjadi karena adanya kepentingan, pertimbangan praktis, politis dan ekonomis. “Karena itulah, negara-negara Arab tidak pernah menang,” tandasnya.
Presiden World Conference on Religion for Peace itu menegaskan, akibat dukungan pemerintah RI atas resolusi DK PBB, pihaknya sempat diprotes dari ulama dan tokoh agama di Timur Tengah. Mereka menyesalkan sikap pemerintah, karena Indonesia sebenarnya diharapkan menjadi penengah berbagai konflik, terutama di Timteng.
“Saya tidak mengatakan Indonesia dijauhi negara Timteng, tapi dipertanyakan ulama-ulamanya. Kalau Wapres mendapat dukungan dari Libanon, karena Libanon adalah negara ‘unik multisektarian’ mungkin saja yang ketemu itu tidak suka terhadap Iran,” tutur Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu.
Doktor Kehormatan bidang Peradaban Islam itu hingga kini masih kecewa dengan sikap pemerintah Indonesia soal nuklir Iran. Padahal, NU sebenarnya berharap agar Indonesia mengambil posisi lebih tinggi dari negara-negara di Timur Tengah yang bertikai. ”Harapan saya terhadap Indonesia ternyata terlalu tinggi. Ternyata kita masih kelas masih ‘inlander’,” pungkasnya. (rif)