Daerah

Dari Resolusi Jihad ke Revolusi Digital, Santri Perlu Perkuat Diri

Selasa, 29 Oktober 2024 | 18:00 WIB

Dari Resolusi Jihad ke Revolusi Digital, Santri Perlu Perkuat Diri

Ilustrasi santri. (Foto: dok. Pesantren Sirajuth Tholibin Grobogan)

Banda Aceh, NU Online

Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober menjadi tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Kontribusi besar para santri dan ulama dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan saat ini diuji dengan perkembangan era teknologi digital.


"Peringatan ini mengacu pada peristiwa Resolusi Jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy'ari pada tahun 1945. Saat itu, beliau menyerukan umat Islam untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman kembalinya kolonialisme," ungkap Sekretaris PWNU Aceh Tgk H Asnawi M. Amin, Selasa pekan lalu dalam momen peringatan Hari Santri 2024.


Resolusi tersebut menurut pria yang akrab disapa Gus Asnawi itu bukan hanya sebuah seruan perang fisik, tetapi juga panggilan moral dan spiritual untuk menjaga kemerdekaan dan nilai-nilai luhur bangsa. Di banyak wilayah, termasuk Aceh, santri berperan penting dalam perlawanan ini. Tidak hanya terlibat dalam pertempuran fisik, mereka juga menjadi penjaga nilai-nilai agama dan moralitas masyarakat.


"Aceh memiliki sejarah panjang dalam perlawanan terhadap penjajahan, dan peran santri dalam perjuangan tersebut tidak dapat diabaikan. Sejak masa kolonial, pesantren atau dayah di Aceh tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama, tetapi juga benteng perlawanan terhadap penjajah," ujarnya 


Tokoh-tokoh seperti Tgk. Chik di Tiro dan ulama-ulama besar lainnya menurut Gus Asnawi merupakan memimpin perjuangan rakyat Aceh dengan semangat jihad yang dilandasi ajaran agama. Hingga saat ini, dayah di Aceh tetap menjadi institusi penting dalam membangun karakter religius masyarakat. 


"Era digital dan globalisasi yang penuh tantangan, peran santri mengalami transformasi. Tantangan yang dihadapi oleh para santri bukan lagi penjajah fisik, melainkan penjajahan ideologis dan informasi yang datang dari segala penjuru dunia melalui media digital," paparnya 

 

Gus Asnawi mengatakan saat ini, santri berada di persimpangan zaman. Mereka dihadapkan pada arus informasi yang sangat cepat dan mudah diakses. Meskipun ini membawa dampak positif, seperti kemudahan akses terhadap ilmu pengetahuan, arus informasi juga menyajikan ancaman berupa penyebaran ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. 


"Tantangan lain seperti radikalisasi melalui media sosial, penyebaran hoaks, dan budaya konsumerisme semakin memperkuat tekanan pada moralitas santri. Dalam menghadapi tantangan ini, santri harus memiliki kemampuan untuk memilih dan memilah informasi yang benar, serta tetap teguh pada prinsip-prinsip agama," paparnya.

 

Santri mampu berteknologi

Sementara itu, Tgk Iswadi pimpinan Dayah MADAH Bireuen menjelaskan literasi digital menjadi kunci bagi santri untuk bertahan dan beradaptasi di era ini. Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga mencakup kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang diterima serta memahami dampak teknologi terhadap kehidupan sosial dan agama.


"Di Aceh, di mana pesantren memegang peran penting dalam pendidikan agama, perlu adanya pembaruan kurikulum yang mencakup literasi digital. Dengan demikian, santri tidak hanya memiliki pemahaman agama yang kuat, tetapi juga mampu memanfaatkan teknologi secara bijak dan produktif," sambungnya 


Ulama muda yang akrab Abah Iswadi menjelaskan di tengah tantangan globalisasi, dunia digital justru membuka peluang besar bagi para santri untuk berperan lebih aktif. Santri dapat menggunakan platform digital sebagai medium dakwah yang efektif. Dengan kreativitas yang dikombinasikan dengan pemahaman agama yang mendalam, santri dapat menciptakan konten positif yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. 


"Media sosial seperti YouTube, Instagram, atau TikTok dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam secara kreatif dan inovatif. Dengan kemampuan ini, santri bisa menjadi agen perubahan, menyebarkan pesan Islam yang damai dan relevan bagi generasi milenial," paparnya 


Wakil Katib PCNU Kabupaten Bireuen itu menambahkan lebih dari sekadar penyebaran dakwah, keterlibatan santri dalam dunia digital juga penting untuk menanggulangi penyebaran ideologi radikal dan ekstrem yang sering kali menyasar generasi muda. 


"Tentunya dengan menciptakan konten edukatif dan positif, santri dapat memberikan alternatif informasi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam rahmatan lil 'alamin. Peran santri dalam menghadirkan dakwah digital ini akan sangat penting dalam menjaga moralitas bangsa dan membentengi generasi muda dari pengaruh negatif dunia maya," ulasnya.


Tidak hanya dalam aspek dakwah, menurut Abah Iswadi sosok santri juga dapat diberdayakan melalui kewirausahaan digital. Pesantren memiliki potensi besar untuk menjadi inkubator bagi santri yang ingin mengembangkan usaha berbasis syariah. 


"Kita berharap dengan dukungan teknologi, santri dapat terlibat dalam berbagai bidang seperti e-commerce, pembuatan konten Islami, hingga pengembangan aplikasi-aplikasi yang bermanfaat. Penguasaan teknologi yang dikombinasikan dengan nilai-nilai agama akan membuka peluang bagi santri untuk tidak hanya menjadi penjaga moral bangsa, tetapi juga pelaku ekonomi yang aktif," pintanya.