Daerah

Hal-hal yang Perlu Dicatat saat Memilih Pesantren untuk Anak

Senin, 29 Juni 2020 | 15:00 WIB

Hal-hal yang Perlu Dicatat saat Memilih Pesantren untuk Anak

Santri tampak berjalan kaki. (Foto: Facebook Syubbanul Wathan)

Pringsewu, NU Online
Di era saat ini banyak bermunculan pesantren dan lembaga-lembaga semi pesantren seperti boarding school dengan berbagai macam spesifikasi keilmuan agama. Dengan berbagai upaya, pesantren-pesantren ini melakukan pencitraan dan menjaring para calon santri.


Fenomena ini harus menjadikan orang tua calon santri selektif dan berhati-hati dalam memilih pesantren yang tepat bagi putra-putrinya. Pasalnya ada saja pesantren yang membawa misi dan membawa paham Islam transnasional yang kaku dan tidak moderat.


Sisi inilah yang benar-benar harus diperhatikan oleh orang tua agar putra-putri sebagai generasi penerus tidak terjebak dalam paham radikal, keras, dan kaku dalam memahami agama. Di antara caranya adalah dengan menelisik kurikulum yang diajarkannya.


"Pilih pesantren moderat. Lihat kurikulumnya dan silsilah keilmuan dari pengasuhnya. Jangan mondokkan anak hanya karena 'katanya-katanya'. Apalagi hanya melihat biayanya. Tidak mesti yang mahal kualitasnya baik dan yang murah kualitasnya jelak. Bisa sebaliknya," kata Ketua Rabitah Maahid Islamiyah (RMI) Kabupaten Pringsewu, KH Abdul Hamid Al Hafidz, Senin (29/6).


Menurutnya, dengan mempertimbangkan silsilah ilmu dan memondokkan anak di pesantren yang berkurikulum moderat, maka akan menghindarkan para orang tua dari penyesalan dan kekecewaan. Tentunya sebagai orang tua ingin agar anaknya memiliki akidah yang kuat, akhlak yang luhur, dan wawasan agama yang moderat. 


"Namun kalau orang tua lengah dan tidak teliti dalam memasukkan anak mondok di pesantren bisa berbuah sengsara. Mereka akan memiliki amalan dan akidah berbeda dengan orang tuanya. Bukannya manut, tapi justru banyak melawan orang tuanya," katanya.


Orang tua juga jangan hanya membanggakan anaknya hafal Al-Qur'an tanpa memperhatikan sisi akidah dan akhlaknya. Jangan hanya terpukau dengan hafal hadits dan pintar berceramah, namun memahami agama secara tekstual.


"Mari didik anak-anak dengan keseimbangan pikiran, hati dan jiwa," ajaknya.


Memang pendidikan agama saat ini, tambahnya, sedang menjadi idaman masyarakat. Peluang ini ada yang memanfaatkannya dengan menjadikan pesantren sebagai komoditas bisnis layaknya sekolah dan perguruan tinggi. Pemodal besar menyiapkan sarana dan prasarana dan bekerja sama dengan pihak-pihak tertentu.


"Kalau pemodal tidak paham pergerakan paham dan aliran dalam Islam maka bisa saja memilih paham yang tidak moderat. Yang penting mereka untung," ingatnya agar hal ini diperhatikan dengan seksama oleh calon wali santri.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin