Warta

Rencana Pengambilan Sidik Jari Singgung Kalangan Pesantren

Jumat, 9 Desember 2005 | 06:41 WIB

Jakarta, NU Online
Kalangan pesantren yang merasa dirugikan oleh aktivitas yang mendiskreditkan (menyudutkan) pesantren bertambah banyak. ''Sebagai orang yang selama ini berada di lingkungan pesantren, saya merasa sangat tersinggung,'' tegas Ketua Umum Rabithah Ma'had Islamiyah (RMI) --semacam asosiasi pesantren-- Jawa Tengah, KH Zaim Achmad Ma'shoem, Kamis (8/12).

Penolakan juga dikemukakan pimpinan Pesantren Al Jauhariyah, Balerante, Cirebon, KH Anom Kusumajati. Dia mengatakan, rencana pengambilan sidik jari santri itu meresahkan. Para santri, jelas dia, menjadi resah karena dianggap sebagai teroris.

<>

Selain itu, terang Anom, rencana tersebut juga mengakibatkan empat orang lulusan terbaik dari pesantrennya ditolak untuk mengajar di sejumlah pesantren di Jabar, Jateng, dan Jatim. Untuk dapat mengajar di sejumlah ponpes itu, sambung dia, keempat orang santrinya tersebut diharuskan untuk mengantongi izin tertulis dari kepolisian.

Gus Zaim --panggilan akrab KH Zaim Achmad Ma'shoem-- menyatakan tersinggung dengan ide pengambilan sidik jari santri, wacana perubahan kurikulum pesantren, dan pengawasan ketat pemerintah terhadap pesantren. Menurut dia, semua itu telah menimbulkan keresahan kalangan santri dan kiai yang tinggal di pesantren. Langkah tersebut dinilainya sama dengan mengintervensi kehidupan di pesantren.

Dia juga menyesalkan sikap Wakil Presiden, Jusuf Kalla, yang terkesan merestui praktik-praktik tersebut. Pada Rabu (7/12), Kalla memang mengajak masyarakat untuk menanggapi ide pengambilan sidik jari santri serta aktivitas aparat dalam memerangi terorisme itu dengan pikiran yang positif. Pengasuh Pesantren Al Hikmah, Lasem, Rembang (Jateng), ini meminta, Wapres lebih bijak dalam mengeluarkan pernyataan-pernyataan agar tidak menimbulkan keresahan dan kecurigaan.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng, Drs HM Adnan. Menurut dia, pernyataan itu akan menimbulkan generalisasi bahwa pesantren adalah sarang teroris. ''Saya berharap, pernyataan itu jangan di-gebyah-uyah (generalisasi), nanti malah asin semua. Jadi, jangan semua pesantren disamakan seperti itu,'' kata Adnan.

Menurut staf pengajar FISIP Undip Semarang ini, sikap Wapres telah membuat para orang tua santri dan santri sendiri yang akhirnya pulang dan tidak belajar lagi di pesantren. ''Pernyataan itu dapat meresahkan masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kredibilitas pemerintah di mata rakyatnya,'' tuturnya. Dia juga menolak ide pengambilan sidik jari santri.

Pengasuh Pondok Pesantren Ilmu Giri Bantul, Yogyakarta, Nasruddin CH, berharap bisa dialog dengan pemerintah untuk meluruskan pandangan tentang pesantren. Dia mengaku khawatir pemerintah bakal berbuat tidak adil terhadap pesantren. Sedangkan Pengasuh Pesantren Al Munawar Krapyak, Yogyakarta, Warson Munawar, berharap Nahdlatul Ulama turun tangan. Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, meminta wacana sidik jari dihentikan karena telah menimbulkan keresahan serius di kalangan pesantren.

Sumber : Republika


Terkait