Cerpen

Azan ‘Tolong’ Mbah Duki

Ahad, 30 April 2017 | 02:00 WIB

Oleh ZackLee Ahmad

Gigil pagi memeluk erat bumi. Tetesan embun yang damai membasahi genting coklat sebuah ruangan yang mulai bercahaya temaram. Lampu dop lima watt sudah menyala, tanda telah bangun pemiliknya.

Dalam ruangan yang penuh nuansa anak muda, deretan poster gadis-gadis imut dengan rok mini yang juga imut tengah berpose dengan satu kaki di angkat, begitu kontras dengan aroma balsem dan remason yang sedari tadi mencekik indra penciuman. Di ruangan itu, seorang kakek yang mungkin sudah seabad lebih usianya tengah berusaha turun dari ranjangnya dengan susah payah. Ia mencoba menggapai tongkat saktinya, tapi ia terjatuh. 

"Aduh, aduh, pagi-pagi sudah senam aja saya," ujarnya sembari tertatih melangkah dengan logat khas orang lanjut usia. Bergegas ia menuju kamar mandi kecilnya, membasuh wajah keriputnya dengan air wudhu yang menyegarkan. Kiranya, hujan semalam masih menyisakan sedikit rintik-rintik yang pasti membuat orang malas untuk beranjak dari selimut hangat mereka. Namun, Mbah Duki berbeda, pria lanjut usia yang hidup sendiri di gubuk tuanya tak mempedulikan rintik hujan yang menerpanya. Usai cuci muka dan berwudhu, segera ia kenakan sarung tua yang mulai pudar warnanya, melilitkan serban hijau tua di lehernya dan berangkat menuju mesjid.

Sampai di masjid ternyata masih sangat sunyi. Ah, tentu saja. Mbah Duki sudah terbiasa dan hafal soal itu. Hanya dia seorang satu-satunya manusia yang sudah membuka mata. Segera ia nyalakan radio dan mencari frekuensi agar bisa mendendangkan shalawat tarhim lewat pengeras suara masjid. Setelah itu, ia menyapu, membersihkan kotoran cicak yang tampak seperti taman bunga hitam putih. 

Setelah dirasa cukup menyapunya, Mbah Duki kembali wudhu, lalu bersiap mengumandangkan azan dengan suara dan gayanya yang khas.

Allahu Akbar..Allahu Akbar..

Allahu akbar Allahu akbar..

Uhuk..Uhuk..Uhuk..  Maklum lah.. orang tua yang azan.

Syadukalailahailaallah.. Maksudnya, asyhadu allailaaha Illa Allah.

Syadukanna mokamada rosuluwooh.. Maksudnya, asyhadu anna muhammadar rosululoh. Maklumi sajalah, orang tua.

Setelah azan, Mbah Duki agak kehabisan napas. Ia pun duduk sebentar mengambil napas dan melanjutkan dengan mendendangkan pujian. 

"Allahumma sholli ngalaa Mukamad, ya robbi sholli ngalaihi wasallim, muslimin muslimat monggo jamaah shalat, ganjaranipun pitulikur derajad, kangge sangune mbenjeng dinten kiamat, supados kito selamet dunyo lan akhirat."

Ada cerita ketika Mbah Duki tengah khusyuk mendendangkan pujian selepas azan maghrib beberapa waktu yang lalu. Saat pujian, masuklah seorang pemuda bercelana cingkrang dengan jidat menghitam seperti habis dihantam pemukul bedug. Dengan lantang ia berteriak, "Hentikan semua ini, apa yang Anda, eh, Antum lakukan ini tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam. Ini adalah bid'ah yang harus dimusnahkan. Lagipula kalau mau nyanyi, jangan di mesjid, sana di gereja saja."

Sejenak seisi mesjid terdiam. Sebagian menganggap pemuda itu tidak sopan, namun ada pula yang nampak segan.

Mbah Duki meletakkan pengeras suaranya, lalu bangkit menghadapi pemuda tadi. 

"Woi, bocah gemblong, kamu itu belajar agama dimana? Belajar sejarah tidak? Belajar hadits dimana? Kok berani mau musnahkan pujian? Dengerin nih, Jabir bin Samurah, sahabat Nabi, itu pernah berkata, bahwa beliau telah menghadiri majelis bersama Kanjeng Nabi lebih dari seratus kali. Dan ia menyaksikan bahwa Kanjeng Nabi dan para sahabat mendendangkan syi'ir. Kanjeng Nabi hanya senyum dan terdiam sambil sesekali tertawa bersama sahabat. Lha raimu iku wes melu majlise Kanjeng Nabi ping piro? Awakmu iki, belajar agomo lagek wingi ae gayamu koyo tonggone Kanjeng Nabi. Lagian ini itu pujian bukan nyanyi, kalau nyanyi tuh gini." 

Mbah Duki pun menyinceng sarungnya hingga di atas paha dan menirukan gaya Nabilah JKT48 saat sedang membawakan lagu Heavy Rotation.

***

Beberapa menit berpujian, tak satu pun ada orang yang datang untuk shalat berjamaah. Namun pada menit ke-15 terdengar suara gemericik air di tempat wudhu. Betapa girangnya hati Mbah Duki mendengarnya, hingga ia pun mencoba mengintip dari jendela sambil terus mendendangkan pujian. 

"Ooo, kampret, ternyata wong golek kodok numpang nguyoh," gerutu Mbah Duki setelah tau ternyata cuma tukang cari kodok yang cuma numpang pipis. Setelah pipis langsung pergi.

Merasa cukup letih berpujian, akhirnya Mbah Duki iqomat. Dengan tak satu pun ada manusia yang datang selain dia. Dengan berat hati, Mbah Duki melaksanakan shalat subuh sendirian di Masjid yang begitu megah itu. Semburat lampu keperakan rasanya tak menjamin makmurnya suatu masjid. 

Usai iqomat, Mbah Duki segera berdiri untuk melaksanakan shalat subuh. Meski sendiri, ia meniatkan diri sebagai imam. Dianjurkan jika dalam keadaan demikian memang meniatkan sebagai imam. Karena yang mendapat nash kewajiban shalat bukan hanya manusia. Ya, siapa tau aja nanti ada jin atau malaikat apa gitu yang ikutan shalat.

Setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah, Mbah Duki mulai membaca surat Al-Fatihah dengan suara dan gayanya yang khas

"Kamdulilahi robil ngalamin, arokmanirokiim, maaliki yaumiddin." 

Sampai pada ayat "goiril magedubi ngalaihim waladhoollliiin," tiba-tiba ada yang menyahut "Aamiin". Begitu serentak, terdengar tak cuma satu dua orang yang menyahut. Tapi puluhan bahkan mungkin ratusan.

Deg... Mbah Duki tersentak. Tidak mendengar suara langkah kaki, suara orang wudhu, kok tiba-tiba ada yang menyahut, banyak lagi. Ia mulai kehilangan konsentrasi shalatnya, yang semula hendak membaca surat yang agak panjang ia urungkan, dan membaca surat Al-Ikhlas saja.

"Qul huwaallahu ahad," sambil sedikit menoleh ke belakang, "Allahushshomad". semakin menengok ke belakang. "Lam yalid walam yuulad". Dan seketika tampak oleh Mbah Duki, ratusan makhluk hitam dengan mata lebar terlihat sedang khusyuk shalat. Mbah Duki terkejut bukan kepalang. Kakinya gemetar, giginya melompat keluar, kepalanya pening. Dan menjerit "Tolooong... toloonng.... toloonng". 

Dan Mbah Duki pun pingsan. 

Teriakan Mbah Duki membuat geger seisi kampung. Satu per satu warga yang tadi pulas tertidur bergegas bangun. Yang lagi mendekam dalam selimut, dilempar selimutnya dan bergegas ke sumber suara. Yang lagi memeluk guling, dilempar gulingnya dan bergegas menuju sumber suara. Yang lagi ngelonin istri, dilempar istrinya dan langsung bergegas ke sumber suara. Jadilah pagi itu seisi kampung mendatangi mesjid. 

Sesampai di mesjid, para warga tersebut terkejut bukan kepalang, saat melihat Mbah Duki jatuh terjengkang di sudut pengimaman. Sementara sarungnya yang kusut terbuka hingga menampakkan pahanya yang keriput kecoklatan seperti beng-beng.

"Astaghfirullahal'adziim," teriak seorang warga saat melihat pemandangan itu. Beberapa warga mengevakuasi Mbah Duki ke tempat yang lebih terbuka. Ada yang memberinya minum, ada yang memijit kakinya, ada juga yang mengoles-oles minyak kayu putih di kepala Mbah Duki.

Setelah siuman, warga meminta Mbah Duki untuk mulai menceritakan apa yang sedang terjadi. Para warga terlihat begitu antusias untuk menyimaknya.

"Ada apa to Mbah?" tanya seorang warga ketika Mbah Duki hendak memulai ceritanya.

"Gini, tadi kan aku shalat subuh sendirian," Jawab Mbah Duki dengan suara yang masih gemetar.

"Lha kok sendiri to Mbah?" sahut warga yang lain.

"Gimana gak sendiri, raimu-raimu udah tak panggil dengan azan gak ada yang datang". 

Jlebb. Semua warga tertunduk terdiam. Ada yang merasa malu, ada juga yang merasa malu sekali. Ada juga yang biasa aja sih.

"Jadi aku shalat sendiri. Lha pas aku baca petekah (maksudnya Al-Fatihah) kok ada yang menyahut aamiin buanyak. Karena penasaran tak tengok ke belakang. Begitu tak tengok ternyata ada makhluk besar-besar, matanya lebar, tingginya sampe menyentuh langit-langit masjid sedang ikutan shalat. Aku takut, kepalaku pening, kakiku gemetar terus aku menjerit tolong, tolong, tadi sebelum pingsan. Eh, kok pada datang semua ke sini. Lha tadi aku azan sampe iqomat kok gak ada yang datang. Aku teriak tolong, tolong, malah pada datang. Kalau begitu, mulai besok azan shubuhnya tak ganti saja," jelas Mbah Duki panjang lebar.

"Mau diganti gimana Mbah?" Sahut seorang warga yang terlihat penasaran.

"Tak ganti tolong, tolong,"

Semua warga terdiam membisu. Mbah Duki melanjutkan. "Yasudah, sekarang udah pada kumpul, ayo shalat subuh berjamaah sekalian."

Jadilah, untuk pertama kali di luar bulan ramadhan, jamaah shubuh di masjid Jami' Ad-Dukiyyah begitu ramai. 


Disarikan dari ceramah KH Anwar Zahid