Mataram, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Nusa Tenggara Barat (NTB), TGH Turmuzi Badaruddin (Datok Bagu) menyebutkan, Gus Dur baginya adalah Wali kesepuluh setelah Walisongo. Wafatnya Gus Dur memberi makna kepada masyarakat bahwa ia hanya pindah dari negeri fana ke negeri baqa (kekal).
Bukti kewalian Gus Dur juga seringkali dikemukakan oleh orang-orang dekatnya baik di waktu Gus Dur masih hidup maupun ketika sudah wafat. Ia mengaku, dirinya adalah salah seorang saksi akan kewalian presiden ke-4 Republik Indonesia (RI) itu.
Datok Bagu mengisahkan peristiwa tak biasa saat Gus Dur tidak lama dikabarkan wafat dan jenazah akan dimakamkan di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Jenazah Gus Dur kemudian dibawa dari Jakarta menuju pesantren yang didirikan kakeknya itu.
Pada hari pemakamannya, ia berangkat dari Lombok baik pesawat beserta rombongan enam orang untuk ikut menyaksikan proses pemakaman Gus Dur. Tiba di Surabaya, ia melihat jenazah Gus Dur melintas tidak jauh dari titik di mana ia berada kala itu. Sayang, tidak bisa langsung mengikuti dari belakang jenazah Gus Dur bersama rombongannya.
"Begitu turun dari bandara, jenazah Gus Dur berangkat dari jalan utara, sementara kami lewat jalur barat," katanya saat memberikan testimoni pada Haul ke-11 Gus Dur yang digelar Milenial Bintang Sembilan Nahdatul Ulama (NU) NTB, di aula NU, Jln Pendidikan Nomor 6 Kota Mataram akhir tahun lalu.
Selang beberapa waktu kemudian, jenazah Gus Dur dikabarkan sudah tiba di Pesantren Tebuireng untuk dishalati dan dikebumikan. Sementara dirinya masih cukup jauh, lantaran di perjalanannya seringkali mengalami macet.
"Sekalipun demikin saya berharap akan dapat hadir ke pemakanan," cerita Datok.
Secara kasat mata, imbuhnya, tidak mungkin bisa hadir di pemakannya Gus Dur pada hari itu. Namun, Datok Bagu mengajak rombongan bertawassul (berdoa) agar perjalanannya dimudahkan, sehingga bisa ikut menyakitkan proses pemakaman Gus Dur.
"Dalam doa saya, jika benar Gus Dur Waliullah mereka berdoa agar diberikan kemudahan supaya bisa hadir dipemakannya," ujarnya.
Kejadian tak terduga usai berdoa. "Setalah selesaai membaca fatihan datang dua orang polisi PM (Polisi Militer) di depan saya, dia buatkan jalan (menuntun) terus cepat sampai di pintu gerbang Pondok Pesantren Tebuireng," tuturnya.
Hal yang tak biasa lagi-lagi ia rasakan saat dirinya tiba di Pesantren Tebuireng. "Begitu (kami) masuk, dua orang PM tadi tidak saya lihat (lagi). Alhmadulillah dapat shalat jenazah di halaman pemakanan Gus Dur. Saya nyatakan beliau wali min aulia illah," pungkasnya.
Kontributor: Hadi
Editor: Syamsul Arifin